Obat Yang Mujarab Untuk Dunia Islam Agar Dapat Keluar Dari Malapetaka Yang Menimpanya

Mufti ‘Aam Syaikh Abdul Aziz bin Baaz berkata (Kumpulan fatwa- fatwa dan naskah Abdul Aziz bin Baz, Dr. Muhamad Asyuwayir (1/278)), “Dunia Islam dapat keluar dari petaka yang menimpanya, berupa perbedaan-perbedaan madzhab, aliran-aliran aqidah, politik, sosial, dan ekonomi dengan adanya komitmen mereka pada Islam dan menegakkan syari’at Allah, yang mana hal itu dapat memperkokoh barisan dan menyatukan hati.”

Ini adalah obat yang mujarab untuk dunia Islam, bahkan untuk dunia seluruhnya yang sedang mengalami goncangan, kecemasan dan berbagai kerusakan seperti firman Allah Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (Muhammad: 7): “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong agama-Nya, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan kepada Allah lah kembali segala urusan” (al-Hajj: 40-41): “dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka yang telah diridhainya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan mereka), sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa, mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apa pun dengan aku” (an-Nuur: 55)

“Berpegang teguhlah pada tali agama Allah dan janganlah bercerai berai” (Ali Imran: 103)

Ayat yang semakna dengan ayat ini banyak sekali. Selama pemimpin Muslim mencari petunjuk selain dari kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, serta menghukumi bukan dengan syari’at-Nya, malah menghukumi dengan hukum yang dibuat musuh (orang kafir), maka ia tidak akan mendapatkan jalan keluar dari malapetaka yang menimpanya dan akan diremehkan oleh musuh-musuhnya, serta tidak akan dapat menunaikan haknya. “Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri” (Ali Imran: 117)

Kita mohon kepada Allah agar menyatukan mereka dalam petunjuk, membersihkan hati dan amalnya, menganugerahkan nikmat keteguhan menjalankan syari’at-Nya, dan meninggalkan apa-apa yang menyalahi-Nya. Dia-lah penolong Yang Maha Kuasa. Shalawat dan Salam semoga tercurah pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kepada keluarganya, dan sahabatnya. Kemudian beliau berkata lagi, “Tidak diragukan bahwa umat akan dicoba oleh musuh-musuhnya, seperti firman Allah, “dan sesungguhnya benar-benar Kami akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan yang bersabar di antara kamu dan agar Kami mengatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (Muhammad: 31)

Umat akan dicoba dengan musuh-musuhnya dan ia harus sabar dalam menghadapinya, karenanya Allah Ta’ala berfirman, “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu dan juga kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gang-guan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya demikian itu urusan yang patut diutamakan” (Ali Imran: 186)

”Jika kamu besabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu, sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan” (Ali Imran: 120)

Yang wajib atas semua umat Islam adalah bersabar, banyak mawas diri, istiqomah dalam beragama, serta tidak memperdulikan perkataan musuh. Juga wajib atas umat berpegang teguh kepada kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, berpegang teguh kepada keduanya dalam berkata, beramal, dan beraqidah. Dan hendaklah menghukumi dengan syari’at Allah dalam mengatur hamba-hamba-Nya. Hal ini menjadi sesuatu yang wajib bagi semua negara Islam, baik dalam lingkup pemerintahan maupun masyarakat. Ketika suatu umat berpegang teguh kepada agama Allah, benar dalam berkata, beramal dan beraqidah, maka tidak akan menimpa kepadanya kemudharatan, rongrongan dan tipu daya musuh seperti diisyaratkan dalam beberapa firman Allah, “Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemadharatan kepadamu, sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan” (Ali Imran: 120):

“Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (al-Anfaal: 46):

“Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama Allah) niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukan-mu” (Muhammad: 7):

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong (agama-Nya). Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari perbuatan yang munkar, dan kepada Allah lah kembali segala urusan” (al-Hajj: 40-41):

“dan kami selalu berkewajiban menolong orang yang beriman” (ar-Ruum: 47)

Orang beriman adalah orang yang menegakkan perintah Allah, meninggalkan yang diharamkan-Nya, menepati had (batasan-batasan Allah) dan menegakkan hukum syari’at Allah. Mereka itu adalah wali-wali Allah, seperti firman Allah Ta’ala, “Dan Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara mereka dan mengerjakan amal-amal yang salih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridlai-Nya untuk mereka dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa, mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku” (an-Nuur: 55)

Ketika seorang muslim berpegang teguh kepada agama Allah, komitmen terhadap apa yang Allah wajibkan kepadanya, menjauhi dari yang diharamkan kepadanya, menghukumi dengan syari’atNya, maka Allah Ta’ala akan menolong mereka dan menetapkan kesuksesan dunia dan akhirat, serta memberikan keamanan dunia dan akhirat sebagaimana firman-Nya, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk” (al-An’aam: 82)

Iman dalam arti meliputi setiap apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan, dan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, artinya mereka beristiqomah untuk mengesakan Allah, melaksanakan hak Allah dan menjauhi dari yang diharamkan Allah. Maka balasan bagi mereka adalah keamanan dan petunjuk di dunia dan di akhirat, dan musuh-musuh tidak dapat memberikan mudharat apabila mereka berkomitmen dengan kebenaran. Adapun apabila melakukan sebagian yang diharamkan Allah atau meremehkan sebagian yang diwajibkan Allah, maka ia akan dicoba dan ditimpa dengan apa-apa yang mereka tidak senangi.

Paling mulianya makhluk adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tatkala para pelempar panah pada perang Uhud menyelisihi perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar tetap di tempat mereka justru mereka melanggar, maka musuh-musuh akhirnya menguasai mereka dan kaum muslimin mengalami kekalahan ada yang terbunuh dan terluka. Itu semua disebabkan maksiat terhadap Rasulullah, hal ini Allah ceritakan dalam firman-Nya, “Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya smpai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah Rasul sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai” (Ali Imron: 152)

“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada perang uhud) padhal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat pada musuh-musuhmu (pada perang badar) kamu berkata, dari mana datangnya keka-lahan ini? Katakanlah, itu dari (kesalahan) dirimu snediri” (Ali Imran: 165)

Yang dimaksud dalam nash di atas adalah wajib atas orang Mukmin, baik pemerintah atau masyarakat, untuk istiqomah dalam agama Allah, berpegang kepada syari’at-Nya, tidak melanggar ketentuan-Nya baik ucapan, perbuatan, aqidah, loyalitas, cinta dan benci.

Kita mohon pada Allah agar memberikan pertolongan pada orang-orang Muslim, baik pemerintah atau masyarakatnya, agar membersihkan hati serta amal mereka, dan agar memberikan pertolongan untuk menegakkan syari’at Allah dan istiqomah pada-Nya.

Syaikh Abdul Razaq ‘Afifi rahimahullah ditanya (Fatwa-fatwa dan naskah Syaikh Abdul Razaq Affifi (2/223).), “Pada saat aku memperhatikan dunia Islam sekarang yang terpecah-pecah, terbagi-bagi, dan hilangnya tempat suci orang Muslim, serta memberikan loyalitas kesetiaan pada sebagian negara Barat yang kafir, para pemuda Muslim bertanya tentang peranannya dalam agama dan umatnya (Islam), sehingga kemuliaan dan tempat suci dapat kembali kepada kaum Muslimin.

Beliau menjawab, “Jawaban tentang hal ini, akan kami ambil dari sejarah kaum Muslimin. Pertama, bagaimana mereka menjadi banyak padahal asalnya sedikit? Bagaimana hati mereka bersatu bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga menjadi kuat padahal asalnya lemah? Bagaimana mereka dapat menang atas musuh-musuhnya? Dengan perantaraan apa kemenangan ini dapat mereka raih? Dengan sebab apa mereka dapat bersatu padu? Dengan sebab apa pula terjalinnya persaudaraan antara mereka? Atas dasar apa persaudaraannya? Kalau kita memperhatikan sejarah kaum Muslimin, maka kita akan menemukan bahwa mereka seperti satu tubuh. Setiap individu mera-sakan apa yang menimpa saudaranya, setiap negeri dari negeri-negeri yang ditempati orang-orang muslim sejak periode Rasul shallallahu ‘alahi wasallam, para shahabat, para tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti mereka pada abad ke tiga, kita dapat menemukan mereka semua ada dalam keadaan bersatu. Setiap individu mereka saling merasakan apa yang dirasakan oleh yang lainnya. Perhatikanlah materi, atau makanan, atau dynamo. Kalau kamu ingin menyebutnya dynamo yang telah membangkitkan kekuatan hati mereka, yang menerangkan hati dan meredupkannya, dan kalau kamu mau menyebutnya, katakanlah rudal yang akan menimpa musuh mereka, kalau kamu mau mengatakannya panah dan pedang. Katakanlah apa saja yang kamu mau dari sejumlah alat perang, kekuatan hati, dan keberanian jiwa. Katakan apa yang kamu mau dari semacam ini, motivatornya hanya satu yaitu keyakinan dan iman kepada kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, baik yang berkaitan dengan asma’-Nya, sifat-sifat-Nya, atau pun mentauhidkan dalam ibadah dan ikhlas karena Allah saja, ataupun yang berkaitan dengan jihad di jalan Allah serta mangharapkan ridla dan pertolongan-Nya, membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah. Inilah kandungan makna persaudaraan, kekuatan dan keberanian hati orang Mukmin.

Aku berikan untuk anda sebuah contoh tentang perang Hudaibiyah. (Hadits Sulhu al-Hudaibiyah, dikeluarkan oleh al-Bukhari (2731, 2732).) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama 1400 tentaranya, tatkala sampai pada suatu tempat yang dinamai Hudaibiyah, dekat lembah Fatimah, untanya berlutut dan mereka memaksanya agar berjalan kembali. Maka Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tinggalkanlah ia, sesungguhnya ia telah mendapat perintah.” Lalu mereka pun meninggalkannya kemudian beliau menyampaikan bahwa penduduk Mekkah tidak ingin menerimanya. Beliau kemudian mengutus Utsman bin Affan kepada mereka untuk meninjau keadaannya, namun ia terlambat kembali kepada Nabi, hingga para sahabat beranggapan bahwa ia dibunuh atau ditawan.

Adapun tujuan beliau mengutus Utsman ke sana untuk menjelaskan masalah. Tetapi ketika ia datang terlambat, beliau mengira seperti perkiraan para sahabat. Lalu Nabi dan para shahabat membuat perjanjian untuk berperang dan jangan berlari dari pasukan kafir sekali pun mereka mengerahkan semua kemampuannya. Beliau membai’at para sahabat, dan bai’at inilah yang dinamakan Bai’at ar-Ridwan.

Bersamaan dengan ini pula (Ket: Dikutip dari kaset yang kami sempurnakan ungkapannya dalam kitab Rahiq al-Makhtum.), orang Quraisy berkumpul untuk membahas kaifiyyat (teknis) menghadapi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal itu setelah disampaikan pada mereka oleh Budail bin Waraqa al-Khuza’i dengan ucapannya, “Aku datang kepadamu dari orang ini. Aku mendengar ia mengatakan sesuatu perkataan. Kalau kalian menghendaki aku akan mendatangkannya kepada kalian.” Orang-orang yang bodoh di antara mereka berkata, “Tidak ada keperluan bagi kami untuk membicarakannya.” Orang-orang yang punya nalar di antara mereka berkata, “Sampaikanlah tentang apa yang telah kamu dengar..” Ia berkata, “Aku mendengarnya berkata bahwa kami tidak datang untuk memerangi seseorang, tapi kami datang untuk umrah. Sesungguhnya perang telah menguras habis energi orang-orang Quraisy dan banyak merugikan mereka. Jika mereka mau mengo-songkan jalur yang kami lalui, atau begabung bersama kami maka silahkan, namun jika mereka menolak dan hanya menghendaki perang, maka demi Allah, aku akan perangi mereka demi urusan ini sampai tetes darah penghabisan atau biakan Allah menuntaskan urusan-Nya.”

Dampak dari perkumpulan itu, orang Quraisy mengutus Mikraz bin Hafsh dan tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya, beliau bersabda, “Orang ini penghianat.” Ketika ia datang dan berbicara, bicaranya seperti Budail bin Waraqa. Kemudian ia pun kembali ke kaum Quraisy dan memberitakan tentang mereka.

Kemudian seorang laki-laki dari Bani Kinanah namanya Hulais bin al-Qamah berkata, “Biar aku saja yang mendatanginya.” Mereka menjawab, “Datangilah ia.” Maka ketika dia menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shabatnya, Nabi berkata, “Dia ini dari kaum yang mengagungkan hewan kurban, maka kirimkanlah ia kepadanya!” dan mereka pun mengirimkannya, lalu disambut oleh kaum Muslimin dengan talbiyah. Dan ketika dia menyaksikan hal itu, ia mengatakan, “Maha Suci Allah, tidak pantas bagi orang-orang Quraisy menghalang-halangi mereka ke Masjidil Haram.” Maka ia bergegas pulang menemui teman-temannya, lalu berkata, “Aku melihat hewan-hewan kurban sudah dikalungi dan diberi tanda, karena itu menurutku, mereka tidak perlu dihalang-halangi.” Lalu terjadilah perbincangan yang alot antara dia dengan orang-orang Quraisy. Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqofi berkata, “Sesungguhnya orang ini mempunyai rencana yang bagus, maka hendaklah kalian terima dan biarkan aku pergi menemuinya.” Maka dia pun pergi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mulailah terjadi pembicaraan antara dirinya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya seperti yang beliau ucapkan kepada Budail. Urwah menjawab, “Wahai Muhammad, bagaimana penda-patmu, seandainya engkau binasakan saja kaummu itu. Apakah kamu pernah mendengar ada seorang Arab sebelummu yang berhasil membinasakan keluarganya.? Jika pun hal lainnya, demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar melihat wajah-wajah dan juga segerombolan orang yang diciptakan untuk lari dan memohon kepadamu.” Maka Abu Bakar berkata, “Sedot saja kemaluan Latta (nama tuhan Urwah. Penj.,)!. Apakah kami akan lari meninggalkannya (Nabi).” Urwah bertanya, “Siapa orang ini?” Mereka menjawab, “Abu Bakar.” Urwah berkata, “Sungguh demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jikalau bukan karena janji yang tidak memperkenanku terhadapmu niscaya aku penuhi permintaanmu.” Dan dia terus ber-bicara kapada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan setiap kali dia berbicara kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dia selalu memegang jenggot Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara al-Mughirah ibn Syu’bah ketika itu berada dekat dengan kepala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang memegang pedang yang ada sarungnya, dan ia tidak mengenali Urwah padahal Urwah adalah teman sepergaulannya pada masa Jahiliyah dulu. Al-Mughirah mengacungkan pedangnya ke arah Urwah seraya berkata, “Jauhkan tanganmu dari jenggot Nabi.” Dan ia mengancam akan memutuskannya apabila tidak berhenti. Lalu Urwah berkata, “Siapa ini?” Mereka menjawab, “al-Mughiroh.” Ia berkata padanya, “Wahai pengkhianat, kami akan mencuci keburukanmu.” Al-Mughirah berkata, “Jika demikian yang terjadi maka aku akan membalasnya dengan yang setimpal.” Maksudnya, mengapa aku menghinanya dan menjelek-jelekkannya, seperti kejahatan yang telah ia perbuat padaku. Namun ia memiliki keutamaan dan kelebihan, lalu aku tahu kebaikannya. Kemudian al-Mughirah pun diam dan menahan tangannya. Namun Urwah mengungkapkan kata-kata kotor yang mereka namai sekarang sebagai perang urat syaraf. Ia berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Aku datang dengan pasukan (tentara) sebagian dari Bani Ghifari, sebagian lagi dari Juhani, sebagian lainnya dari Muhajirin dan sebagian lainnya dari Anshar. Mereka terdiri dari dua kelompok yaitu dari Aus dan Khajraj. Ada di antara dua golongan yang di antara keduanya saling bermusuhan dan saling benci di zaman Jahiliyah. Mereka bercampurbaur datang dari berbagai arah, lamtas bagaimana anda dapat bertahan dari serangan kaum anda meskipun orang-orang itu (sahabat yang ikut bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada saat itu) membentengi anda.. Ia ingin melemahkan semangat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menipunya, serta menipu kaumnya, hingga dengan itu dapat mengantarkan kemaslahatan dan kembali lagi tanpa masuk kota Mekkah. Namun, ketidak sabaran Abu Bakar untuk membiarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab hinaan itu memaksa dirinya mengatakan kepadanya, “Jilatlah kemaluan Latta.” Al-Latta adalah berhala yang disembah oleh orang Quraisy. Perkataan ini ditujukan sebagai bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap tuhannya dan orang-orang kafir seluruhnya. Sesungguhnya persaudaraan yang dibangun di atas pondasi keimanan lebih kuat dari pada yang berdiri di atas pondasi nasab. Maka perhatikanlah simpul ruhaniah itulah ikatan hati,. Karena ikatan keimanan terbukti lebih dominan dalam menyatukan hati kaum Muslimin daripada tali nasab. Dengan demikian, iman menjadi penghubung yang menghubungkan antara orang-orang Mukmin.

Iman merupakan pengikat yang akan menyatukan persaudaraan yang sejati dan menumbuhkan persaudaraan yang tulus. Setiap individunya ikhlas pada yang lainnya, semuanya ikhlas karena Allah saja, ridlo dengan Qadla dan Qadar-Nya yang akan menjadikan ia berani berperang, berlomba untuk menghadapi orang-orang kafir, musuh-musuh Allah dan musuh-musuh orang Muslim, sebagaimana firman Allah pada awal surat al-Mumtahanah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman setia” (al-Mumtahanah: 1)

Seperti halnya Allah telah memerintahkan orang-orang muslim agar menjalin persaudaraan antara mereka dan mengikatnya dengan tali iman serta mendahulukannya dari nasab. Allah berfirman dalam surat at-Taubah, “Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan kepu-tusan-Nya dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik” (at-Taubah: 24)

Maka jelaslah bahwa hati orang-orang Mukmin harus selalu dipenuhi dengan cinta kepada Allah, kepada Rasul, dan cinta antara sesama Muslim. Kecintaan ini hendaklah didahulukan atas segala sesuatu dari berbagai kesenangan dunia dan isinya, dari kerabat, istri, anak, dan dari segala sesuatu kecuali karena Allah dan Rasul-Nya, kecuali karena syari’at Islam. Maka ini wajib ada dalam hati mereka, hasrat untuk mendahulukan atas segala sesuatu.

Dengan inilah Allah akan mewujudkan untuk orang-orang Mukmin kekuatan di mana orang-orang kafir tidak akan dapat menghadapinya meskipun jumlah mereka banyak. Telah terbukti bangsa Rumawi itu lebih banyak, sedangkan kaum Muslimin sedikit tetapi dapat mengalahkan musuh. Terbukti di Kisra dan Parsi, kedua negara ini paling kuat di zaman jahiliyyah dan jaman permulaan Islam, keduanya paling ditakuti, keduanya mampu mengendalikan manusia dengan kekuatannya. Meskipun demikian, keduanya tidak sanggup menghadapi kaum Muslimin.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira pada orang-orang Mukmin bahwa mereka akan mengalahkan bangsa Romawi, bangsa Kisra, dan mereka akan tinggal di negerinya lalu memakmurkannya dengan Islam Mereka akan mengambil banyak hartanya, hingga dengan ini semua seakan-akan terbuka baginya dunia. Wujud dari keimanan mereka, Allah menjadikan kehidupan dan kekuatan diri-diri mereka tidak takut untuk berperang dan berjihad di jalan Allah. Mereka tidak berpecah belah. Orang-orang musyrik pun takut kepada mereka hingga ada pada jarak yang jauh, ditimpakan padanya rasa takut hingga merasa kalah sekedar mendengar nama Muslim. Karunia Allah sebagai balasan bagi orang muslim atas keteguhan iman dan jalinan persaudaraan, kecintaan hanya kepada Allah, benci hanya karena Allah, serta beramal dengan syari’at Allah.

Inilah yang sebenarnya menjadi solusi pertama, yaitu solusi yang wajib ada sekarang. Tidak akan terhimpun kata Muslim kecuali dengan contoh kata yang telah dihimpun oleh nenek moyangnya, dari orang Mukmin terdahulu. Inilah jalan yang telah Allah lukiskan dan telah Rasul-Nya jelaskan, serta telah ditempuh oleh orang-orang Muslim terdahulu. Apabila kaum Muslim sekarang kembali kepada-Nya,berarti kembali pada jalan-Nya, kemenangan-Nya serta kesatuan-Nya.

Selama kaum Muslim sekarang tetap dalam keadaannya tidak berusaha untuk merubahnya, maka Allah tidak akan memberikan kemenangan atas para pembangkang yang hasud dan pengkhianat. Kita mohon kepada Allah keselamatan dan ampunan.