Kesaksian orang-orang berakal di zaman Nabi untuk beliau

Orang-orang berakal di zaman Nabi telah memberikan kesaksian mereka kepada beliau atas kejujuran beliau, mereka menetapkan hal itu dengan berpijak kepada kehidupan dan keadaan beliau.

Khadijah

Khadijah mengetahui dari kehidupan Nabi bahwa beliau adalah laki-laki yang benar lagi mulia, saat beliau menerima wahyu, beliau berkata kepada Khadijah, “Sesungguhnya aku mengkhawatirkan diriku.” Maka Khadijah menjawab, ‘Tidak akan demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu, sesungguhnya engkau menyambung silaturrahim, berkata jujur, memikul beban orang yang mendapatkan musibah, memuliakan tamu, membantu orang yang tidak mampu dan mendukung urusan-urusan kebenaran.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari Kitab Bad`i al-Wahyi 1/30 hadits 3 dari hadits Aisyah

Nabi tidak mengkhawatirkan kesengajaan berdusta karena beliau tahu dirinya tidak berdusta, akan tetapi beliau khawatir dihadang oleh sesuatu yang buruk, yaitu kedudukan yang kedua, maka Khadijah menyebutkan apa yang menepis hal ini, yaitu apa yang sudah menjadi tabiat beliau berupa keluhuran akhlak dan kemuliaan sifat, sudah diketahui dari sunnah Allah bahwa siapa yang ditabiatkan di atas akhlak yang terpuji dan disucikan dari akhlak yang tercela maka Allah tidak akan menghinakannya.

An-Najasyi

Manakala an-Najasyi bertanya kepada para sahabat tentang apa yang dikatakan oleh Nabi, lalu dia meminta mereka untuk membacakan al-Qur`an kepadanya, lalu salah seorang sahabat membaca, maka an-Najasyi berkata, “Sesungguhnya ini dan apa yang dibawa oleh Musa benar-benar keluar dari cahaya yang satu.” Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam dalam as-Sirah 1/334-337, ia dalam al-Musnad 1/201-203, 5/290-292 dari hadits Ummu Salamah. Al-Haetsami berkata dalam Majma’ az-Zawaid 6/24-27, “Diriwayatkan oleh Ahmad dan rawi-rawinya adalah rawi-rawi ash-Shahih selain Ibnu Ishaq dan di sini dia menyatakan dirinya mendengar.”

Waraqah bin Naufal

Waraqah bin Naufal, saat Nabi menyampaikan apa yang beliau alami kepadanya, Waraqah ini memeluk agama Nasrani, dia menulis Injil dengan bahasa Arab, Khadijah berkata kepadanya, “Paman, dengarkanlah dari keponakanmu apa yang dikatakannya.” Lalu Nabi mengabarkan apa yang beliau alami. Maka Waraqah berkata, “Ini adalah Namus (pemegang rahasia, Jibril) yang datang kepada Musa.”

Heraklius, Raja Romawi

Heraklius Raja Romawi, saat Nabi mengirimkan surat kepadanya untuk mengajaknya kepada Islam, Kaisar Heraklius mencari-cari orang Arab yang ada di sana, saat itu Abu Sufyan bersama dengan beberapa orang Qurasiy sedang berada di Syam untuk berniaga, maka Heraklius bertanya kepada mereka tentang kehidupan Nabi. Heraklius bertanya kepada Abu Sufyan dan meminta yang lain untuk berkata, “Dusta.” Bila Abu Sufyan berkata dusta, maka dengan diamnya mereka berarti mereka setuju dengan apa yang diucapkan oleh Abu Sufyan.

Dia bertanya kepada mereka, “Apakah di antara leluhurnya ada yang menjadi raja?” Mereka menjawab, “Tidak.”

Dia bertanya kepada mereka, “Apakah ada seseorang sebelumnya yang berkata sebagaimana yang dia katakan?” Mereka menjawab, “Tidak.”

Dia bertanya kepada mereka, “Apakah dia memiliki nasab yang mulia di antara kalian?” Mereka menjawab, “Ya.”

Dia bertanya kepada mereka, “Apakah kalian menuduhnya berdusta sebelum dia mengucapkan apa yang dia ucapkan?” Mereka menjawab, “Tidak. Kami tidak melihatnya berdusta.”

Dia bertanya kepada mereka, “Apakah yang mengikutinya orang-orang lemah atau terhormat?” Mereka menjawab, “Orang-orang lemah.”

Dia bertanya kepada mereka, “Apakah pengikutnya bertambah atau berkurang?” Mereka menjawab, “Bertambah.”

Dia bertanya kepada mereka, “Apakah di antara pengikutnya ada yang murtad karena marah kepadanya setelah masuk ke dalamnya?” Mereka menjawab, “Tidak.”

Dia bertanya kepada mereka, “Apakah kalian memeranginya?” Mereka menjawab, “Ya.”

Dia bertanya kepada mereka, “Bagaimana perang di antara kalian?” Mereka menjawab, “Terkadang dia menang atas kami dan terkadang sebaliknya.”

Dia bertanya kepada mereka, “Apakah berkhianat?” Mereka menjawab, “Tidak.”

Dia bertanya kepada mereka, “Apa dia perintahkan kepada kalian?” Mereka menjawab, “Dia memerintahkan kami agar kami menyembah Allah semata dan tidak mepersekutukanNya dengan sesuatu. Dia melarang kami dari apa yang disembah oleh nenek moyang kami, memerintahkan kami agar mendirikan shalat, berkata jujur, bersikap bersih dan menyambung silaturrahim.”

Lebih dari sepuluh pertanyaan. Kemudian Heraklius menjelaskan dalil-dalil yang terkandung dalam pertanyaan-pertanyaannya. Dia berkata, “Aku bertanya kepada kalian, ‘Apakah di antara leluhurnya ada yang menjadi raja?’ Kalian menjawab, ‘Tidak.’ Saya berkata, ‘Seandainya di antara leluhurnya ada yang menjadi raja, maka aku akan berkata, ‘Seorang laki-laki yang mencari kerajaan leluhurnya.’

Aku bertanya kepada kalian, “Apakah ada seseorang sebelumnya yang berkata sebagaimana yang dia katakan?’ Kalian menjawab, ‘Tidak.’ Maka aku berkata, ‘Seandainya ada seseorang sebelumnya yang berkata sebagaimana yang dia katakan, niscaya aku berkata, ‘Seorang laki-laki yang hanya mengikuti ucapan yang sudah dikatakan sebelumnya.’

Aku bertanya kepada kalian, ‘Apakah kalian menuduhnya berdusta sebelum dia mengucapkan apa yang dia ucapkan?’ Kalian menjawab, ‘Tidak.’ Maka aku berkata, ‘Aku sudah tahu bahwa tidak mungkin dia meninggalkan kebohongan kepada manusia lalu dia berani berbohong atas nama Allah.’

Aku bertanya kepada kalian, ‘Apakah yang mengikutinya orang-orang lemah atau terhormat?” Kalian menjawab, ‘Orang-orang lemah.’ Maka aku berkata, ‘Mereka itulah para pengikut rasul.’ Maksudnya di awal dakwah mereka.

Aku bertanya kepada kalian, ‘Apakah pengikutnya bertambah atau berkurang?’ Kalian menjawab, ‘Bertambah.’ Maka aku berkata, ‘Demikianlah iman sehingga ia sempurna.’

Aku bertanya kepada kalian, ‘Apakah di antara pengikutnya ada yang murtad karena marah kepadanya setelah masuk ke dalamnya?’ Kalian menjawab, ‘Tidak.’ Maka aku berkata, ‘Demikianlah iman, bila cahayanya telah merasuk ke dalam hati, tidak seorang pun membencinya.’

Ini termasuk tanda kejujuran dan kebenaran paling besar, karena kebohongan dan kebatilan pasti akan terkuak, akibatnya orang-orang di sekelilingnya akan meninggalkannya dan siapa yang belum mengikutinya akan menolak mengikutinya, dusta hanya laris sesaat kemudian terbongkar.

Aku bertanya kepada kalian, ‘Bagaimana perang di antara kalian?’ Kalian menjawab, ‘Terkadang dia menang atas kami dan terkadang sebaliknya.’ Maka aku berkata, ‘Demikianlah para rasul, mereka diuji kemudian akibat baik milik mereka.’

Aku bertanya kepada kalian , ‘Apakah dia berkhianat?’ Kalian menjawab, ‘Tidak.’ Maka aku berkata, ‘Demikianlah para rasul, mereka tidak berkhianat.’

Heraklius memiliki ilmu tentang kebiasaan para rasul dan sunnah Allah yang berlaku pada mereka, bahwa terkadang Allah memenangkan mereka dan terkadang menguji mereka dan bahwa mereka tidak berkhianat, maka dia pun mengetahui bahwa itu adalah tanda-tanda rasul, bahwa sunnah Allah pada para nabi dan orang-orang beriman adalah menguji mereka dengan kebahagiaan dan kesulitan agar mereka meraih derajat syukur dan sabar.

Heraklius berkata, “Aku bertanya kepada kalian, ‘Apa yang dia perintahkan kepada kalian?’ Kalian menjawab, ‘Dia memerintahkan kami agar kami menyembah Allah semata dan tidak mepersekutukanNya dengan sesuatu. Dia melarang kami dari apa yang disembah oleh nenek moyang kami, memerintahkan kami agar mendirikan shalat, berkata jujur, bersikap bersih dan menyambung silaturrahim.’ Maka aku berkata, ‘Ini adalah sifat seorang nabi. Aku sudah tahu akan ada seorang nabi yang diutus, namun aku tidak menyangka berasal dari kalian, seandainya aku bisa menemuinya, kalau bukan kerajaan yang yang aku pegang ini niscaya aku akan pergi kepadanya, bila apa yang kamu katakan itu benar maka dia akan menguasai tempat berpijak kedua kakiku ini.’

Ucapan Heraklius ini ditujukan kepada Abu Sufyan bin Harb yang saat itu masih kafir dan dia termasuk orang yang paling gigih membenci dan memusuhi Nabi. Maka Abu Sufyan berkata kepada, maka aku berkata kepada rekan-rekanku saat kami keluar, “Sungguh besar perkara Ibnu Abu Kabsyah, sampai raja orang-orang kulit kuning mengagungkannya. Sejak saat itu aku yakin bahwa perkara Nabi akan menang sampai Allah memasukkan Islam kepadaku sekalipun atau tidak menyukai.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari secara panjang Kitab Bad`i al-Wahyi 1/42 hadits 7. Wallahu a’lam.