I. TAFSIR SURAT AL-FALAQ

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ {1} مِن شَرِّ مَاخَلَقَ {2} وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ {3} وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فيِ الْعُقَدِ {4} وَمِن شَرِّحاَسِدٍ إِذَا حَسَدَ {5}

Katakanlah:”Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai subuh,[1]. dari kejahatan makhluk-Nya, [2]. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, [3]. dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,[4]. dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.”[5]

Keutamaan Surat

Mengenai keutamaan surat ini dan surat an-Naas terdapat banyak sekali hadits, di antaranya:

– Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dia berkata, “Rasulullah SAW., bersabda, ‘Tidakkah kamu mengetahui bahwa pada malam ini telah diturunkan beberapa ayat yang tidak pernah sama sekali dilihat ada yang semisalnya; Qul `A’uudzu bi rabbil falaq dan Qul `A’uudzu bi Rabbinnaas.’” (Shahih Muslim, hadits no.814)

– Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari ‘Uqbah bin ‘Amir, di antara bunyinya menyatakan bahwa Rasulullah SAW., pernah bersabda, “Wahai ‘Uqaib! Maukah aku ajarkan kepadamu dua surat yang merupakan sebaik-baik dua surat yang dibaca manusia.?” Lalu aku berkata, “Tentu saja, wahai Rasulullah. Maka beliau pun membacakan kepadaku, ‘Qul `A’uudzu bi rabbil falaq dan Qul `A’uudzu bi rabbinnaas’ kemudian shalat pun didirikan, maka Rasulullah SAW., maju lantas membaca kedua surat tersebut, kemudian memerintahkan kepadaku seraya bersabda, ‘Bagaimana pendapatmu, wahai ‘Uqaib.? Bacalah keduanya tatkala kamu mau tidur dan bangun.’” (al-Musnad, Jld.IV, h.144; Sunan an-Nasaa`iy, Jld.VIII, h.153)

Kapan Surat Ini Dibaca?

Ketika Mengeluhkan Sesuatu Yang Sakit
Hal ini berdasarkan riwayat Malik dengan sanadnya dari ‘Aisyah RA., bahwasanya bila Rasulullah SAW., mengeluhkan rasa sakit, beliau membacakan untuk dirinya dengan al-Mu’awwidzatain (Surat al-Falaq dan an-Naas) dan meludah kecil, namun tatkala rasa sakitnya semakin parah, maka aku pun membacakan untuknya dan menyapunya dengan kedua tangannya karena berharap ada keberkahannya. (al-Muwaththa`, bab: at-Ta’awwudz wa ar-Ruqyah Fi al-Mardla, h.943)

Ketika Akan Tidur
Salah satunya telah disebutkan ketika membahas mengenai keutamaannya di atas. Hadits lainnya adalah sebagaimana terdapat di dalam Shahih al-Bukhary dari ‘Aisyah RA., bahwasanya bila Nabi SAW., beranjak ke pelaminannya (untuk tidur) setiap malamnya beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya kemudian meludah kecil lalu membaca ‘Qul huwallaahu Ahad, Qul `A’uudzu birabbil falaq dan Qul `A’uudzu birabbinnaas,’ kemudian membasuh dengan keduanya (kedua telapak tangannya yang sudah diludah kecil) bagian badan yang mampu disapunya, dimulai dari atas kepala, wajah, bagian badan selanjutnya. Beliau melakukan hal itu hingga tiga kali. (Shahih al-Bukhary, Jld.IX, h.63, hadits no.5017)

Kosa Kata

Makna lafazh `A’uudzu : Aku berlindung dan meminta perlindungan kepada-Mu, wahai Allah

Makna lafazh al-Falaq : Shubuh/pagi atau makhluk, artinya, Allah Ta’ala memerintahkan kepada Nabi-Nya agar berlindung dari semua makhluk

Makna lafazh Ghaasiq : Malam apabila telah memasuki kegelapan

Makna lafazh Idza Waqab : Bila matahari sudah terbit dan kegelapan malam telah menjelang

Makna lafazh an-Naffaatsaat : Wanita-wanita tukang sihir bila mereka menjampi dan meludah kecil pada buhul-buhul lalu menyihir manusia

Makna lafazh Haasid : Orang yang dengki dan hasad (dengki) adalah bercita-cita hilangnya nikmat dari orang lain

Surat ini mengandung al-Isti’aadzah (minta perlindungan) dari semua kejahatan baik secara umum maupun khusus, berlindung (kembali) kepada Allah dan berlindung dengan naungan rahmat-Nya dari segala keburukan serta berpegang teguh dengannya dari kejahatan semua makhluk-Nya.

Beberapa Pesan

1. Wajib hanya meminta perlindungan kepada Allah semata dari semua hal yang membahayakan, khususnya dari kegelapan, sihir dan pelakunya, hasad dan pelakunya karena besarnya keburukan tersebut

2. Surat ini banyak keutamaannya dan sangat berguna sekali, terutama di dalam mengobati sakit, ‘ain (semacam hipnotis) dan sihir

3. Surat ini menunjukkan hakikat sihir

4. Larangan berbuat hasad (iri hati) dan bahwa ia merupakan sifat yang tercela

(SUMBER: Silsilah Manaahij Dawraat asy-Syar’iyyah- fi`ah an-Naasyi`ah- at-Tafsiir karya Dr.Ibrahim bin Sulaiman al-Huwaimil, h.57-59)