Dalil-Dalil Masing-Masing Pendapat

1. Dalil Bagi Pendapat yang Mewajibkan Shalat Jum’at Secara Mutlaq
Adapun di antara dalil para ulama yang mewajibkan shalat jum’at secara mutlaq adalah sebagai berikut :
1. Keumuman firman Allah Subhanahu Wata’ala :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli” ( Al-Jumu’ah : 9)

2. Semua dalil yang menunjukkan wajibnya shalat jum’at, seperti hadits :

على كل محتلم رواح الجمعة و على كل من راح الجمعة الغسل .

“Wajib bagi setiap orang yang sudah bermimpi (baligh)untuk pergi shalat jum’at dan bagi setiap yang pergi untuk jum’at maka dia mesti mandi” (hadits shahih riwayat An-Nasa’i)

Dan hadits-hadits lainnya yang menunjukkan wajibnya shalat jum’at.

3. Karena keduanya merupakan shalat wajib ( tergantung dengan perbedaan pendapat tentang wajibnya shalat ‘ied) dimana yang satu tidak bisa menggugurkan yang lain, seperti shalat dzuhur dengan shalat ied.
Dan dalil-dalil yang lainnya

2. Dalil Bagi Pendapat yang Mewajibkan Shalat Jum’at Bagi Penduduk Kota dan Pemukiman dan Memberi Keringanan Untuk Penduduk Pedalaman Untuk Meninggalkannya

Dalil mereka adalah sama dengan dalil pendapat sebelumnya tentang wajibnya shalat jum’at, kemudian ditambah dengan atsar dari Utsman radiyallahu ‘anhu berikut ini, yaitu dari Abu Ubaid, beliau berkata :
“Aku pernah melaksanakan shalat shalat ‘ied bersama Utsman ibn Affan yang bertepatan dengan hari jum’at, lalu beliau shalat sebelum khutbah. Kemudian beliau berkhutbah :
“Wahai manusia ini adalah hari dimana dua hari raya berkumpul di dalamnya, maka barangsiapa yang datang dari desa-desa ingin menunggu shalat jum’at, maka lakukanlah dan barangsiapa diantara mereka yang ingin pulang, maka aku telah mengizinkannya” (HR.Bukhari)

3. Dalil Bagi Pendapat yang Tidak Mewajibkan Shalat Jum’at (Bagi Selain Imam Masjid) Namun Hanya Menyatakan Sunnah

1. Hadits Zaid ibn Arqam bahwa Muawiyyah bertanya kepadanya : “Apakah engkau menyaksikan bersama Rasulullah dua hari raya yang yang berkumpul di satu hari?” jawabnya : “Ya” Muawiyah bertanya : “Lalu apa yang beliau kerjakan?” Dia menjawab : “Beliau mengerjakan shalat ‘ied kemudian beliau memberikan keringanan dalam hal shalat jum’at seraya bersabda :

من شاء أن يصلي فليصل

“Barangsiapa yang ingin shalat, hendaklah dia shalat ” (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Albani)

2. Hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :

قد اجتمع في يومكم هذا عيدان فمن شاء أجزأه من الجمعة وإنا مجمعون

“Pada hari ini telah terkumpul dua hari raya, maka barangsiapa berkehendak, boleh untuk tidak ikut shalat jum’at, sedangkan kami akan melaksanakan shalat jum’at ” (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Albani)
3. Hadits Ibnu Umar, beliau bercerita : “Telah terkumpul dua hari raya dalam satu hari pada masa Rasulullah Sallallahi ‘alaihi Wasallam, beliau shalat ‘ied bersama orang-orang, kemudian bersabda :

من شاء أن يأتي الجمعة فليأتها و من شاء أن يتخلف فليتخلف

“Barangsiapa yang mau mendatangi shalat jum’at silahkan mendatanginya, dan barangsiapa yang tidak mau mendatangi shalat jum’at silahkan tidak mendatanginya” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Albani)
4. Atsar yang diriwayatkan Atho ibn Abi Rabah, beliau berkata :
“Ibnu Zubair pernah shalat mengimami kami pada hari raya yang bertepatan dengan hari jum’at pada awal siang, lalu kami berangkat shalat jum’at, tapi beliau tidak keluar untuk shalat jum’at, maka kami shalat jum’at sendiri. Waktu itu Ibnu Abbas berada di Thaif, lalu begitu beliau datang kami tanyakan hal itu, beliaupun menjawab : “Ia telah melaksanakan sesuai dengan sunah”(HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Albani)

Dan masih banyak dalil-dalil lain yang disebutkan dalam kitab-kitab fiqih.
Pendapat inilah yang dipilih oleh al-Lajnah ad-Daimah dalam fatwanya.
Pendapat ini jugalah yang dipilih oleh sebagian ahli ilmu pada zaman ini diantaranya Syaikh Sa’id ibn ‘Ali al-Qahthani, Syaikh Husain al-Awaisyah, Abdul ‘Adzim al-Badawi,Abu Malik penulis kitab “Shahih Fiqh Sunnah” dan yang lainnya.