Seseorang berkata, ‘Saya telah berdo’a dan meminta kepada Allah berulang kali, tetapi Allah tidak mengabulkan do’a saya dan tidak memberikan apa yang saya minta, lalu apa yang harus saya lakukan agar Allah mengabulkan do’a saya dan memberikan yang saya minta”.

Demikianlah kasus yang menimpa sebagian umat Islam dalam berdo’a kepada Allah, sehingga untuk menjawab permasalahan ini harus diketahui dahulu makna do’a, syarat-syaratnya dan adab-adabnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa ada seorang Badui datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasalam dan bertanya: “Apakah Tuhan itu dekat sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, ataukah jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya? Maka Nabi shallallahu alaihi wasalam terdiam, dan sebagai jawabannya turunlah surat Al-Baqarah 186, yaitu:

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a, apabila ia berdo’a kepada-Ku”. (Al-Baqarah 186).

Allah menjelaskan bahwa Ia akan mengabulkan do’a orang-orang yang berdo’a kepada-Nya. Lalu apakah sesungguhnya makna do’a itu? Para ulama menjelaskan bahwa do’a itu ialah permohonan (kepada Allah) dengan penuh ketundukkan dan kerendahan. Juga dijelaskan oleh Nabi shallallahu alaihi wasalam tentang syarat-syarat do’a, di antaranya adalah:

  • Mencari yang halal

    Allah Ta’ala tidak akan mengabulkan do’a bagi siapa saja yang makanannya diperoleh dengan cara haram, seperti riba, menipu, memakan harta orang lain dengan cara batil, dan sebagainya.
    Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu , ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda:
    “Wahai Manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, Dia tidak menerima ke-cuali yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang mukmin dengan apa-apa yang diperintahkan oleh para rasul. Maka Dia berfirman, ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ (Al-Mukminun: 51) dan Dia berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman, makan-lah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu’. (Al-Baqarah: 172).

    Kemudian Nabi menyebutkan: “Seorang laki-laki yang telah berkelana jauh dengan rambutnya yang kusut masai dan pakaian yang penuh debu, ia menengadahkan tangannya ke langit sambil berdo’a; ‘Ya Allah, ya Allah’, sedang makanannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dan dibesarkan dengan makanan haram, bagaimana Allah akan mengabulkan do’anya itu”. (HR Muslim).

  • Dengan keyakinan yang pasti

    Maksudnya hendaklah di dalam berdo’a memiliki keyakinan yang pasti tanpa keraguan sedikitpun bahwa do’anya akan dikabulkan oleh Allah dengan kekuasaan-Nya. Dari Abu Harairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu mengatakan; ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau menghendaki, rahmatilah aku jika Engkau menghendaki’, tetap hendaklah berkeinginan kuat dalam permohonannya itu karena sesungguhnya Allah tiada sesuatu pun yang memaksa-Nya untuk berbuat sesuatu.” (HR. Abu Daud)

  • Tidak meminta sesuatu yang tidak masuk akal.

    Tidak dibenarkan apabila seseorang meminta sesuatu yang mustahil atau sesuatu di luar tabiat manusia, seperti ingin memiliki/menguasai seluruh bumi, ingin menjadi orang yang paling kuat di atas bumi ini, mendo’akan kejelekan bagi orang lain, dan sebagainya, sebab hal itu dilarang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasalam .

    Sebagai tambahan renungan marilah kita cermati satu riwayat bahwa pada suatu saat ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibrahim bin Adham, “Wahai Syaikh, Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an, artinya: “Berdo’alah kamu kepada-Ku, niscaya Ku-kabulkan do’amu itu”.

    Maka aku senantiasa berdo’a kepada Allah, tetapi mengapa do’a saya tidak dikabulkan oleh Allah? Ibrahim berkata: “Itu disebabkan lima perkara, yaitu:
    Pertama, kamu mengenal Allah tetapi kamu tidak menunaikan hak-Nya.
    Kedua , kamu membaca Al-Qur’an tetapi kamu tidak melaksanakan apa yang ada di dalamnya.
    Ketiga, kamu mengatakan mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wasalam tetapi sunnah-nya kamu tinggalkan.
    Keempat, kamu mengatakan kami melaknati iblis tapi kamu mengikutinya.
    Kelima, kamu tidak memperhatikan aib pada dirimu karena disibukkan mencari aib orang lain”. (Mukhtashar Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi).

Adapun adab-adab berdo’a banyak sekali di antaranya adalah:

  • Berdo’a dengan memilih waktu-waktu yang memiliki keutamaan seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum’at, sepertiga terakhir dari malam hari, waktu sahur, ketika sedang sujud, ketika turun hujan, antara adzan dan iqamat, saat mulai pertempuran, dalam ketakutan, atau sedang beriba hati, dan sebagainya.
  • Shalat dan bertaubat setelah selesai shalat, karena tidak akan dikabul-kan do’a orang yang meninggalkan shalat dan melakukan dosa-dosa besar walaupun ia berdo’a sedang ia terus menerus melakukan perbuatan yang dilarang tersebut.
  • Termasuk adab berdo’a adalah dengan menghadap kiblat.
    Adapun tatkala ada orang yang mengatakan bahwa dirinya telah berdo’a tetapi do’anya tidak dikabulkan, maka jawabannya sebagaimana yang disebut-kan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Aqidah Al-Wasathiyah dan juga disebutkan dalam Aqidah Ath-Thahawiyah dengan kesimpulan sebagai berikut:

* Tergesa-gesa ingin dikabulkan do’anya.

Banyak sekali terjadi di tengah-tengah masyarakat seseorang berhenti dari berdo’a dengan alasan telah berdo’a berkali-kali tetapi do’anya tidak terkabul, padahal justru dari pikiran itulah menjadi sebab tidak terkabulnya do’a. Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda:

“Tentu do’a seseorang akan dikabulkan oleh Allah, selama orang itu tidak terburu-buru (ingin dikabulkan), yaitu dengan mengatakan; “Saya telah berdo’a tetapi do’a itu tidak juga dikabulkan Tuhan !” (Mutafaq ‘Alaih).

Berkata Umar bin Al-Khaththab: “Saya tidak terlalu mementingkan terkabulnya do’a tetapi yang terpenting bagiku adalah do’a itu (adalah ibadah) sehingga apabila kepentinganku adalah berdo’a maka ijabahnya akan mengikutinya”. Jadi sekalipun seseorang tidak terkabulkan do’anya sebenarnya orang tersebut telah mendapatkan pahala di sisi Allah, dan kelak do’a yang belum terkabul tersebut akan menjadi syafa’at bagi pemiliknya.

* Meminta sesuatu yang tidak mendatangkan maslahat.

Allah Ta’ala Mahatahu akan maslahat dan madharat dari apa yang akan diberikan kepada hamba-Nya, dan sebagian dari kebijaksanaan Allah adalah tidak dikabulkannya do’a yang tidak mendatangkan maslahat bahkan mendatangkan madharat, misalnya orang yang berdo’a agar anak perem-puannya diperistri oleh orang yang kaya raya dengan maksud ia akan mendapat-kan rizki (harta) darinya, sedang ia tidak tahu hal itu akan mendatangkan maslahat atau tidak. Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:

“Tidaklah seorang muslim di atas bumi ini berdo’a kepada Allah dengan suatu do’a melainkan do’anya tersebut akan dikabulkannya, atau dihindarkan orang itu dari bahaya sebanding dengan apa yang dimintanya, selama do’a itu tidak mengandung dosa atau bermaksud hendak memutuskan silaturrahim”. Salah seorang sahabat bertanya: “Kalau bagitu kami memperbanyak do’a (permohonan)!” Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda: “Allah lebih banyak lagi (dalam mengabulkannya)”. (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Hakim).

* Tidak terkabulnya permintaan atau do’a seseorang disebabkan Allah tidak menghendaki hal tersebut.

Tetapi tidak terkabulnya do’a tersebut tidak menghilangkan manfaat dari do’a itu, karena seseorang yang berdo’a sekalipun do’anya tidak dikabulkan, sesungguhnya ia tetap diberi pahala oleh Allah atas do’anya tersebut. Disebutkan oleh beberapa ulama bahwa ada kalanya Allah akan menunda terkabulnya do’a pada hari kiamat sebagai syafaat bagi pemiliknya.

Begitu juga Allah melarang do’a kejelekan bagi dirinya dan orang lain sekalipun seorang bapak atau ibu yang mendo’akan kejelekan kepada anaknya sewaktu marah, karena Rasulullah mengkhawatirkan do’a itu bertepatan dengan waktu dimana pada saat itu Allah menerima atau mengabulkan do’a dari hamba-Nya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasalam :

“Janganlah kamu berdo’a buruk terhadap dirimu, begitupun terhadap anak-anakmu, dan terhadap harta bendamu !! Jangan sampai nanti do’amu itu bertepatan dengan suatu saat dimana Allah sedang memenuhi permohonan, hingga do’a burukmu itu benar-benar terkabul”. (HR Muslim).

(Agus Effendi)