Jihad, amalan terbaik dan tertinggi, puncak dari punuk Islam, dengannya umat Islam meraih kemuliaan dan kejayaan, dengannya kaum muslimin menguasai dunia dan memayunginya dengan keadilan, tanpanya umat merosot ke derajat yang memprihatinkan, tanpanya kaum muslimin bagaikan singa tanpa kuku dan taring.

Berikut ini adalah bait-bait syair tentang jihad yang diucapkan oleh seorang ulama mumpuni sekaligus mujahid agung Abdullah bin al-Mubarak, rahimahulllah.

Dia berkata,

ياَ عَابدَ الحَرَمَيْنِ لَوْ أَبْصَرْتَنَا
لَعَلِمْتَ أَنَّكَ فِي العِبَادَةَ تَلْعَبُ

Wahai orang yang beribadah di dua Haram jika kamu melihat kami
Niscaya kamu mengetahui bahwa kamu bermain-main dalam ibadah

مَنْ كَانَ يَخْصَبُ خَدَّهُ بِدُمُوْعِهِ
فَنُحُوْرُنَا بِدِمَائِنَا تَتَخَضَّبُ

Barangsiapa pipinya basah oleh air matanya
Maka leher kami basah oleh darah kami

أَوْ كَانَ يُتْعِبُ خَيْلَهُ فِي بَاطِلِ
فَخُيُوْلُنَا يَوَمَ الصَّبِيْحَةِ تَتْعَبُ

Atau dia melelahkan kudanya dalam kebatilan
Maka kuda-kuda kami lelah dalam penyerangan di pagi hari

رِيْحُ العَبِيْر لَكُمْ، وَنَحْنُ عَبِيْرنَا
وَهَجُ السَنَابِكِ والغُبَارُ الأَطْيَبُ

Aroma air mata milik kalian, sementara aroma kami
Adalah dentingan senjata dan debu yang harum

وَلَقَدْ أَتَانَا مِنْ مَقَالِ نَبِيِّنَا
قَوْلٌ صَحِيْحٌ صَادِقٌ لاَيَكْذِبُ

Sabda nabi kami telah datang kepada kami
Ucapan yang shahih lagi benar yang tidak berdusta

لا يَسْتَوِي وغُبَارُ خَيْلِ اللهِ فِي
أَنْفِ امْرِئٍ وَدُخَانُ نَارٍ تَلْهَبُ

Tidak akan bertemu debu terjangan kuda Allah di
Hidung seseorang dengan asap neraka yang menyala

هَذَا كِتَابُ اللهِ يَنْطِقُ بَيْنَنَا :
لَيْسَ الشَّهِيْدُ بِمَيِّتٍ لايَكْذِبُ

Ini adalah kitab Allah berbicara di antara kita :
Orang yang gugur sebagai syahid tidak mati, ia tidak dusta.

Siapa Ibnul Mubarak

Dia adalah Abdullah bin al-Mubarak bin Wadhih, Abu Abdurrahman al-Hanzhali al-Marwazi, salah seorang tabiut tabiin yang mulia, seorang hafizh, mujahid, ulama, dermawan. Lahir tahun 118 H. Mulai menuntut ilmu dalam usia dua puluh tahun. Syaikh pertamanya adalah ar-Rabi’ bin Anas. Pada tahun 141 H dia melakukan perjalanan mencari ilmu dan dia mendengar dari tabiin yang masih tersisa. Kesibukan hidupnya adalah menuntut ilmu, berjihad, berniaga dan memberi nafkah kepada sesama mujahid dan penuntut ilmu serta memberangkatkan mereka menunaikan ibadah haji. Wafat tahun 181 H dalam usia enam puluh tiga tahun sepulang dari salah satu peperangan yang diikutinya. Di makamkan di desa Hait. Irak.

Latar belakang bait-bait ini

Hafizh Ibnu Asakir meriwayatkan dalam biografi Abdullah bin al-Mubarak, Abdullah bin Muhammad qadhi Nashibiyin berkata, Muhammad bin Ibrahim bin Abu Sukainah menyampaikan kepadaku bahwa Abdullah bin al-Mubarak mendiktekan bait-bait ini di Tharsus kepadanya sementara dia bersiap-siap untuk berangkat berjihad. Dan dia mengirimkannya bersamanya kepada al-Fudhail bin Iyadh pada tahun 174 H. Dia berkata…Lalu dia menyebutkan bait-bait di atas.

Ibnu Abu Sukainah berkata, maka aku bertemu al-Fudhail di Masjidil Haram, aku memberikan kertas itu, ketika dia membacanya dia menangis, dia berkata, “Abu Abdurrahman benar, dia telah menasihatiku.” Kemudian dia berkata kepadaku, “Apakah kamu termasuk orang-orang yang menulis hadits?” Aku menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Tulislah hadits ini.” Lalu al-Fudhail bin Iyadh mendiktekan kepadaku, Manshur bin al-Mu’tamir menyampaikan kepada kami dari Abu Shalih dari Abu Hurairah bahwa seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku suatu amalan yang dengannya aku meraih pahala para mujahidin di jalan Allah.” Nabi saw bersabda, “Apakah kamu mampu shalat tanpa henti dan berpuasa tanpa berbuka?” Dia menjawab, “Ya Rasulullah, aku lebih lemah untuk bisa demikian.” Kemudian Nabi saw bersabda, “Demi dzat yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya kamu mampu pun, kamu tetap tidak akan mencapai derajat para mujahidin di jalan Allah. Apakah kamu tidak mengetahui bahwa kuda seorang mujahid berlari dengan tali kekangnya lalu dengan itu kebaikan-kebaikan ditulis untuknya.”

Penjelasan

Terbaca dengan jelas dari latar belakang bahwa bait-bait ini bertujuan menasihati, ia dikatakan oleh seorang yang tulus kepada saudaranya, mengingatkan sahabat agar memperhatikan yang lebih utama dan lebih tinggi, sebab beribadah di Haramain dengan keutamaannya yang besar dan berlipat ganda, namun hal itu bersifat personal, artinya ia kembali kepada pribadi, lain halnya dengan jihad yang kemaslahatannya adalah umat secara keseluruhan.

Dalam bait pertama penyair memanggil rekannya sesuai dengan apa yang dia lakukan di Haramain, yaitu beribadah. Ini berarti dia tidak menutup mata dari keutamaan apa yang dilakukan rekannya tersebut, namun begitu jika apa yang dilakukan oleh rekannya itu dibandingkan dengan apa yang dia lakukan, niscaya akan terlihat perbedaan yang cukup jauh, sehingga penyair menyatakannya, ‘Bermain-main.’

Dalam bait kedua penyair mengatakan, seorang ahli ibadah yang khusu’ lagi takut kepada Allah menangis di hadapanNya, takut dosa-dosanya akan mencelakakannya, air mata menetes di pipinya, lain perkara dengan seorang mujahid, dia tegar, bernyali kuat dan bermental baja, tidak tegar walaupun darah menetes di lehernya.

Dalam bait ketiga penyair membandingkan antara dua pemilik kuda. Yang pertama menggunakan kudanya untuk bermain-main, bersibuk dalam kebatilan, kuda seperti ini merupakan sumber dosa bagi pemilikinya. Yang kedua memanfaatkan kudanya untuk membela umat, menegakkan kalimat Allah dan menjaga kehormatan umat, kuda ini adalah sumber kebaikan bagi pemikinya. Ada sisi kesamaan di antara keduanya, yaitu sama-sama lelah.

Dalam bait keempat penyair menyatakan bahwa jika ahli ibadah bergelut dengan aroma air mata maka seorang mujahid bergelut dengan dentingan suara besi yang beradu dan berselimut debu medan perang.

Dalam bait kelima dan keenam penyair menyitir sabda Nabi saw, “Tidak terkumpul pada seorang hamba debu di jalan Allah dan asap Neraka Jahannam.” (HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah dan dia berkata, “Hadits hasan shahih.”).

Dalam bait akhir penyair menghadirkan makna firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, bahwa mereka itu mati, karena sebenarnya mereka itu hidup tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Al-Baqarah: 154).
(Izzudin Karimi)