Thaksin Shinawatra, PM Thailand mengakui kekeliruan kebijakan politik berdarahnya di dalam menangani kaum Muslimin di selatan negerinya. Ia beralasan bahwa sebagai manusia, ia bisa saja keliru atau benar dalam bertindak dan ia bertekad untuk memperbaiki kekeliruannya itu.

Seperti diketahui bahwa tentara pemerintah telah melancarkan perang berdarah terhadap kaum Muslimin di selatan yang menyebabkan tewasnya ratusan kaum Muslim yang tak berdosa di sana serta puluhan lainnya menderita luka-luka.

Thaksin mengungkapkan kesiapan pemerintahnya untuk mengkaji ulang kebijakan politiknya tersebut di dalam menangani masalah yang terjadi di beberapa propinsi di wilayah selatan negaranya yang berpenduduk mayoritas Muslim itu dan setuju untuk memakai jalur damai.

Hal tersebut disampaikannya dalam pertemuan dengan para anggota parlemen dan kongres negara itu, kamis kemarin.

Thaksin berjanji akan membatalkan politik yang selama ini ia jalankan, khususnya politik pemetaan kawasan di mana ia setiap kawasan dibagi menjadi kawasan merah, kuning dan hijau tergantung sikapnya terhadap pemerintah. Artinya, kawasan yang teridentifikasi ‘merah’ tidak akan mendapatkan suplai dan dana dari pemerintah pusat.

Ia juga berjanji akan menarik semua pasukannya dari selatan dan akan mengikuti cara-cara yang konstitusional dalam menyikapi elemen-elemen yang melanggar undang-undang dan berbahaya bagi keamanan nasional dan negaranya. Demikian seperti yang diklaimnya.

Thaksin juga mengaku akan memberikan dukungan secara penuh kepada ‘Panitia Rekonsiliasi Nasional’ (PRN) yang baru dibentuk. Panitia ini bekerja untuk menanggulangi masalah selatan dan dipimpin mantan PM Thailand, Anand yang merupakan sosok yang disegani oleh semua lapisan. Thaksin menyiratkan bahwa pemerintah tidak akan campur tangan.

Sementara itu, Thaksin juga menjelaskan akan mempelajari secara serius 9 butir usulan yang diajukan pemimpin partai oposisi ‘Partai Demokrat’ yang intinya menghentikan siasat pemetaan dengan tiga klasifikasi di atas, mendefinisikan kembali secara jelas misi pasukan keamanan di wilayah selatan, yaitu untuk pembangunan bukan untuk penggunaan kekerasan, mendirikan lembaga-lembaga konsultatif untuk menyelesaikan problema yang terjadi di kawasan-kawasan wilayah selatan tersebut dengan cara mengadakan kerjasama yang mendukung peran-serta seluruh lapisan masyarakat mulai dari penduduk setempat, para tokoh masyarakat hingga para tokoh agama, menjamin diberlakukannya pengadilan yang adil, menambah kesempatan memberdayakan ekonomi masyarakat setempat dan mempertimbangkan tradisi, kebudayaan dan agama mereka serta memperbaiki kesempatan mendapatkan pembelajaran bagi para pemuda dan anak-anak. Di samping itu, juga mengadakan koordinasi dengan lembaga-lembaga internasional dalam membantu mengurangi kondisi instabilitas dan memberikan kewenangan kepada PRN yang baru untuk melakukan aktifitasnya secara independen dengan menunjuk mantan PM sebagai koordinator.

Perubahan sikap ini timbul setelah mayoritas anggota parlemen mengkritik pemerintah dalam pertemuan bersama yang dianggap jarang terjadi tersebut. Mereka menyiratkan bahwa kondisi instabilitas dan perlawanan di wilayah selatan tersebut terjadi bukan akibat kemiskinan dan desakan ekonomi akan tetapi akibat pemerintah gagal di dalam memahami karakter kaum Muslimin, cara hidup, kebudayaan dan agama mereka. (istod/AH)