Sidang Jum’at rahimakumullah
Segala keagungan, kekuasaan dan segenap yang ada hanyalah milik Allah semata. Manusia adalah makhluk yang dha’if, jiwa dan raganya adalah milik Allah Subhannahu wa Ta’ala. Kita hidup atas curahan rahmat dan belas kasih-Nya. Karena itu sudah sepatutnya selalu bersyukur kepada Allah, beribadah, mengabdi dan mentaati segala perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya.

Setiap muslim pasti mengaku dirinya mencintai Allah . Orang bisa dengan mudah mengaku dirinya cinta kepada Allah. Kata cinta kepada Allah memang ringan diucapkan oleh lisan, tapi tidak demikian dengan hakekat cinta itu sendiri. Hakekat cinta kepada Allah adalah sesuatu yang sangat agung. Ia tidak mudah dicapai, penuh liku dan memerlukan banyak pertanda. Laksana kesehatan, betapa banyak orang yang ingin sehat tetapi ia makan hal-hal yang membahayakannya, perbuatan yang sesungguhnya kontradiksi dengan keinginannya semula. Karena itu, hendaknya seseorang tidak tertipu oleh setan sehingga merasa dirinya telah mencintai Allah, padahal justru ia melakukan hal-hal yang menafikan cinta itu atau tidak bisa memenuhi beberapa pertanda cinta kepada Allah dengan sebenarnya.

Sidang Jum’at yang berbahagia
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan bahan ujian sekali-gus pertanda diri kita benar-benar mencintai Allah Subhannahu wa Ta’ala.
Ibnu Qudamah dalam “Mukhtashar Minhajil Qashidin” menyebutkan di antara tanda cinta kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala adalah :

Mengharap pertemuan dengan Allah di surga.

Seperti kita temui dalam kehidupan sehari-hari, bila seseorang mencintai saudaranya sesama Muslim, tentu ia amat berharap dan suka bertemu dengan orang yang dicintainya itu.

Hal ini bukan berarti kontradiksi (berlawanan) dengan ketakutan seseorang terhadap datangnya kematian. Orang Mukmin takut menghadapi kematian. Dikisahkan seorang tabi’in bernama Amr bin Maimun Al-Audi, seorang yang mendapati masa Jahiliyah tetapi tidak sempat bertemu dengan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Bila ia ingat mati maka seluruh anggota tubuhnya menjadi lunglai seperti mati.

Meskipun demikian, di antara orang-orang ada yang mencintai kematian, sebagian ada yang membencinya, entah karena lemahnya kecintaan itu atau karena hatinya terpedaya dengan kesenangan dunia atau karena melihat banyaknya dosa lalu ia masih mencintai hidup sehingga masih memiliki kesempatan untuk bertaubat.

Mendahulukan apa yang dicintai Allah daripada apa yang ia cintai sendiri secara lahir batin.

Karena itu ia harus menjauhi hawa nafsu, meninggalkan kemalasan, serta tidak melakukan maksiat kepada Allah. Sebalik-nya ia mesti terus menerus mentaati Allah dan mendekatkan diri kepadaNya dengan berbagai bentuk amal ibadah.

Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya: “Orang yang cerdik adalah orang yang menundukkan hawa nafsunya dan beramal untuk hidup sesudah mati. Dan orang yang dungu adalah orang yang menuruti hawa nafsunya dan mengharapkan sesuatu angan-angan kosong kepada Allah”.

Senantiasa dzikir dan ingat kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala.

Lisannya selalu basah dengan dzikir, sedang hatinya tak pernah sunyi dari mengingat Allah . Seperti halnya kita temui dalam pergaulan sehari-hari, orang yang mencintai saudaranya sesama muslim tentu akan lebih banyak mengingat dan menyebutnya bahkan dengan hal-hal yang ada kaitannya dengan orang yang mencintainya itu, ia tak akan lupa. Maka orang yang mencintai Allah adalah juga orang yang mencintai Al-Qur’an dan mencintai RasulNya Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam.

Allah berfirman:
“Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Ali Imran : 31).

Senang menyendiri, bertafakur, bermunajat dan menelaah kitab-Nya, serta rajin melakukan tahajjud.

Jika kecintaan kepada Allah telah menguasai hati, maka menyendiri dan bertafakur adalah puncak kebahagiaan dan kenikmatan, hatinya akan tenggelam dibawa oleh emosi cinta kepada Allah, bahkan bisa melalaikannya dari urusan dan perkara dunia. Bila ia merasa melewatkan dzikir kepada Allah maka ia akan menyesal dan segera menggantinya dengan berbagai ketaatan kepada Allah.
“Ketahuilah, dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tenang”.

Mengasihi orang Mukmin dan keras kepada orang kafir.

Allah berfirman:
“Bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan berlemah lembut terhadap sesama mereka (orang-orang beriman)” (Al-Fath : 29).

Terhadap sesama Mukmin yang lain, orang beriman tidak merendahkan, mencela atau marah. Ia akan selalu bersikap santun dan menghormati, menolong dan meringankan beban yang dipikulnya bahkan ia akan memberikan yang terbaik buat saudara-nya sesama muslim.

Hendaknya kecintaan itu antara takut, harap dan pengagungan.

Takut bukanlah lawan dari cinta, bahkan kita temui kecintaan seseorang kepada sesuatu akan selalu dibarengi dengan ketakutan, misalnya takut kehilangan dsb. Orang-orang yang mencintai Allah secara sempurna akan benar-benar takut kepadaNya. Ketakutan yang berkaitan erat dengan cinta kepada Allah itu sendiri bertingkat, takut diacuhkan, takut dihalangi dan yang paling tinggi adalah takut dijauhi.

Merahasiakan kecintaan kepada Allah, selalu menjaga untuk tidak mempermalukan kecintaan itu kepada orang lain.

Kebenaran cinta kepada Allah tidak mesti harus dikatakan. Cinta, sebagaimana kita sebutkan di muka, tidak diukur dengan manisnya kata-kata tetapi ia dibuktikan dengan amal perbuatan nyata. Bahkan kecintaan yang diobral, diberitahukan kepada setiap orang, pertanda ia masih ragu dengan kecintaan itu sendiri. Apalagi kecintaan kepada Allah, bila selalu diberitahukan kepada setiap orang, kita takut akan kemasukan riya’ (pamer) yang dengan begitu serta-merta akan menghapus semua bentuk pengakuan cinta terebut. Cinta kepada Allah harus dirawat dalam hati dan dinyatakan dalam realisasi takwa yang sebenarnya.

Sidang Jum’at rahimakumullah
Setelah kita ketahui berbagai pertanda kecintaan kepada Allah, terasa oleh kita betapa berat untuk bisa mendapatkannya. Masing-masing pribadi kita, dengan menerapkan ke tujuh”materi ujian’’ di atas, tentu akan mengetahui seberapa jauh kecintaan kita kepada Allah. Mungkin sebagian kita merasa, satu dua dari pertanda itu dapat dipenuhi, tetapi bagaimana halnya dengan pertanda yang lain ? Masing-masing kita tentu lebih mengetahui sampai di mana tingkatan yang kita capai dalam kecintaan kepada Allah.

Kecintaan kepada Allah adalah realisasi dari keimanan yang hak kepada-Nya. Dan apabila akar iman telah menghunjam kuat dalam hati maka ia akan berpengaruh dalam jiwa dan dalam seluruh aspek hidup.

Suatu teladan yang baik dalam hal ini adalah kisah sahabat Haritsah yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Al-Bazaar.

Suatu hari, ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berada di tengah-tengah sahabatnya, beliau bertanya kepada sahabat Haritsah, artinya: “Bagaimana keadaanmu wahai Haritsah? Ia menjawab: Aku telah menjadi orang yang beriman secara hak (benar). Rasul lalu bertanya kepadanya: Setiap yang hak memiliki hakekat, maka apa hakekat imanmu? Haritsah menjawab: Jiwaku telah tumpul dari (menikma-ti) dunia, bagiku sama saja antara emas dengan debu (tanah), dan seakan-akan aku melihat ahli neraka di neraka sedang disiksa, seakan-akan aku melihat Arsy Tuhanku dengan jelas. Untuk itu, aku begadang pada malamku dan aku berdahaga di siang hariku; Maka kepadanya Rasulullah n bersabda: Wahai Haritsah, engkau telah mengetahui maka tepatilah. Lalu Nabi n bersabda : (Ia adalah) seorang hamba yang hatinya disinari oleh Allah dengan cahaya iman; Lalu Haritsah memohon : Wahai Rasulullah, do’akanlah (aku) kepada Allah agar (Ia) memberiku rizki kesyahidan di jalan-Nya; Maka Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam mendo’akannya dan ia termasuk di antara syuhada (pada perang) Badar”.(HR Thbrani dan Al-Bazaar).

Sidang Jum’at yang berbahagia
Dari kisah di atas kita ketahui, sahabat Haritsah adalah salah seorang profil Mukmin sejati yang benar-benar mencintai Allah, mencintaiNya di atas segala-galanya. Kecintaannya yang hak menjadikannya tak mampu membedakan antara nilai emas dan debu, dunia sangat tidak berarti bagi dirinya, karena ia sangat menikmati cintanya kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala.

Allah berfirman:
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagai-mana mereka mencintai Allah; Adapun orang-orang yang beriman mereka sangat cintanya kepada Allah”.(Al-Baqarah:165).

Mudah-mudahan Allah menggerakkan hati kita untuk senantiasa cenderung dan cinta kepadaNya, mentaati perintahNya dan menjauhi laranganNya sehingga pada akhirnya kita tergolong di antara para Mukmin sejati yang benar-benar mencintai Allah dan selalu menikmatinya.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَاسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Bacaan Khutbah Pertama :

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

Khutbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.

Oleh: Ainul Haris