Urgensi Persaudaraan Dan Solidaritas

Pepatah mengatakan bahwa “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”. Tidak ada cara lain untuk menyelamatkan seluruh aset dan potensi Umat Islam melainkan dengan menerjemahkan arti persaudaraan dan solidaritas secara benar, lalu diwujudkan dalam interaksi sosial dan prilaku kehidupan, Nabi Muhammad Salallahu alaihi wasallam telah memberi gambaran kepada kita secara jelas tentang potret persaudaraan . Beliau bersabda:

“Orang mukmin bagi orang mukmin lainnya seperti bangunan, satu sama lain saling menguatkan”. Dan Rasulullah SAW menjalike jari-jarinya. (Muttafaq alaih).

Dan beliau Salallahu alaihi wasallam juga bersabda:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling cinta, saling belas kasihnya dan saling perhatiannya laksanan badan jika salah satu anggota ada yang sakit, maka yang lainnya merasa mengeluh dan panas”.(Muttafaqun alaih).

Landasan dan dasar persaudaraan dan solidaritas

Menurut Islam, bangunan persaudaraan dan solidaritas hanya bisa ditegakkan di atas aqidah dan manhaj yang sahih, karena persaudaraan tanpa adanya landasan -yang jelas dan kokoh yang mampu menyatukan berbagai kepentingan, ambisi dan keinginan- merupakan suatu hal yang mustahil. Maka memperjelas landasan dan manhaj persaudaraan itu lebih penting daripada persaudaraan itu sendiri, kecuali yang dikehendaki dari persaudaraan tersebut hanya berbaris dan bersatu secara jasad yang hampa dari nilai ketaqwaan, keimanan dan moralitas agama. Oleh sebab itu para rasul khususnya nabi Muhammad diperintahkan terlebih dahulu untuk menegakkan agama dan jangan berpecah-belah dalam menerima kebenarannya sebagaimana dalam firmanNya, yang artinya: “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya”. (Asy-Syura: 13).

Jadi persaudaraan yang kita inginkan adalah persaudaraan yang mampu menjamin kesamaan ideologi, pemikiran, misi, visi, prinsip dan pandangan hidup tanpa harus menghilangkan kemerdekaan beraspirasi, berkreasi dan berkomunikasi, asalkan masih dalam koridor yang dibolehkan Aqidah Islam.

Dengan melandaskan persaudaraan dan solidaritas di atas aqidah, kita bisa dengan mudah menghancurkan dan meluluhkan segala bentuk kebatilan . Apabila bentuk persaudaraan tidak seperti di atas, maka Umat Islam hanya menjadi bulan-bulanan umat lain dan menjadi obyek dari berbagai kepentingan belaka. Dalam hal ini Rasulallah Salallahu alaihi wasallam telah memberi peringatan cukup jelas tentang kondisi Umat Islam, bila dalam hidupnya keluar dari Aqidah Islam dan lebih memilih keduniaan (artinya): “Hampir-hampir umat lain bersekongkol mengeroyok kalian seperti orang-orang makan mengeroyok makanan dari nampan. Seorang bertanya: Apakah kita di saat itu sedikit Wahai Rasulallah? Beliau menjawab: Bahkan kalian banyak tetapi kalian seperti buih banjir. Dan Allah mengambil dari hati-hati musuhmu rasa takut terhadap kalian, lalu Allah memasukkan di hatimu (penyakit) wahan. Kami (para sahabat) bertanya: Wahai Rasulallah apa itu wahan?. Beliau menjawab: Cinta dunia dan benci mati. (HR Ahmad dan Abu Daud)

Penyebab Perpecahan dan Pertikaian Umat Islam

Perpecahan bukanlah semata-mata takdir dan ketentuan sunatullah akan tetapi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor manusiawi.

Adapun foktor-faktor yang dominan menjadi pemicu perpecahan di kalangan Umat Islam antara lain:

  • Bercampurnya ajaran kesyirikan dan kebid’ahan dengan ajaran Islam sehingga sebagian Umat Islam sudah tidak mampu membedakan antara ajaran yang murni dengan ajaran yang batil.
  • Bodohnya sebagian Umat Islam terhadap ajaran Islam yang murni dan sangat lemah untuk mempelajari ajaran islam secara benar.
  • Fanatis dan taklid buta terhadap kelompok, tokoh atau figur.
  • Lebih senang mengedepankan keinginan hawa nafsu dengan mengorbankan nilai-nilai keimanan.
  • Mendahulukan akal dan logika belaka daripada nash-nash Al-Qur’an dan hadits.

Kiat-kiat untuk merealisasikan persaudaraan dan solidaritas

  • Pemurnian tauhid dan luruskan aqidah serta bersihkan kesyirikan, bid’ah, takhayul dan khurafat, karena tidak mungkin kita menyatukan umat dalam satu barisan sementara masih ada perbedaan yang fondamental dalam masalah aqidah
    Firman Allah SWT, artinya: Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Ar-Rum: 31-32).
  • Persaudaraan dan solidaritas yang selalu mengedepankan ilmu dan cinta ulama, sebab ilmu adalah kunci perekat nilai persaudaraan, semakin tinggi kesadaran ilmu agama seseorang semaikin tinggi ilmu ruhiyah persaudaraan yang ia perjuangkan.
    Sabda Rasulallah:
    Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan pada dirinya, maka ia difahamkan dalam urusan agama . (Mutafaq ‘Alaih)
  • Mampu menundukkan nafsu dan keinginannya di bawah apa yang dibawa oleh Rasulallah.
    Sabda Rasulallah:
    Tidaklah beriman diantara kalian sehingga ia memperturutkan hawa-nafsunya dengan apa yang aku bawa dan tidak melenceng darinya.
  • Menanggalkan segala bentuk fanatis terhadap figur, kelompok dan golongan tertentu dan hanya fanatis terhadap Aqidah Islam.
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
  • Memerangi segala bentuk taklid yang membabi-buta yang mengalahkan obyektifitas dalam memerima dali-dalil kebenaran.

Dan janganlah mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al-Isra’: 36).

Hak dan kewajiban dalam hidup bersaudara

  • Saling mengasihi dan menyayangi antara sesama saudara mukmin berdasarkan sabda Rasulallah salallahu alaihi wasallam
    “Tidaklah beriman diantara kalian sehingga saudaranya lebih dicintai dari pada dirinya sendiri.”
  • Saling memberi pertolongan dan bantuan dalam segala keperluan dan kebutuhan
    Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan dari saudara mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesulitan darinya di hari Kiamat, dan barangsiapa yang memudahkan orang sedang dalam kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim).
  • Saling mengujungi dan menziarahi, karena hal tersebut akan menumbuhkan persaudaraan dan mendatangkan rahmat dari Allah serta akan diluarkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya.
    Barang siapa yang senang diluaskan rizkinya dan ditunda umurnya, maka hendaklah bersilaturrahmi.
  • Saling menjaga nama baik, kehormatan dan harga diri berdasarkan sabda Rasulallah Salallahu alaliwasalllam:
    “Ketahuilah sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian menjadi haram terhadap kalian seperti haramnya bulan kalian ini dan negeri kalian ini. (HR. Ahmad).
  • Saling mendoakan dan memohonkan ampun kepada Allah, sebagaimana firman Allah, artinya: “Dan orang-orang yang datang setelah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:”Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10).

(Zaenal Abidin).

Kitab rujukan :

  • Al-Ukhuwwah, syuruthuha wa dhawabituha, Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah.
  • Al-Wala’ wal Bara’ fil Islam, Shalih bin Fauzan Al-Fauzan.
  • Al-Wala’ wal Bara’, Syaikah Abdullah Al-Jibrin.
  • Ath-Thaifah Al-Manshurah, Muhammad bin Ibrahim Syaghrah.
  • Manhaj Ath-Thaifah Al-Manshurah, Muhammad bin Jamil Zainu.