Bahasan Keempat:
Diharamkannya Penipuan, Manipulasi dan Kamuflase Berat

Perbuatan-perbuatan di atas adalah beberapa faktor yang memperkeruh kejernihan dan kesucian pengembangan modal yang bergerak di bawah naungan syariat dan dijalankan oleh tangan-tangan bersih. Penipuan, manipulasi dan usaha menutup-nutupi cacat pada barang dagangan dan menampilkannya tidak sebagaimana yang sesungguhnya, yakni dengan cara yang dapat memperdaya pembeli dan bahkan dapat mengaburkan berbagai hal yang sudah jelas keharamannya menurut syariat.

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati seonggok makanan. Beliau memasukkan tangannya ke dalam onggokan makanan itu dan mendapatkan bagian yang basah. Beliau bertanya, “Wahai pendidik makanan, apa-apaan ini?” Orang itu menjawab, “Itu bagian yang kena siraman hujan wahai Rasulullah.” Beliau berkata dengan nada tanya, “Kenapa engkau tidak meletakkannya saja di bagian atas sehingga bisa dilihat orang? Barangsiapa yang menipu, maka ia bukan termasuk golongan kami.”

Dari Hakim bin Hizam diriwayatkan bahwa ia menceritakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih, selama mereka belum beranjak dari lokasi transaksi. Kalau mereka jujur dan menjelaskan apa adanya, jual beli mereka akan diberkahi. Kalau mereka berdusa dan menyembunyikan sesuatu, maka keberkahan jual beli mereka akan dicabut.”

Para ulama Salaf terdahulu berpandangan bahwa memperlihatkan cacat barang itu termasuk nasihat yang merupakan intisari agama Islam. Dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga membaiat para sahabat beliau untuk melakukan kebajikan itu. Mereka sendiri ketika melakukan perbuatan tersebut tidak merasa sedang melakukan perbuatan sunnah semata.

Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Nasihat untuk siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Nasihat untuk Allah, untuk KitabNya, untuk RasulNya, untuk para Imam kaum muslimin dan masyarakat muslimin secara umum.”

Dari Utbah bin Amir diriwayatkan bahwa ia menceritakan, Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Muslim itu bersaudara dengan sesama muslim. Tidak halal bagi seorang muslim menjual sesuatu yang ada cacatnya kepada saudaranya tanpa menjelaskan cacat barang tersebut.”

Di antara bentuk manipulasi adalah menyembunyikan harga yang sedang beredar pada waktu perjanjian. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang membeli barang dagangan yang sedang di bawa kafilah menuju pasar dan orang kota menjualkan barang milik orang desa. Beliau juga melarang jual beli najsy.

Mencegat kafilah di sini artinya adalah mendatangi kafilah dan membeli barang jualan mereka serta menyembunyikan harga yang sedang berlaku di kota tujuan kafilah. Dari Abu Hurairah diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah kalian mencegat kafilah dagang. Barangsiapa mencegatnya dan membeli barang dagangan darinya, maka kalau nantinya pemilik barang itu sampai di pasar, maka ia berhak menentukan pilihan. “

Yang dimaksudkan dengan najsy. adalah meninggikan harga barang yang dilakukan orang yang tidak mau membelinya untuk menipu pembeli lain. Telah diriwayatkan dengan shahih adanya hadits-hadits shahih yang berkaitan dengan jual beli najsy., di antaranya misalnya:
Diriwayatkan oleh Nafi, dari Ibnu Umar diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli najsy.. Diriwayaktan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa ia menceritakan: Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Janganlah seorang di antara kalian membeli sesuatu yang masih dalam penawaran orang lain, janganlah kalian melakukan jual beli najsy., dan janganlah orang kota menjualkan barang milik orang dusun.”

Ibnu Baththal telah menukil ijma’ para ulama bahwa najsy. itu perbuatan maksiat. Ketika terjadi najsy. pembeli memiliki pilihan untuk tetap membeli atau mengembalikan barang beliannya, kalau terjadi kamufase berat dalam jual beli tersebut yang tidak lumrah.

Keuntungan Melalui Kamuflase Berat
Kamuflase berat adalah kamuflase yang di luar batas kewajaran. Karena asal dari kamuflase dalam jual beli dibolehkan. Karena tujuan utama dari perniagaan adalah mencari keuntungan. Dan itu hanya bisa dilakukan dengan unsur kamuflatif ringan. Sementara kamuflase berat hanya terjadi melalui semacam manipulasi barang atau dengan menyembunyikan harga pasaran. Kalau kamuflase itu dilakukan dengan manipulasi, jelas harus segera ditinggalkan. Namun yang tidak dilakukan dengan manipulasi, dianjurkan juga untuk ditinggalkan.

Diharamkannya Menimbun Barang
Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya dari Said bin al-Musayab, dari Muammar bin Abdullah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Setiap orang yang melakukan penimbunan dagangan adalah berdosa.”

Menimbun barang dagangan atau yang dalam bahasa Arab-nya ihtikar adalah tindakan menimbun komoditi barang dagangan sehingga membahayakan masyarakat, baik itu makanan pokok atau yang lainnya, menurut pendapat ulama yang paling benar. Meskipun dosa menimbun bahan makanan pokok lebih besar dari barang dagangan lainnya karena masyarakat amat membutuhkannya. Perilaku usaha semacam itu hanya diharamkan bila meliputi beberapa hal berikut:
1. Penimbun mendapatkan barang itu melalui pembelian di pasar-pasar lokal. Tetapi orang yang mengimpor barang atau menyimpan dari hasil tanamannya sendiri, maka tidak dikatakan melakukan penimbunan yang diharamkan. Karena seorang importir tidak menyusahkan orang lain, tidak membahayakan bahkan memberi manfaat. Kalau masyarakat mengetahui bahwa ia memiliki bahan makanan yang siap dijual, pasti hati mereka menjadi tenang.
Al-Auza’i menegaskan: “Importir bukanlah penimbun.”
2. Menyusahkan orang lain dengan membelinya. Orang yang membeli barang dagangan pada saat murah namun tidak menyebabkan kesusahan bagi orang lain, tidaklah dikatakan melakukan penimbunan, karena tidak mengandung unsur merugikan.

Dan perbuatan itu tidak akan menjadi kebiasaan, kecuali bila dilakukan pada saat krisis.