Malang nian nasib mantan para pejuang asing di Bosnia (baca: Mujahidin). Ibarat pepatah, “Habis manis, sepah dibuang,” itulah realitas yang terjadi saat ini terhadap mereka. Ironis memang, tetesan-tetesan darah yang bersimbah demi membela saudara-saudara mereka di sana dalam berjuang melawan musuh Islam ternyata mendapatkan balasan tak layak dari pemerintah saat ini yang telah menjadi kepanjangan tangan agenda perang melawan teroris Amerika yang salah kaprah itu.! Andaikata, mantan presiden Bosnia, (Allah Yarham) Ali Ezzat Begovic masih hidup, tentu ia akan meradang dengan kenyataan pahit ini.!

Sebagai ketidakpuasan atas ketidakadilan itu, beberapa waktu lalu, sekitar 5000 orang berunjuk rasa di Bosnia dan Herzegovina memprotes keputusan pemerintah yang ingin mengekstradisi seorang warga negara Bosnia asal Syiria yang dulu ikut berperang bersama Mujahidin Muslim di negara itu melawan pasukan Serbia yang terjadi tahun 1992-1995.

Warga bosnia asal Syiria bernama Imad al-Husaini, yang lebih dikenal dengan Abu Hamzah itu, dicabut kewarganegaraannya oleh pemerintah tahun lalu melalui keputusan sebuah lembaga khusus yang dibentuknya. Keputusan itu mengabaikan proses hukum sebelumnya yang memberikan kewarganegaraan kepada 500 orang pejuang yang datang dari berbagai negara seperti Turki, Mesir, al-Jazair, Syiria, Tunisia, Sudan bahkan Rusia.

Para pengunjuk rasa -yang keluar di kota Zanitsa, kota terbesar ke empat di negeri itu- meneriakkan, “Bosnia tidak menghormati HAM.!!” Mereka menegaskan, pengekstradisian itu tidak memiliki dasar hukum sama sekali, sebab al-Husaini tidak memiliki catatan kriminal atau pun masa lalu berbuat kriminal.

Sementara itu, al-Husaini sendiri memprotes keputusan pencabutan kewarganegaraannya itu. Ia saat ini menjabat wakil ketua lembaga veteran perang (Anshori) dan dinilai sebagai mantan pejuang Islam terkemuka di Bosnia. Ia beristerikan wanita Bosnia dan sudah memiliki 6 orang anak yang kini hidup di Bosnia.

Pihak pengadilan menolak peninjauan kembali terhadap tuntutan banding yang diajukan mantan pejuang itu pada tanggal 21 Februari lalu. Pemerintah malah memberinya tenggat waktu dua minggu untuk meninggalkan negeri itu secara sukarela, atau akan diekstradisi secara paksa.

Para pengacara al-Husaini mengatakan, mereka akan membawa kasus ini ke mahkamah HAM Eropa di Strusburg.

Pasca tragedi 11 September 2001 lalu, Bosnia dituding telah memberikan kewarganegaraan terhadap orang-orang yang diduga memiliki hubungan dengan apa yang disebut terorisme. Saat perang dulu, negeri itu kebanjiran para mujahidin Islam dari berbagai negara untuk membela saudara-saudara mereka, para pejuang Muslim Bosnia. Sebagian pejuang asing itu kemudian menikah dengan wanita-wanita Bosnia, mendapatkan kewarganegaraan dan hidup di negeri itu pasca perang.

Setelah sekian lama merdeka, pemerintah Bosnia yang nampaknya dikuasai orang-orang yang pro Barat, kemudian mendirikan lembaga khusus untuk meninjau kembali status pemberian kewarganegaraan itu melalui agenda ‘perang melawan teroris’ yang digembar-gemborkan Amerika Serikat pasca tragedi 11 September.

Seperti diketahui, negara bekas republik Yugoslavia itu terdiri dari dua negara, yaitu republik Serbia-Bosnia dan Uni Kroasia-Islam sejak perang yang terjadi di Bosnia era 1990-an. (almkhtsr/AH)