Realita Pahit Praktek Ribawi

Sudah dimaklumi dalam syari’at islam bahwa riba adalah sesuatu yang diharamkan, namun ironisnya didapatkan banyak sekali kaum muslimin menggandrunginya. Bahkan kita dapati jaringan ribawi ini telah tersebar dalam kehidupan masyarakat umum seperti tersebarnya pembuluh darah dalam tubuh manusia sehingga merusak tatanan masyarakat islam dan merusak keindahan islam dimata pemeluknya. Tidak hanya sebatas ini saja bahkan banyak kaum muslimin berkeyakinan dan memandang praktek ribawi adalah satu-satunya cara menumbuhkan perekonomian Negara dan masyarakatnya. Demikianlah sisa implikasi buruk penjajahan yang telah menanamkan ke dalam Negara jajahannya muamalah ribawiyah ini, sebab system ribawi ini masuk ke dalam Negara-negara islam melalui tangan dan jerih payah mereka.

Kaum muslimin akhirnya mengimport system ini dari Negara kafir yang menjajahnya baik Negara barat atau timur dan melupakan system perekonomian islam. Hendaknya mereka mengetahui bahwa Negara kafir tidak pernah peduli pada pertumbuhan keagamaan dan memisah agama dari kehidupan ekonomi. Sebab mereka tidak memiliki timbangan akhlak bahkan yang kuat dan kayalah yang akan berkuasa walaupun mereka mendapatkannya dengan bantuan orang-orang fakir dan miskin. Sedangkan islam menginginkan satu system ekonomi yang adil sehingga yang kuat tidak menindas yang lemah dan yang kaya menjajah yang miskin. Juga agar harta tidak hanya berputar pada orang-orang kaya saja sehingga menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Allah berfirman,

وأحل الله البيع وحرم الربا (البقرة : 275)

“Dan Allah telah menhalalkan jual beli dan mengharamkan Riba. (QS. 2:275)

Tentunya syari’at islam memiliki system ekonomi yang bebas dari riba dan tidak memiliki ketergantungan kepadanya dalam menumbuhkan tingkat perekonimian, kemasyarakatan dan kemanusiaan. Kita yakini dengan pasti adanya system ekonomi islam yang bebas dari riba baik dalam bidang perbankan atau yang lebih bersifat umum lainnya. Karenanya sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslimin untuk meneliti dan mempelajari tatanan system tersebut yang tidak bertentangan dan menyimpang dari syari’at islam yang sempurna nan suci.

Bersama jalannya waktu banyak orang yang sadar akan realita pahit praktek ribawi ini. Krisis dan keguncangan ekonomi duniapun tidak dapat dielakkan kembali sehingga orangpun berfikir solusi atas hal ini.

Beberapa riset penelitian membuktikan bahwa orang yang berhutang dengan bunga riba akan sulit atau membutuhkan waktu yang lama sekali untuk melunasi hutang dan bunganya tersebut dan kenyataan umumnya mereka tidak mampu melunasinya. Hal ini akhirnya memaksa mereka untuk melepas atau menjual harta miliknya yang menjadi sebab peminjaman hutang tersebut. Ini untuk dikeluarkan pada kemaslahatan produksi ditambah lagi pengaruh bunga hutang tersebut dalam meninggikan biaya produksi yang berlanjut pada kenaikan harga. Sebab perusahaan yang mengambil hutang ribawi akan memasukkan nilai bunga hutang tersebut yang membuat naik biaya produksinya sehingga otomatis menaikkan harganya lebih tinggi.[2]

Terbukti bahwa krisis-krisis yang menimpa perekonomian dunia umumnya muncul dari hutang-hutang yang menumpuk atas perusahaan-perusahaan. Ini diketahui Negara-negara besar modern sehingga mereka terpaksa mengambil langkah pembatasan prosentase ribanya. Namun hal ini belum bisa mengurangi bahaya riba.[3]
___________________

[2] Lihat al-Mu’amalah al-Mashrofiyah al-Mu’ashorah Wa Ra’yu al-Islam Fihaa, DR. Muhammad Abdullah al-‘Arabi hal 13.(dinukil dari ar-Ribaa wa al-Mu’amalat al-Mashrafiyah, DR. Umar abdulaziz al-Mutrik hal 171
[3] Ar-Ribaa wa al-Mu’amalat al-Mashrafiyah hal 171.