Kesimpulan

Kode Etik Pengembangan Modal

Memperdagangkan Barang-barang Haram
Diharamkan memperdagangkan barang-barang haram. Karena apabila Allah telah mengharamkan sesuatu, Allah juga mengharamkan memperdagangkan sesuatu tersebut. Contoh kongkritnya adalah memperdagangkan bangkai, darah, daging bagi, memperdagangkan pakaian berhias ’emas dan perak’.

Para ulama bersepakat mengharamkan emas murni bagi kaum lelaki, karena ada nash-nash shahih terhadap keharamannya.

Namun mereka berbeda pendapat tentang hukum pakaian yang berhias emas dan perak. Dalam hal ini ada banyak pendapat di kalangan mereka. Yang paling menonjol adalah pendapat yang membolehkan perhiasan emas yang menjadi hiasan sampingan saja, kalau jumlahnya tak lebih dari empat jari, sementara perak dibolehkan tanpa batasan.

Adapun bejana yang disepuh dengan emas dan perak, para ulama juga terbagi dalam dua pendapat. Namun yang paling menonjol adalah pendapat yang membolehkannya, kalau tidak murni. Karena sepuhan itu hanya hiasan tambahan yang akan terkonsumsi habis. Warna yang tersisa tidaklah menjadi masalah.

Para ulama juga berbeda pendapat tentang hiasan emas pada pakaian bayi atau anak kecil. Ada dua pendapat, dan yang paling menonjol adalah pendapat yang melarangnya dan tanggung jawabnya terpikul oleh wali anak kecil tersebut.

Diharamkannya Riba
Riba adalah kelebihan keuntungan yang diperoleh salah satu pihak yang tidak disertai imbalan atau kompensasi.

Diharamkannya riba sudah jelas disebutkan dalam Kitabullah, Sunnah Rasul dan Ijma’ ulama kaum muslimin. Bahkan keharamannya sudah menjadi aksioma dalam ajaran Islam.

Riba sendiri ada dua macam: Riba pinjaman, yang keharamannya dijelaskan melalui turunnya ayat al-Qur’an. Yang kedua adalah riba jual beli, yang dijelaskan dalam sunnah-sunnah Nabi yang suci.

Riba pinjaman adalah riba dalam harta milik baik dalam wujud jual beli atau peminjaman. Yakni penambahan jumlah hutang karena bertambahnya waktu pembayaran.

Bentuk-bentuk Riba Jahiliyah Ada Tiga:
1. “Tangguhkan saja pembayaran hutangku kepada Anda, akan saya tambahkan jumlahnya.” Yakni beri saya tambahan waktu untuk membayarnya, nanti saya akan menambah jumlah hutang yang akan saya bayarkan kepada Anda.
2. Pinjaman berjangka dengan bunga-bunga yang ditentukan untuk dibayar sekaligus ketika jatuh tempo pembayaran.
3. Pinjaman berjangka dengan tambahan atau bunga yang harus dibayar perbulan.

Sementara riba jual beli sendiri terbagi menjadi dua: Riba Fadhal dan Riba Nasi’ah.

Riba fadhal adalah tambahan atau kelebihan pada salah satu barang yang dibarter dalam penjualan komoditi riba fadhal. Kalau emas dijual atau dibarter dengan emas misalnya, harus ada kesamaan dan harus diserahterimakan secara langsung.

Hikmah diharamkannya riba fadhal adalah untuk menutup jalan menuju riba nasi’ah. Karena seringkali riba fadhal itu menggiring kepada riba nasi’ah. Karena orang yang terbiasa menjual sesuatu dengan yang sejenis secara kontan dengan keuntungan, akan tertarik juga menjual sesuatu itu dengan pembayaran tertunda disertai bunga.

Sementara riba nasi’ah adalah penangguhan penyerahan salah satu barang yang dibarter dalam jual beli komoditi riba fadhal. Kalau emas dijual dengan perak, harus diserahterimakan secara langsung namun tidak harus sama ukuran atau beratnya, tetapi boleh saja berbeda.

Riba tetap diharamkan meskipun di negeri kafir harbi, sebagaimana haramnya riba di negeri Islam, tak beda sedikitpun. Tidak perlu memandang pendapat mereka yang membolehkannya, karena alasan dan dalil-dalil mereka amat lemah dan saling bertentangan.

Membeli rumah dengan pendanaan dari bank yang mengandung unsur peminjaman uang berbunga, hukumnya tidak boleh. Tidak bisa beralasan dengan pendapat madzhab Abu Hanifah dalam kasus ini, karena pendapat Abu Hanifah berkaitan dengan dibolehkannya mengambil riba fadhal dari orang kafir harbi, bukan untuk membayar hutang kepada orang kafir dengan bunga. Hal itu masih ditambah lagi dengan tidak adanya komitmen mereka yang berpendapat demikian untuk menetapkan negeri-negeri kafir sekarang ini sebagai negeri kafir harbi.

Yang dijadikan patokan dalam pembayaran hutang secara formal adalah dengan mata uang yang sama, bukan dengan nilainya. Tidak boleh mematok hutang yang harus dibayar dengan standar nilainya.

Namun kalau inflasi mata uang terjadi secara drastis sehingga sampai kepada tingkat membahayakan bagi pihak yang memberi hutang, maka harus dikembalikan kepada nilainya. Kalau terjadi konflik, harus dikembalikan pula kepada pengadilan.

Diharamkan bagi orang kaya yang berhutang untuk menunda-nunda pembayaran hutangnya. Meski demikian, secara syariat juga tidak dibenarkan menetapkan komitmen pada saat perjanjian hutang untuk memberikan kompensasi saat terjadi keterlambatan pembayaran. Namun pihak orang kaya yang menolak atau menunda-nunda pembayaran hutang itu bisa diberikan sanksi hukuman lain, atau diberi sanksi hukuman finansial untuk disumbangkan bagi kepentingan umum, tidak untuk kepentingan pihak yang memberi hutang.

Diharamkannya Jual Beli Gharar
Para ahli fiqih menjelaskan definisi gharar itu seputar ‘ketidakpastian’ terhadap akibat atau keragu-raguan antara baik tidaknya barang transaksi.

Dilarangnya jual beli gharar (jual beli ‘kucing dalam karung’) merupakan salah satu pondasi besar syariat Islam.

Macam-macam atau Tingkat-tingkat Gharar Ada Tiga:
Yang bernilai berat, hukumnya dilarang secara mufakat di kalangan ulama, seperti menjual ikan dalam air dan burung yang masih terbang di udara.

Yang tingkat gharar-nya rendah, hukumnya dimaafkan secara mufakat pula di kalangan ulama, seperti menjual pondasi rumah (dalam penjualan rumah), isi bagian dalam pakaian dan sejenisnya.

Yang tingkatnya menengah, masih diperdebatkan. Parameter sedikit atau banyak dikembalikan kepada kebiasaan.

Gharar Ditinjau dari Kandungannya Terbagi Menjadi Tiga:
Yang tidak ada, yakni yang tidak diyakini akan bisa didapatkan, seperti jual beli dengan sistem kontrak tahunan, atau jual beli buah-buahan yang belum layak dikonsumsi.
Yang tidak mungkin diserahterimakan, seperti menjual unta yang sedang kabur.
Menjual barang yang tidak diketahui.

Dilarang menjual makanan sebelum diterima dan tidak boleh menjual selain makanan sebelum diterima menurut pendapat ulama yang paling benar.

Dibolehkan menjual sesuatu yang tidak tampak asal dijelaskan kriterianya namun tidak boleh jika tanpa dijelaskan kriterianya, menurut salah satu dari dua pendapat yang paling benar di kalangan ulama. Dan itu adalah pendapat kalangan Malikiyah dan Ibnu Hazm serta pendapat yang populer dari kalangan Hambaliyah.

Diharamkannya Penipuan, Manipulasi dan Kamuflase Berat
Diharamkan penipuan, manipulasi barang dagangan dan kamuflase berat. Semua itu adalah cara kotor dalam memperoleh keuntungan yang sering menjebak pengusaha muslim.

Diharamkannya Menimbun Barang
Yang dimaksud menimbun barang adalah penyimpanan barang dagangan yang membahayakan masyarakat, baik itu berupa makanan pokok atau yang lainnya menurut pendapat yang paling benar di kalangan ulama.

Tanda penimbunan barang yang diharamkan adalah sebagai berikut:

  • Memperoleh barang dengan cara membelinya di pasar-pasar lokal.
  • Menyulitkan masyarakat untuk membelinya (karena harga tinggi).

Diharamkannya Setiap Jual Beli yang Menolong Kemaksiatan
Syariat Islam melarang segala bentuk jual beli yang menolong kemaksiatan kepada Allah ta’ala. Kalau terbukti bisa menghantarkan kepada maksiat, maka jelas haram hukumnya. Namun kalau tidak sampai diyakini, hukumnya adalah syubhat.