Salah satu pemikiran sekaligus keyakinan kelompok ini adalah ilmu ladunni, menurut mereka para imam mereka mempunyai ilmu khusus yang mereka dapatkan secara khusus dari Rasulullah saw dan tidak dimiliki oleh siapa pun selain mereka, dengan ilmu ini para imam tersebut menyempurnakan syariat Rasulullah saw.

Sebuah bualan besar yang dilepeh oleh orang-orang awam apalagi orang-orang yang berilmu lurus, bagaimana tidak sementara imam mereka yang pertama Ali bin Abu Thalib sendiri yang mendustakan dan meruntuhkan pemikiran ini, sebuah kontradiksi yang sangat jelas, kalau Ali mereka akui sebagai imam yang ma’shum lalu mengapa mereka berani menentang perkataannya?

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Juhaifah berkata, aku bertanya kepada Ali, “Adakah kalian mempunyai sesuatu dari wahyu selain al-Qur`an?” Ali menjawab, “Tidak, demi dzat yang membelah biji-bijian dan menciptakan makhluk bernyawa, kecuali pemahaman tentang al-Qur`an yang Allah berikan kepada seseorang dan apa yang tecantum dalam lembaran ini.” Aku berkata, “Apa yang ada dalam lembaran itu?” Ali menjawab, “Diyat, pembebasan tawanan dan hendaknya seorang muslim tidak dibunuh dengan orang kafir.”

Pertanyaan Abu Juhaifah, “Adakah kalian.” ini di alamatkan kepada seluruh ahli bait dan pemimpin mereka adalah Ali, Abu Juhaifah bertanya demikian karena orang-orang Syi’ah pada masa itu mengklaim bahwa ahli bait mempunyai wahyu khusus yang diberikan oleh Rasulullah saw kepada mereka secara khusus yang tidak diketahui oleh selain mereka.

Kemudian perhatikanlah jawaban Ali, bagaimana dia menegaskan penolakan dan pengingkarannya dengan bersumpah dengan nama Allah yang membelah biji dan mencipta makhluk bernyawa. Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri dalam Ithaf al-Kiram berkata, “Inti dari jawaban Ali adalah bahwa Nabi saw tidak mengkhususkan mereka dengan sesuatu dari ilmu agama selain manusia, akan tetapi terjadi perbedaan besar antara dirinya dengan orang lain karena perbedaan pemahaman dan tadabur terhadap makna-makna al-Qur`an dan perbedaan keahlian beristinbath.”

Bukan sesuatu yang mengherankan jika mereka mengklaim bahwa imam-imam mereka memiliki ilmu khusus, walaupun klaim tersebut hanyalah omong kosong belaka, karena mereka adalah suatu kaum yang menghalalkan dusta dengan kedok taqiyah, penisbatan dusta seperti ini mereka lakukan terhadap Ja’far Shadiq, imam mereka yang keenam, mereka menisbatkan jadwal, Kitab al-Jafr, al-Bithaqah dan al-Haft kepada Ja’far ini, dan semua itu adalah dusta atasnya.

Imam Ibnu Taimiyah berkata, “Dari kehidupan para imam kita mengetahui bahwa telah terjadi penisbatan perkara-perkara sejenis kepada Ja’far ash-Shadiq –dan dia bukanlah seorang nabi- di mana siapa pun yang mengetahui keadaan Ja’far pasti mengetahui bahwa ia dusta atasnya. Kedustaan atas nama Ja’far termasuk kedustaan yang paling umum, sampai-sampai dinisbatkan kepadanya gerakan-gerakan bawah seperti gerakan samar anggota tubuh dan peristiwa langit seperti halilintar, guntur, orbit rembulan dan busur Allah yang dikenal dengan pelangi dan sebagainya. Para ulama mengetahui bahwa dia bebas dari semua itu.

Begitu pula dinisbatkan kepadanya, yakni kepada Ja’far, jadwal yang menjadi sandaran kesesatan orang-orang Rafidhah, ia dusta dan palsu atas namanya, yang meletakkannya adalah Abdullah bin Muawiyah salah seorang yang terkenal dengan kedustaannya meskipun dia diagungkan oleh para pengikutnya.

Begitu pula dinisbatkan kepadanya kitab al-Jafr, al-Bithaqah dan al-Haft. Semua itu adalah dusta atasnya dengan kesepakatan orang-orang yang mengenal Ja’far, sampai-sampai risalah-risalah Ikhwan ash-Shafa dinisbatkan kepadanya. Ini adalah puncak kebodohan, karena risalah-risalah tersebut dibuat lebih dari dua ratus tahun setelah kematiannya. Ja’far wafat tahun seratus empat puluh delapan hijriyah, sementara risalah tersebut dibuat pada masa daulah Bani Buway di pertengahan abad keempat di awal-awal daulah Bani Ubaid yang membangun Kairo, ia dibuat oleh beberapa orang yang menurut mereka gabungan dari syariat dan filsafat, maka mereka sesat dan menyesatkan.

Murid-murid Ja’far ash-Shadiq yang berguru kepadanya seperti Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah dan imam-imam Islam besar lainnya tidak terkait dengan dusta ini. Begitu pula kebanyakan keterangan yang disebutkan oleh Syaikh Abdurrahman as-Sulami di dalam kitab Haqaiq at-Tafsir dari Ja’far adalah dusta, siapa pun yang mengetahui tidak meragukan kedustaannya, begitu pula madzhab-madzhab batil yang diucapkan oleh Rafidhah darinya, ia termasuk kedustaan yang paling terbuka atasnya. Di antara kelompok-kelompok dalam tubuh umat tidak ada kelompok yang paling banyak dusta dan penyelisihannya melebihi Rafidhah sejak mereka muncul.”

Imam Ibnu Taimiyah juga berkata, “Yang dimaksud di sini adalah penjelasan bahwa telah terjadi berbagai macam kedustaan atas nama Ali bin Abu Thalib di mana kedustaan tersebut tidak patut dinisbatkan kepada orang-orang mukmin terendah (lebih-lebih kepada Ali), sampai-sampai Qaramithah, Bathiniyah, Khurramiyah, Mazdakiyah, Ismailiyah, Nashiriyah menisbatkan madzhab-madzhab mereka kepadanya padahal ia adalah madzhab yang paling rusak di seluruh jagad. Semua kelompok tersebut mengaku bahwa madzhab-madzhab mereka itu berasal dari ilmu-ilmu yang mereka warisi dari Ali. Semua itu hanyalah bikinan orang-orang munafik lagi zindik yang menampakkan apa yang ditunjukkan oleh orang-orang mukmin dan menyembunyikan sebaliknya dan mereka mendompleng kelompok-kelompok yang menyimpang dari syariat.” (Fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah, edisi Indonesia terbitan Darul Haq, Jakarta hal 204-205).

Adapun keyakinan raj’ah dan ghaibah, maka ia lebih parah lagi dustanya, ia hanyalah khurafat mereka, bahkan kata orang Arab, termasuk khuza’balat(ucapan sampah), dongeng dari negeri antah-berantah. Akal siapa yang menerima, ada seseorang yang menghilang sejak dua belas abad silam dan dia masih hidup lalu di akhir zaman dia akan hadir kembali untuk menuntut balas terhadap orang-orang yang memusuhi Syi’ah? Mungkin akal orang yang hiang akal. Wallahu a’lam.