Tanya :

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Saya tinggal di daerah yang kaum musliminnya minoritas, namun kami mendapat izin untuk melaksanakan sholat jum’at disebuah ruang serba guna (jarak dari mesjid +17km dan jarang angkutan) setiap sholat jum’at jamaahnya kurang dari 20 orang bagaimana hukumnya? dan bagaimanakah sebaiknya ?

Jawab :

Akhi/Ukhti fillah,
Wa’alaikum Salâm Warahmatullâhi Wa barokâtuh
Shalat Jum’at adalah merupakan kewajiban bagi setiap laki-laki, yang merdeka, mukallaf, tinggal (menetap) di suatu bangunan biasa, baik terbuat dari batu, bambu, dst, tidak berpindah-pindah darinya secara musiman. Sedangkan pengertian jama’ah seperti dalam sebuah hadits ataupun dalam bahasa Arab adalah dari bilangan dua keatas. Mengenai jumlah yang disyaratkan dalam shalat Jum’at, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam As-Suyuthi: “Tidak ada satu haditspun yang tsabit (shahih) mengenai penentuan bilangan tertentu “ (dalam shalat Jum’at). Artinya, meskipun tidak mencapai angka 40 orang maka hal itu boleh, dan paling sedikit jumlah jama’ahnya adalah tiga orang termasuk imam.

Memang ada ulama yang menyatakan jumlah orang yang shalat harus mencapai 40 orang, bila tidak demikian maka shalatnya tidak shah tetapi pendapat ini lemah karena dalil yang digunakan mengenai hal itu, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam as-Suyuthi diatas, adalah tidak shahih. Sedangkan para ulama sepakat, hadits Dla’if/lemah tidak dapat dijadikan hujjah di dalam hukum.

Demikian pula, terdapat perbedaan pendapat seputar tempat yang bisa dijadikan sebagai tempat melakukan shalat Jum’at, apakah sebatas masjid saja (jami’) atau tidak?. Pendapat yang shahih adalah boleh dilakukan di mana saja yang memungkinkan untuk melakukannya baik itu di perkotaan, desa, masjid , bangunan di kota, tanah lapang dan banyak tempat lainnya selama bukan tempat-tempat yang dilarang berdasarkan nash yang shahih. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary dan Abu Daud diisyaratkan bahwa jum’at pertama di dalam Islam yang dilakukan setelah Jum’at yang dilakukan di Majid Rasulullah adalah Jum’at yang dilakukan di suatu tempat bernama ‘Jiwâ`iy’ atau Jiwâtsâ (sebuah desa/perkampungan di al-Bahrain).

Hal diatas berdasarkan surat yang dikirim oleh ‘Umar bin al-Khaththab radliallâhu ‘anhu kepada penduduk al-Bahrain: “Lakukanlah shalat Jum’at dimana saja kamu berada”. (HR.Ibnu Abi Syaibah, isnad nya dinyatakan Jayyid oleh Imam Ahmad). (Lihat : Fiqhussunnah, Sayyid Sabiq, jld. 1)

Maka berdasarkan penjelasan diatas, shalat yang anda lakukan itu shah -Insya Allah-. Dan bila memang begitu keadaannya, maka lakukanlah sedapatnya. Namun, bila dapat mengupayakan menuju masjid, maka hal itu lebih baik dan hati-hati lagi.
Justru yang salah itu adalah tidak mendirikan shalat Jum’at dengan alasan tidak cukup bilangan …dst. Dienul Islam adalah dien yang mudah dan memudahkan umatnya, bukan sebaliknya menyulitkan mereka. Wallahu a’lam. Wassalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.