Tanya :

Saya pernah membaca pada salah satu kitab bahwa nikah mut’ah itu halal dan dalilnya adalah firman Allah Subhannahu wa Ta’ala ,
“Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campur) di antara me-reka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna).” (An-Nisa’: 24).
Dan sesungguhnya nikah mut’ah itu diharamkan sesudah Rasulullah a wafat. Menurut dugaan yang kuat bahwa Umarlah yang mengharam-kannya, dan Khalifah yang keempat, yaitu Ali bin Abi Thalib Radhiallaahu anhu pernah berkata: “Kalau sekiranya Umar tidak mengharamkan mut’ah niscaya tidak akan ada yang berzina kecuali orang yang sengsara”. Sejauhmana keshahihan (validitas) informasi tersebut?

Jawab :

Nikah mut’ah itu pada awal Islam dihalalkan, karena mereka masih baru meninggalkan kekafiran, maka pada saat itu dibolehkan dengan maksud melunakkan hati mereka. Kemudian diharamkan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pada waktu Fathu Mekkah (pembebasan kota Mekkah) hingga hari kiamat. Bukan Umar yang mengharamkannya, dan yang dilarang oleh Umar adalah Mut’ah haji. Jadi sebagian mereka salah faham. Sedangkan riwayat yang dinukil dari Ali bin Abi Thalib tadi adalah isu yang disebarkan oleh kaum Syi’ah secara dusta dan bohong.

Adapun ayat tadi, berkaitan dengan masalah nikah dan yang dimak-sud upah di situ adalah mahar, sebagaimana firman Allah, “Berikanlah kepada mereka maharnya.” (An-Nisa: 4).
( Fatawa Islamiyah, oleh sejumlah ulama yang dihimpun oleh Muhammad al-Musnad: jilid 3, hal. 234. Fatwa Syaikh Ibn Jibrin. )