Syarat-Syarat Thawaf

DR. ‘Abdul ‘Azhim Badawi mengatakan:

Úóäö ÇÈúäö ÚóÈøóÇÓò Ãóäøó ÇáäøóÈöíøó ÞóÇáó: ÇáØøóæóÇÝõ Íóæúáó ÇáúÈóíúÊö ãöËúáõ ÇáÕøóáÇóÉö ÅöáÇøó Ãóäøóßõãú ÊóÊóßóáøóãõæúäó Ýöíúåö Ýóãóäú Êóßóáøóãó Ýöíúåö ÝóáÇó íóÊóßóáøóãõ ÅöáÇøó ÎóíúÑðÇ

“Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiallaahu anhu bahwasanya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: ‘Thawaf sekeliling Baitullah (Ka’bah) sama seperti shalat, hanya saja kamu (dibolehkan) berbicara padanya, maka barangsiapa yang berbicara padanya, janganlah ia berbicara kecuali yang baik.'”
Manakala thawaf seperti shalat, maka disyaratkan bagi thawaf (hal-hal sebagai berikut,-Pent):

  • Suci dari hadats besar dan hadats kecil, berdasarkan sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :

    áÇó íóÞúÈóáõ Çááøóåõ ÕóáÇóÉð ÈöÛóíúÑö ØóåõæúÑò

    “Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci.”
    Dan sabda beliau Shalallaahu alaihi wasalam kepada ‘Aisyah Radhiallaahu anha ketika ia haidh di waktu haji:

    ÇöÝúÚóáöì ãóÇ íóÝúÚóáõ ÇáúÍóÇÎøõ ÛóíúÑó Ãóäú áÇó ÊóØõæú Ýöí ÈöÇáúÈóíúÊö ÍóÊøóì
    ÊóÛúÊóÓöáöì

    “Kerjakanlah apa yang dikerjakan orang yang melaksanakan manasik haji, hanya saja jangan thawaf di Baitullah sehingga engkau mandi (suci dari haidh,-Pent).”

  • Menutup aurat, berdasarkan firman Allah Subhannahu wa Ta’ala :
    “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap memasuki masjid”
    Juga berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, bahwasanya Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiallaahu anhu mengutusnya, ketika melaksanakan ibadah haji yang mana beliau dijadikan sebagai amir haji oleh Rasulullah Radhiallaahu anhu sebelum haji wada’. Pada hari Nahar (10 Dzulhijjah,-Pent) aku diutus bersama beberapa orang untuk mengumumkan kepada manusia:

    ÃóáÇøó íóÍõÌøó ÈóÚúÏó ÇáúÚóÇãö ãõÔúÑößñ æóáÇó íóØõæúÝõ ÈöÇáúÈöíúÊö ÚõÑúíóÇäñ

    “Tidak boleh seorang musyrikpun me-laksanakan haji setelah tahun ini, dan seorang yang telanjang tidak boleh thawaf di Baitullah.”

  • Thawaf harus dilakukan dalam jumlah tujuh putaran yang sempurna, karena Nabi Shalallaahu alaihi wasalam thawaf sebanyak tujuh putaran, sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiallaahu anhu :

    ÞóÏóãó ÑóÓõæúáõ Çááøóåö ÝóØóÇÝó ÓóÈúÚðÇ æó Õóáøóì ÎóáúÝó ÇáúãóÞóÇãö ÑóßúÚóÊóíúäö æó Èóíúäó ÇáÕøóÝóÇ æó ÇáúãóÑúæóÉö ÓóÈúÚðÇ æó áóÞóÏú ßóÇäó áóßõãú Ýöíú ÑóÓõæúáö Çááåö ÃõÓúæóÉñ
    ÍóÓóäóÉñ

    “Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam tiba (di Makkah-Pent), lalu beliau thawaf tujuh putaran dan shalat dua rakaat dibelakang maqam (Ibrahim). Beliau thawaf di antara Shafa dan Marwah (sa’i) tujuh putaran, dan sesung-guhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.”

    Dengan demikian, perbuatan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tersebut sebagai penjelas bagi apa yang dimaksudkan Allah Subhannahu wa Ta’ala dengan firmannya:
    “Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).”

    Apabila seseorang yang melakukan thawaf mengurangi jumlah thawafnya dari tujuh kali meskipun kekurangan itu sedikit, maka thawafnya tidak men-cukupinya. Dan apabila dia ragu (dengan jumlah putaran yang telah dilakukan-nya, -Pent), maka ia mengambil bilangan yang terkecil sehingga ia yakin.

  • Memulai thawaf dari Hajar Aswad.
  • Dan mengakhiri putaran thawaf di Hajar Aswad pula, dengan menjadikan “Baitullah” di sebelah kirinya, hal ini berdasarkan hadits Jabir Radhiallaahu anhu :

    áóãøóÇ ÞóÏöãó ÑóÓõæúáõ Çááøóåö  ãóßøóÉó ÃóÊóì ÇáúÍóÌóÑó ÇúáÃóÓúæóÏó ÝóÇÓúÊóáóãóåõ Ëõãøó ãóÔóì Úóäú íóãöíúäöåö ÝóÑóãóáó ËóáÇóËðÇ æóãóÔóì ÃóÑúÈóÚðÇ

    “Ketika Rasullah Shalallaahu alaihi wasalam tiba di Makkah, beliau mendatangi Hajar Aswad lalu mengusapnya, kemudian beliau ber-jalan disebelah kanannya, lalu berlari-lari kecil (pada) tiga putaran (pertama) dan berjalan biasa (pada) empat putaran (terakhir).”

    Dengan demikian, seandainya seseorang melaksanakan thawaf, sementara Baitullah berada disebelah kanannya, maka tidak sah thawaf tersebut.

  • Thawaf hendaknya dilakukan diluar Baitullah, sebab firman Allah Subhannahu wa Ta’ala :
    “Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).”
    mengharuskan mengelilingi seluruh Baitullah. Maka apabila ada orang yang thawaf di Hijr Isma’il (dengan mema-sukinya), maka tidak sah thawafnya sebab Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

    ÇáúÍöÌúÑõ ãöäó ÇáúÈóíúÊö

    “Hijr (Isma’il) termasuk bagian dari Baitullah.”

  • Al-Muwalah (thawaf dilakukan secara berurutan), sebab Nabi Shalallaahu alaihi wasalam melakukan thawaf secara berurutan hingga selesai, sedangkan beliau bersabda:

    ÎõÐõæúÇ Úóäøöì ãóäóÇÓößóßõãú

    “Ambillah dariku manasik haji kalian.”

    Dengan demikian, seseorang yang memutus thawafnya untuk berwudhu’ atau melaksanakan shalat wajib yang telah siap ditegakkan atau untuk ber-istirahat sejenak, maka boleh baginya untuk melanjutkan thawafnya, namun jika terputusnya mengambil waktu yang cukup lama, maka dia mengulangi thawafnya dari hitungan pertama.

Syarat-Syarat Sa’i.

Disyaratkan bagi sahnya sa’i beberapa per-kara dibawah ini:

  • Dikerjakan sesudah thawaf (di Baitullah, -Pent).
  • Dilakukan tujuh putaran.
  • Diawali dari Shafa dan diakhiri di Marwah.
  • Dikerjakan di Mas’a (lokasi khusus untuk sa’i) yaitu jalan yang terbentang di antara Shafa dan Marwah, hal ini berdasarkan perbuatan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , serta sabdanya:

    ÎõÐõæúÇ Úóäøöì ãóäóÇÓößóßõãú

    “Ambillah dariku manasik haji kalian.”