Hidup di zaman ini bagi seorang muslim khususnya pemuda cukuplah sulit, hal ini karena semakin merosotnya akhlak dan moral manusia secara umum, sehingga fenomena kemaksiatan bisa dengan mudah terlihat di mana-mana khususnya zina dan hal-hal yang mengikutinya. Kaum wanita semakin berani keluar rumah dengan pakaian tipis, pendek dan ketat disertai gaya dan penampilan yang mengundang. Media masa baik cetak maupun elektronik: tivi, cd dan internet setali tiga uang, sama-sama menjadikan wanita sebagai komoditi dan daya tarik, pada saat yang sama pintu-pintu zina sedemikian terbuka lebar siang malam, sehingga untuk mendapatkannya tidak memerlukan jerih payah yang berarti, bahkan gratis pula, ditambah dengan mewabahnya pornografi dan pornoaksi yang menjijikkan tetapi tetap didukung oleh sebagian kalangan, hal yang menjadikan seorang muslim lebih-lebih pemuda muslim seakan-akan berada dalam lingkaran setan.

Mencermati realita yang demikian, tidak ada jalan keluar yang baik bagi seorang pemuda muslim kecuali memohon keteguhan iman kepada Allah kemudian mengambil sarana yang bisa membentengi dirinya dan sebaik-baik sarana setelah iman kepada Allah adalah menikah.

Rasulullah bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاعَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ للْبَصَرِ وَأَحْسَنُ للفَرَجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu untuk menafkahi maka hendaknya dia menikah, karena ia lebih (bisa) menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan dan barangsiapa belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena berpuasa adalah benteng baginya.” (HR. Al-Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).

Perlu diingat bahwa hadits tersebut disabdakan oleh Rasulullah lima belas abad yang silam di mana kemaksiatan masih sangat minim, lantas bagaimana dengan zaman sekarang di mana keadaanya membuat para orang tua mengernyitkan dahi?

Anjuran untuk menikah

Islam sangat menganjurkan menikah dengan menggunakan berbagai metode bahasa dan penjelasan:
1. Islam menyatakan bahwa menikah adalah sunnatullah dalam hidup ini. Semua dalam hidup ini diciptakan berpasang-pasangan, malam dengan siang, pagi dengan petang, laki-laki dengan perempuan, dan begitu seterusnya. Orang yang menikah adalah orang yang menuruti dan mewujudkan sunnah Allah pada alam semesta.
Firman Allah,

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (Adz-Dzariyat: 49).

2. Islam menyatakan bahwa menikah adalah jalan hidup para nabi dan rasul termasuk sayyidul anbiya wal mursalin Muhammad saw. Siapa pun mengetahui dan menyadari bahwa sirah dan kehidupan para nabi dan rasul adalah yang terbaik, patut diteladani dan dicontoh, mereka hidup dengan beristri dan berketurunan. Kalau orang tidak meneladani nabi dan rasul, lalu meneladani siapa?
FirmanNya,

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (Ar-Ra’du: 38).

Bahkan Rasulullah sendiri menikah dengan jumlah yang banyak, beliau juga mengingkari sikap sahabat yang tidak ingin menikah.

Saad bin Abu Waqqash berkata, “Nabi saw telah menolak sikap membujang (tidak menikah) dari Usman bin Mazh’un. Sekiranya beliau mengizinkan untuk itu niscaya kami akan mengebiri diri kami.” (al-Bukhari no. 5073 dan Muslim no. 1402).

Ibnu Abbas berkata, “Menikahlah karena sebaik-baik umat ini adalah yang paling banyak menikah dengan wanita.” (Al-Bukhari no. 5069), yang dimaksud oleh Ibnu Abbas adalah Rasulullah saw.

3. Islam menyatakan bahwa menikah adalah salah satu nikmat Allah yang paling berharga, nikmat halalan thayyiba ini hanya bisa dirasakan oleh orang yang menikah dan nikmat ini tidak sebatas dunia, tetapi berlanjut terus sampai di kehidupan akhirat.
FirmanNya,

“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu.” (An-Nahl: 72).

Rasulullah saw bersabda,

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا المَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Dunia adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467).

4. Tanggung jawab nafkah bisa menjadi penyebab enggannya sebagian pemuda untuk menikah. Di sini Islam menjawab keengganan tersebut dengan menyatakan bahwa menikah adalah salah satu pintu terbuka rizki bagi seseorang.
Firman Allah,

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurniaNya. Dan Allah Mahaluas (pemberianNya) lagi Mahamengetahui.” (An-Nur: 32).

Rasulullah saw juga telah memberi garansi pertologan Allah kepada orang yang menikah untuk melindungi dirinya dari kemaksiatan.
Sabda beliau,

ثَلاَثٌ حَقٌّ عَلىَ اللهِ عَوْنُهُمْ وَذَكَرَ مِنْهَا: النَّاكِحُ الذِي يُرِيْدُ العَفَافَ

“Ada tiga orang yang berhak mendapat pertolongan Allah: salah satunya adalah orang yang menikah untuk melindungi kehormatannya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1659, ia berkata, “Hadits hasan.”)

5. Menikah bernilai ibadah, dimulai dari nafkah yang diberikan kepada anak dan istri, termasuk usaha yang dilakukan suami demi untuk mendapatkan nafkah tersebut, tolong-menolong di antara suami istri dalam kebaikan, hubungan baik dan kasih sayang di antara keduanya, sampai kepada hubungan suami istri demi menjaga diri dari yang haram, semua itu adalah ibadah.

Rasulullah bersabda, “Dan hubungan suami istri yang kamu lakukan termasuk sedekah.” Mereka bertanya, “Apakah salah seorang di antara kami menunaikan hajatnya (kepada istrinya) dan mendapatkan pahala wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bukankah bila dia meletakkan hajatnya di jalan yang haram dia mendapatkan dosa? Begitu pula bila dia meletakkannya di jalan yang halal, dia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim no. 1006).
(Izzudin Karimi)