Semoga Allah Merahmati Penulis Surat

Seorang wanita Irak datang kepada Umar bin Abdul Aziz. Sampai di pintu rumahnya dia bertanya, “Apakah di pintunya terdapat penjaga?” Mereka menjawab, “Tidak. Masuklah jika Ibu mau.”

Wanita itu masuk. Di rumah Fatimah istri Umar bin Abdul Aziz sedang duduk memperbaiki kain katun dengan tangannya. Wanita itu memberi salam dan Fatimah menjawab salamnya. Fatimah mempersilakannya masuk. Wanita itu duduk. Dia menebarkan pandangannya. Dia tidak melihat benda apa pun yang berarti di rumah itu.

Wanita itu berkata, “Aku datang untuk meramaikan rumahku dari rumah yang sepi ini.” Fatimah menyahuti, “Sepinya rumah ini adalah ramainya rumah-rumah sepertimu.”

Umar datang, masuk ke dalam rumah setelah memberi salam. Umar langsung menuju ke musholla di salah satu sudut rumah dan menunaikan shalat. Umar bertanya kepada istrinya tentang wanita itu. Fatimah memberitahukan. Umar mendekati wanita itu.

Umar bertanya, “Apa keperluan Ibu?” Wanita menjawab, “Seorang wanita dari Irak. Aku ibu dari lima orang putri yang tidak ada yang memberi nafkah kepada mereka. Aku datang mencari kebaikan pandanganmu untuk mereka.” Umar menangis berkata, “Tidak ada yang menikahi. Tidak ada yang memberi nafkah.”

Lalu Umar mengambil tinta dan kertas dan menulis kepada gubernur Irak. Umar berkata kepada wanita itu, “Siapa nama putrimu yang sulung?” Wanita itu menyebut namanya dan Umar menjatah untuknya. Wanita itu berkata, “Alhamdulillah.” Kemudian Umar bertanya tentang nama putrinya yang kedua. Umar menjatah untuknya. Wanita itu berkata, “Alhamdulillah.” Lalu Umar bertanya tentang nama putrinya yang ketiga, maka Umar menjatahnya. Wanita itu berkata, “Alhamdulillah.” Kemudian Umar menjatah putrinya yang keempat. Saking bahagianya wanita itu berkata, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan wahai Umar.”

Umar mengangkat tangannya, Umar berkata, “Kami menjatah mereka manakala kamu memberikan pujian kepada yang berhak – maksudnya ketika dia berkata alhamdulillah, memberikan pujian kepada Allah yang berhak maka pemberiannya mengalir. Tetapi manakala pujian itu ditujukan kepada Umar maka pemberiannya terhenti – Umar berkata, “Perintahkan anak-anak yang empat berbaik hati kepada yang kelima.”

Ibu dari Irak ini pulang menemui gubernur Irak untuk menyerahkan surat Umar kepadanya. Ketika surat itu diserahkan, gubernur Irak menangis dengan keras. Dia berkata, “Semoga Allah merahmati penulis surat.”

Wanita bertanya, “Apakah dia wafat?” Dia menjawab, “Ya.” Wanita itu menangis. Gubernur berkata, “Jangan takut aku tetap melaksanakan perintah Umar.” Maka dia menunaikan hajatnya dan menjatah putri-putrinya.

Umar dan Kematian

Semasa menjabat sebagai gubernur dalam khilafah Umawiyah Umar bin Abdul Aziz berganti baju lebih dari satu dalam sehari. Dia memiliki harta, pelayan, istana, makanan dan minuman. Apa yang diinginkan, apa yang dia tuntut dan apa yang dia angan-angankan tercapai. Manakala dia menjabat sebagai khalifah, dia meninggalkan semua itu karena dia ingat malam pertama di kuburnya.

Pada hari Jum’at di atas mimbar dia dibaiat oleh kaum muslimin, dikelilingi oleh para gubernur, para menteri, ahli syair, para ulama dan para panglima perang. Umar berkata, “Aku kembalikan baiat kalian kepada kalian.” Mereka menjawab, “Kami tidak mengingnkan kecuali dirimu.” Maka Umar menerimanya. Seminggu setelah itu atau kurang darinya umar berubah. Dia kurus, lemah, kulitnya berubah. Hanya satu stel pakaian yang dimilikinya.

Orang-orang ingin mengetahui mengapa Umar berubah, perubahan itu terjadi begitu jelas dan cepat. Mereka bertanya kepada istrinya, “Ada apa dengan Umar?” istrinya menjawab, “Demi Allah, malam dia tidak tidur. Demi Allah dia merebahkan dirinya di tempat tidur seperti merebahkan dirinya di atas bara api.” Dia berkata, “Celaka diriku. Aku telah memegang urusan umat Muhammad. Dan pada hari Kiamat para fakir miskin, anak-anak dan para janda akan menuntutku.”

Dikisahkan dari Umar bahwa sepulang dia dari shalat Id, dia melewati kuburan. Umar berhenti dan menangis cukup lama. Orang-orang bertanya, “Ada apa ya Amirul Mukminin?” Umar menjawab, “Kematian berkata, ‘Aku membutakan bola hitam mata, memakan mata, memisahkan kedua telapak tangan, memisahkan kedua lengan dari bahu, kedua bahu dari kedua pundak. Aku memisahkan seluruh anggota tubuh.” Kemudian Umar menangis, maka yang hadir pun menangis, orang yang baik dan orang yang fajir. (Izzudin Karimi)