Masjid adalah baitullah, tempat yang paling mulia di muka bumi, kedudukan dan peranannya dalam Islam dan kaum muslimin sangatlah penting, hal ini terlihat dari apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw manakala beliau hijrah ke Madinah, perkara penting pertama yang beliau lakukan adalah membangun masjid, hal yang sama diikuti oleh para sahabat penyebar Islam ke pelosok negeri, di mana bumi dipijak di situlah masjid didirikan.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw bersabda,

أَحَبُّ البِلاَدِ إِلىَ اللهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ البِلاَدِ إِلىَ اللهِ أَسْوَاقُهَا

Bagian bumi yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid dan bagian yang paling dibenci Allah adalah pasar.

Menimbang urgensi masjid bagi masyarakat muslim, maka Rasulullah saw mengajak kaum muslimin membangunnya, beliau menjanjikan pahala besar bagi pembangun masjid.

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Usman bin Affan bahwa dia berkata kepada orang-orang yang berkomentar kepadanya manakala dia membangun masjid Nabi saw, “Sesungguhnya kalian telah banyak berbicara, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Barangsiapa membangun masjid –Bukair berkata, ‘Menurutku dia berkata, dia mencari wajah Allah dengannya- niscaya Allah membangunkan untuknya sebuah rumah di surga.”

Menimbang urgensi masjid, maka Allah sendiri menjelaskan siapa yang berhak memakmurkan rumah Allah ini.

FirmanNya, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.

Demi menjaga fungsi, peranan dan kedudukan masjid, maka hendaknya kaum muslimin secara umum dan para takmirnya secara khusus memperhatikan hukum-hukum dan batasan-batasan yang diletakkan oleh Allah dan RasulNya terkait dengan masjid, hal ini karena pemilik masjid adalah Allah, maka aturan yang berlaku padanya harus kembali kepadaNya.

Pertama: Masjid dan tujuan didirikannya

Perkara pertama dan utama yang wajib diketahui adalah bahwa maksud utama didirikannya masjid adalah untuk beribadah kepada Allah; shalat, dzikir, tilawah al-Qur`an, i’tikaf, kajian ilmu syar’i dan perkara-perkara lainnya yang berkaitan dengan ibadah.

Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”(An-Nur: 36-37).

Rasulullah saw menasihati seorang Arab pedalaman yang hadir lalu kencing di masjid,

إِنَّ هَذِهِ المَسَاجِدَ لاَتَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا البَوْلِ وَلاَالقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عز وجل وَالصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ القُرْآنِ

Sesungguhnya masjid-masjid itu bukan untuk kencing dan kotoran seperti ini, akan tetapi ia untuk berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, shalat dan membaca al-Qur`an.” (HR. Muslim dari Anas bin Malik).

Kedua: Masjid dan sarana syirik

Allah Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah, maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Al-Jin: 18).

Karena hak kepemilikan masjid ada di tangan Allah, maka hendaknya masjid menjadi penegak utama hak Allah yang paling utama yaitu tauhid. Berpijak kepada ayat di atas maka segala bentuk aktivitas dan kegiatan yang bertentangan dengan dasar tauhid harus dijauhkan dari masjid, syirik dan wasilah-wasilahnya wajib disisihkan dari masjid.

Dari sini kita memahami bahwa Rasulullah saw melarang mendirikan tempat ibadah di kuburan atau mengubur jenazah di masjid, hal ini karena perbuatan ini merupakan sarana yang menjerumuskan kaum muslimin ke dalam pengagungan terhadap kubur dan seterusnya adalah penyembahan kepadanya.

Imam Muslim meriwayatkan dari Jundub bin Abdullah bahwa Rasulullah saw bersabda,

إِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا القُبُوْرَ مَسَاجِدَ فَإِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih di antara mereka sebagai tempat ibadah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, karena aku melarang kalian darinya.

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Allah memerangi orang-orang yahudi, mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (Muttafaq alaihi). Muslim menambahkan, “Dan orang-orang nasrani.

Sangat disayangkan manakala kita masih melihat kuburan di beberapa masjid kaum muslimin, meskipun Rasulullah saw secara tegas melarangnya, kepada mereka penulis katakan, hendaknya kuburan itu digali dan dipindah ke kuburan kaum muslimin, keberadaan kuburan itu di masjid telah menjerumuskan kaum muslimin ke dalam bid’ah-bid’ah kuburiyah di mana ia sarat dengan nilai-nilai syirik. Ironi, masjid yang merupakan sarana ibadah dan ibadah utama adalah tauhid, malah justru menjadi sarang syirik.

Ketiga: Masjid dan kesucian

Masjid adalah tempat ibadah, ibadah terkait erat dengan thaharah, maka kesucian masjid harus selalu terjaga. Manakala seorang laki-laki badui kencing di masjid, Nabi saw langsung memerintahkan agar kencingnya diguyur dengan setimba besar air, hal ini menunjukkan bahwa tidak sepatutnya membiarkan najas di dalam masjid, karena ia bertentangan dengan tujuanya.

Tidak sebatas najas yang harus dibersihkan dari masjid, hadats pun harus dihindarkan dari masjid, maka orang junub tidak boleh duduk dan diam di masjid, kecuali sekedar lewat saja.

Firman Allah, “Jangan pula kamu hampiri masjid sedang kamu dalam keadaan junub kecuali sekedar berlalu saja hingga kamu mandi.”(An-Nisa`: 43).

Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Aisyah berkata, Rasulullah saw datang ke Madinah sementara pintu-pintu para sahabat bersambung dengan masjid, beliau bersabda, “Palingkan rumah-rumah ini dari masjid.” Kemudian Rasulullah saw masuk sementara mereka tidak melakukannya dengan harapan akan ada keringanan, lalu beliau keluar dan bersabda, “Palingkan rumah-rumah ini dari masjid karena aku tidak menghalalkan masjid bagi wanita haid dan junub.”

Tidak sebatas najas dan hadas saja yang harus dijauhkan dari masjid, kotorang-kotoran lainnya juga patut dibersihkan dari masjid, kita melihat masjid Rasulullah saw, di sana ada seorang wanita tukang sapu yang biasa membersihkan masjid, sebagai perhargaan terhadap perbuatannya yang mulia ini Rasulullah saw pergi ke kuburnya, pada saat dia wafat dan para sahabat tidak memberitahu beliau, untuk menshalatkannya di atas kuburnya.

Dari Abu Hurairah bahwa seorang wanita hitam biasa menyapu masjid, Rasulullah saw kehilangan dia, beberapa hari kemudian Rasulullah saw bertanya tentangnya, dikatakan kepada beliau, ‘Dia telah wafat.’ Maka beliau bersabda, “Mengapa kalian tidak memberitahuku?” Lalu beliau mendatangi kuburnya dan shalat di atasnya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Aisyah berkata, “Rasulullah saw memerintahkan agar kami membangun masjid-masjid di daerah kami tinggal, dan agar ia dibersihkan dan diberi wewangian.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah). Izzudin karimi.