Proses peredaran jual-beli saham-saham perusahaan bisnis sering dilakukan melalui jaringan internet, bagaimana hukumnya menurut syari’at?

Jawaban:

Perusahaan-perusahaan Islami hukumnya dibolehkan baik ia bergerak di bidang perdagangan, produksi, pertanian, kontruk-si atau semisalnya. Para ulama fikih telah menyebutkan lima dari jenis syarikah tersebut, yaitu syarikah ‘Inan, syarikah Mudharabah, syarikah Abdan, syarikah Wujuh dan syarikah Mufawadhah. Bilamana syarikah tersebut telah menaruh modalnya pada barang yang di-tawarkan untuk dijual dan dibeli sedangkan barang-barang tersebut termasuk kategori barang yang dibolehkan bertransaksi dengan-nya, maka menjual saham-sahamnya dibolehkan bila modalnya diketahui dan jumlah saham yang dijual telah ditentukan. Jadi, boleh bagi si pemiliknya berkata kepada pembeli, “Saya jual kepa-da anda bagian saya dari syarikah/perusahaan ini yang sebesar 1,5 -nya, 0,1 –nya, 0,4 –nya, 0,01 -nya atau semisalnya.” Lalu si pembeli mengambil posisi si penjual, kapan saja syarikah tersebut membuka penjualan saham-sahamnya, dia bisa mengambil modal yang dimiliki oleh si penjual tersebut, berikut bagiannya dari ke-untungan. Demikian juga hal seperti ini berlaku pada perusa-haan-perusahaan yang bergerak di bidang produksi, bila si penjual tersebut menaruh modalnya pada peralatan-peralatan beratnya yang digunakan untuk memproduksi dan memasarkan produksi mereka, maka penanam saham boleh menjualnya baik seluruhnya ataupun sebagiannya dengan harga yang diketahui, serahterima-nya dilakukan di majlis akad atau kuitansinya telah dipegang sehingga tidak terjadi jual beli hutang dengan hutang. Bila perusa-haan memiliki stock modal, maka sebaiknya tidak menjualnya agar tidak terjadi penjualan uang bersama barang de-ngan uang. Kecuali bila stoknya sedikit, maka juga termasuk ke dalam masa-lah tersebut sebagai sub-ordinasinya.

Juga tidak apa-apa menjual saham-saham tersebut dengan perantaraan media komunikasi modern, seperti telepon dan internet bila ijab-kabul (serah-terima)nya dapat teralisasi secara berturut-turut (teratur). Jika syarat berturut-turut kurang, kabul (penerima-an)nya menyalahi ijab, tidak diketahui berapa ukuran barang yang dijual, harga atau kuintasinya belum dipegang (disepakati) saat masih terjadi akad, atau saham-sahamnya ribawi seperti saham sebagian bank; maka penjualan seperti ini tidak boleh hukumnya, baik dilakukan via internet, secara lisan, via telepon atau selain-nya, wallahu a’lam.

Fatwa ini diucapkan dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, pada tanggal 24-7-1420 H.