“Rasulullah tiba di Madinah dari Tabuk pada bulan Ramadhan. Pada bulan itu, datanglah delegasi Tsaqif. Kisah tentang mereka bahwa ketika Rasulullah pergi dari kabilah Tsaqif, maka jejak-jejak beliau ditelusuri Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi yang kemudian bertemu beliau sebelum beliau tiba di Madinah. Kemudian Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi masuk Islam dan meminta izin kepada beliau untuk kembali kepada kaumnya. Rasulullah bersabda kepada Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi seperti dikatakan kaumnya, ‘Sesungguhnya mereka akan membunuhmu’. Rasulullah mengetahui bahwa kaum Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi mempunyai kesombongan dalam bentuk suka menolak. Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku lebih dicintai mereka daripada kecintaan mereka kepada anak-anak sulung mereka’.”

“Kendati demikian, di kalangan kaumnya, Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi dicintai dan ditaati. Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi pulang untuk mengajak kaumnya kepada Islam dengan harapan mereka tidak menentang dirinya karena kedudukannya yang tinggi di kalangan mereka. Ketika Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi melihat kaumnya dari kamar atas-nya sebelumnya ia mengajak mereka kepada Islam dan memperlihatkan agamanya kepada mereka, tiba-tiba mereka memanahnya dari segala penjuru, akibatnya, ia terkena panah. Bani Malik menduga bahwa Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi dibunuh salah seorang dari mereka bernama Aus bin Auf saudara Bani Salim bin Malik. Para sekutu menduga bahwa Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi dibunuh salah seorang dari Bani Attab bin Malik yang bernama Wahb bin Jabir. Dikatakan kepada Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi, ‘Bagaimana pendapatmu tentang darahmu?’ Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi berkata, ‘Darahku adalah kemuliaan yang diberikan Allah kepadaku dan Syahadah (mati syahid) yang dikaruniakan kepadaku. Tidak ada sesuatu apa pun pada diriku kecuali apa yang ada pada darah para syuhada’ yang terbunuh ketika mereka berperang bersama Rasulullah sebelum beliau pergi dari tempat kalian. Kuburlah aku bersama para syuhada’ tersebut’.

Para ulama mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi, ‘Sesungguhnya perumpamaan Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi di kaumnya adalah seperti Yaasiin di tengah kaumnya’.”

“Setelah terbunuhnya Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi, orang-orang Tsaqif berada di tempat mereka berbulan-bulan, kemudian mereka ber-musyawarah sesama mereka dan berpendapat bahwa mereka tidak mem-punyai kekuatan untuk berperang melawan orang-orang Arab yang ada di sekitar mereka. Mereka pun berbaiat dan masuk Islam”.

Mereka saling bermusyawarah dan akhirnya mereka sepakat untuk mengirim seseorang kepada Rasulullah sebagaimana mereka dulu pernah mengutus Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi. Untuk itu, mereka berbicara dengan Abdu Yalil bin Amr -ia seperti Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi- dan menawarkan tugas tersebut kepadanya, namun Abdu Yalil bin Amr menolak melakukan tugas tersebut, karena khawatir diperlakukan seperti Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi sepulangnya dari Rasulullah SAW. Abdu Yalil bin Amr berkata, ‘Aku tidak mau melakukan tugas tersebut kecuali jika kalian juga mengutus beberapa orang bersamaku’. Akhirnya mereka sepakat untuk mengirim dua orang dari para sekutu dan tiga orang dari Bani Malik bersama Abdu Yalil bin Amr, jadi, jumlah mereka adalah enam orang.

Selain mengirim Abdu Yalil bin Amr, mereka mengirim Al-Hakam bin Amr bin Wahb bin Muattib, Syurahbil bin Ghailan bin Salamah bin Muattib. Dari Bani Malik adalah Utsman bin Abu Al-Ash bin Bisyr bin Abdu Duhman saudara Bani Yasar, Aus bin Auf saudara Bani Salim, dan Numair bin Kharasyah bin Rabi’ah saudara Bani Al-Harits.

Abdu Yalil berangkat bersama mereka dan yang menjadi pemimpin rombongan adalah Abdu Yalil bin Amr sendiri. Abdu Yalil bin Amr tidak mau keluar kecuali dengan mereka karena takut diperlakukan seperti Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi dan juga agar setiap orang dari mereka sibuk dengan kaumnya jika telah pulang dari Rasulullah.

Ketika mereka berenam mendekati Madinah dan berhenti di Qanat, di sana, mereka bertemu Al-Mughirah bin Syu’bah yang sedang mendapat giliran menggembala unta para sahabat Rasulullah karena penggem-balaan unta-unta tersebut dibagi secara bergilir di antara para sahabat. Ketika Al-Mughirah bin Syu’bah melihat orang-orang Tsaqif tersebut, ia meninggalkan unta-unta tersebut dijaga mereka, kemudian ia memacu kudanya untuk memberi kabar gembira kepada Rasulullah tentang keda-tangan orang-orang Tsaqif kepada beliau. Sebelum bertemu dengan Ra-sulullah, Al-Mughirah bin Syu’bah bertemu Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia bercerita kepada Abu Bakar tentang kedatangan orang-orang Tsaqif bah-wa mereka datang untuk berbaiat dan masuk Islam dengan ketentuan Rasulullah membuat beberapa syarat untuk mereka dan mereka mendapat surat dari beliau tentang kaum, negeri, dan harta mereka. Abu Bakar ber-kata kepada Al-Mughirah bin Syu’bah, ‘Aku bersumpah dengan nama Allah kepadamu, engkau tidak boleh mendahuluiku tiba di tempat Rasu-lullah hingga aku sendiri yang menceritakan hal ini kepada beliau’. Al-Mughirah bin Syu’bah menuruti keinginan Abu Bakar, kemudian Abu Bakar masuk ke tempat Rasulullah dan melaporkan kepada beliau tentang kedatangan orang-orang Tsaqif kepada beliau.

Di sisi lain, Al-Mughirah bin Syu’bah keluar menemui sahabat-sahabatnya, kemudian beristirahat bersama mereka dan mengajari mereka bagaimana cara mereka mengucapkan salam kepada Rasulullah, namun mereka tetap mengucapkan salam Jahiliyah kepada beliau. Ketika orang-orang Tsaqif tiba di tempat Rasulullah, kubah dipasang untuk mereka di salah satu pojok masjid seperti yang mereka mau, dan Khalid bin Sa’id bin Al-Ash yang berjalan mondar-mandir antara mereka dan Rasulullah. Mereka menulis perjanjian dan orang yang menulisnya ialah Khalid bin Sa’id bin Al-Ash. Mereka tidak makan makanan yang datang dari Rasulullah hingga dimakan terlebih dahulu oleh Khalid bin Sa’id bin Al-Ash, hingga akhirnya mereka masuk Islam dan selesailah penulisan surat perjanjian tersebut.

Di antara yang diminta orang-orang Tsaqif kepada Rasulullah SAW ialah hendaknya beliau tetap membiarkan berhala Al-Lata dan tidak menghancurkannya selama tiga tahun. Rasulullah menolak permintaan mereka tersebut. Mereka meminta beliau membiarkan berhala Al-Lata dan tidak menghancurkannya selama setahun, namun beliau tetap tidak mengabulkan permintaan mereka. Akhirnya mereka meminta beliau membiarkan berhala Al-Lata dan tidak menghancurkannya selama sebu-lan sejak kedatangan mereka, namun beliau tetap menolak memenuhi keinginan mereka. Kelihatannya, mereka meminta seperti itu kepada Rasulullah karena mereka berharap bahwa dengan dibiarkannya berhala Al-Lata maka mereka bisa selamat dari orang-orang bodoh, wanita-wanita, dan anak-anak mereka. Selain itu, mereka tidak ingin menakut-nakuti kaumnya dengan penghancuran berhala tersebut hingga seluruh kaum mereka masuk Islam, namun Rasulullah menolak memenuhi keinginan mereka. Justru beliau mengirim Abu Sufyan bin Harb dan Al-Mughirah bin Syu’bah untuk menghancurkan berhala Al-Lata.

Selain meminta berhala Al-Lata tetap dipertahankan, orang-orang Tsaqif meminta Rasulullah membebaskan mereka dari kewajiban shalat dan tidak disuruh menghancurkan berhala-berhala mereka dengan tangan mereka sendiri. Rasulullah SAW bersabda, ‘Adapun penghancuran berhala-berhala dengan tangan kalian, maka kalian akan aku bebaskan daripada-nya. Sedang shalat, maka tidak ada kebaikan pada agama yang di dalam-nya tidak ada shalat’. Mereka berkata, ‘Wahai Muhammad, kami akan mengerjakan shalat, kendati shalat adalah perbuatan buruk’.”

“Ketika orang-orang Tsaqif masuk Islam dan Rasulullah SAW membuat surat perjanjian untuk mereka, beliau mengangkat Utsman bin Abu Al-Ash sebagai pemimpin mereka. Utsman bin Abu Al-Ash adalah orang termuda dari mereka, orang yang paling bersemangat untuk mendalami agama, dan mempelajari Al-Qur’an. Abu Bakar berkata, ‘Wahai Rasu-lullah, aku lihat anak muda ini (Utsman bin Abu Al-Ash) adalah orang-orang Tsaqif yang paling bersemangat untuk mendalami agama dan mempelajari Al-Qur’an’.”

“Ketika delegasi Tsaqif menyelesaikan urusan mereka dan mereka hendak pulang ke negeri mereka, Rasulullah SAW mengirim Abu Sufyan bin Harb dan Al-Mughirah bin Syu’bah untuk menghancurkan berhala Al-Lata, kemudian kedua sahabat tersebut berangkat bersama delegasi Tsaqif. Ketika mereka semua tiba di Thaif, Al-Mughirah bin Syu’bah ingin mendahulukan Abu Sufyan bin Harb, namun Abu Sufyan bin Harb menolak dan berkata, ‘Engkau sendiri yang harus terlebih dahulu masuk kepada kaummu’. Sedang Abu Sufyan bin Harb menetap dengan kekaya-annya di Dzu Al-Hudum*. Ketika Al-Mughirah bin Syu’bah telah ma-suk kepada kaumnya, ia naik ke atas berhala Al-Lata kemudian memu-kulnya dengan cangkul dengan dilindungi kaumnya, Bani Muattib, kare-na khawatir Al-Mughirah bin Syu’bah dipanah atau dibunuh seperti hal-nya Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi. Ketika itulah, wanita-wanita Tsaqif keluar dengan tidak mengenakan kerudung dan menangisi berhala Al-Lata, sambil berkata,
‘Sang pelindung**, Al-Lata, pasti akan ditangisi
Ia dibiarkan begitu saja oleh orang-orang hina
Yang tidak bisa bertarung dengan baik’.”

“Ketika Al-Mughirah bin Syu’bah memukul berhala Al-Lata dengan kapak, Abu Sufyan bin Harb berkata tentang berhala Al-Lata, ‘Hancurlah engkau. Binasalah engkau’. Setelah Al-Mughirah bin Syu’bah menyele-saikan penghancuran berhala Al-Lata, mengambil kekayaan dan perhias-an yang ada padanya, ia memberikannya kepada Abu Sufyan bin Harb. Perhiasan berhala Al-Lata tersebut dikumpulkan dan kekayaannya yang terdiri dari emas dan kain jahitan.

Jauh sebelum itu, Abu Mulaih bin Urwah dan Qarib bin Al-Aswad menghadap kepada Rasulullah sebelum kedatangan delegasi Tsaqif terbunuh –ketika Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi– karena ingin berpisah dengan Tsaqif dan tidak bersepakat dengan mereka demi hal apa pun selama-lamanya. Kedua orang tersebut akhirnya masuk Islam. Rasulullah SAW bersabda kepada keduanya, ‘Tunjuklah siapa saja yang kalian inginkan menjadi pemimpin kalian’. Kedua orang tersebut menjawab, ‘Kami me-ngangkat Allah dan RasulNya sebagai pemimpin kami’. Rasulullah bersabda, ‘Angkatlah paman kalian, Abu Sufyan bin Harb sebagai pemimpin kalian’. Kedua orang tersebut menjawab, ‘Ya, pemimpin kami adalah paman kami Abu Sufyan bin Harb’.

Ketika orang-orang Thaif masuk Islam dan Rasulullah SAW mengirim Abu Sufyan bin Harb dan Al-Mughirah bin Syu’bah untuk menghancurkan berhala Al-Lata, Abu Mulaih bin Urwah meminta Rasulullah membayar utang ayahnya, Urwah bin Mas’ud, dengan kekayaan berhala terse-but. Rasulullah bersabda kepada Abu Mulaih bin Urwah, ‘Ya, aku akan membayarnya’. Qarib bin Al-Aswad berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, bayarlah juga utang Al-Aswad –karena Urwah bin Mas’ud dan Qarib adalah saudara sekandung–.’ Rasulullah bersabda, ‘Tidak, karena Al-Aswad meninggal dunia dalam keadaan musyrik’. Qarib bin Al-Aswad berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, tapi engkau menyambung silaturahim dengan orang muslim yang masih mempunyai hubungan kekerabatan –yang ia maksud ialah dirinya sendiri–? Utang tersebut memang harus aku bayar, namun akulah yang meminta dengan-nya’. Kemudian Rasulullah memerintahkan Abu Sufyan bin Harb untuk membayar utang Urwah bin Mas’ud dan Al-Aswad dengan kekayaan ber-hala Al-Lata tersebut.

Ketika Al-Mughirah bin Syu’bah telah mengumpulkan kekayaan berhala Al-Lata, ia berkata kepada Abu Sufyan bin Harb, ‘Sesungguhnya Rasulullah menyuruhmu membayar utang Urwah bin Mas’ud dan Al-Aswad, kemudian Abu Sufyan bin Harb membayar utang keduanya”.

“Surat Rasulullah SAW yang beliau tulis untuk penduduk Thaif ialah sebagai berikut, ‘Bismillahirrahmanirrahim, dari Muhammad Nabi dan utusan Allah kepada kaum Mukminin, sesungguhnya pohon Idhaah di lembah Wajj*** tidak boleh ditebang. Barangsiapa diketahui mengerjakan salah satu dari hal tersebut, ia dicambuk dan pakaiannya dicopot. Jika ia bertindak lebih jauh, ia diambil kemudian dibawa kepada Nabi Muhammad. Ini perintah Nabi Muhammad Rasulullah’.

Surat tersebut ditulis Khalid bin Sa’id atas perintah Rasulullah. Tidak ada orang menentang surat tersebut, karena jika ia menentangnya, ia menzhalimi dirinya sendiri terhadap apa yang telah diperintahkan Rasulullah kepadanya”.

CATATAN:

* Mata air milik Bani Baliy yang terletak di belakang lembah Al-Qura
** Mereka sebut berhala itu sebagai sang pelindung karena mereka meyakini bahwa berhala-berhala itu dapat membela mereka dari musuh-musuh dan dapat menolak bala
*** Idhaah adalah nama pohon yang berduri, bentuk tunggalnya adalah Udhaahah, dan Wajj adalah nama sebuah tempat di Thaif