Keenam: Zaidiyah membolehkan adanya dua imam pada saat yang sama di wilayah yang berbeda, pembolehan ini kurang tepat karena pada prinsipnya kaum muslimin dipimpin oleh seorang imam saja, dan inilah yang terjadi pada masa-masa utama Islam, pada masa Rasulullah saw dan para khulafa` rasyidin. Bahkan Rasulullah saw memerintahkan memenggal leher imam yang menuntut baiat setelah tersepakatinya baiat terhadap imam yang pertama.

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab al-Imarah dari Abdullah bin Amru bin Ash berkata, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa membaiat seorang imam, dia memberikan jabat tangannya dan buah hatinya, maka hendaknya dia menaatinya sebisanya, jika datang yang lain menentangnya maka penggallah leher yang lain.

Dari Arfajah berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Akan muncul fitnah-fitnah, barangsiapa hendak memecah perkara umat ini padahal ia satu maka penggallah dia dengan pedang, siapa pun dia.” (HR. Muslim).

Ketujuh: Pandangan aliran ini bahwa imam tidak harus yang terbaik, sah imamah orang baik walaupun ada yang lebih baik, ini benar. Qadhi Abul Hasan al-Mawardi dalam al-Ahkam as-Sulthaniyah menyatakan ijma’ tentang dibolehkannya imamah orang yang utama walaupun yang lebih utama ada.

Inilah yang terjadi pada masa Muawiyah yang imamahnya diakui oleh para sahabat setelah Hasan bin Ali berdamai dengannya dan menyerahkan imamah kepadanya, sehingga tahun tersebut dikenal dengan Am Jamaah, imamah Muawiyah shahih, disepakati oleh kaum muslimin walaupun yang lebih utama dari Muawiyah tidak sedikit, sebut saja mujahid agung Saad bin Abu Waqqash, salah seorang dari sepuluh orang yang dijamin surga oleh Rasulullah saw, Abdullah bin Umar bin al-Khattab, ulama besar sahabat pada zamannya, pemegang teguh sunnah Rasulullah saw dalam segala perkara dan sahabat-sahabat besar lainnya selevel Saad dan Ibnu Umar.

Kedelapan: Zaidiyah terpengaruh oleh sebagian pemikiran Mu’tazilah, di antaranya pendapat bahwa mukmin pelaku dosa besar di manzilah baina manzilatain, ini keliru, karena mukmin pelaku dosa besar tetaplah mukmin hanya saja tidak dengan iman yang baik dan sempurna, inilah yang benar yang ditunjukkan oleh dali-dalil yang shahih. Pembaca bisa merujuk link akidah tentang muslim pelaku dosa besar.

Begitu pula ajakan melawan pemimpin zhalim dengan kedok amar ma’ruf nahi mungkar adalah mungkar, Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab al-Imarah dari Auf bin Malik dari Rasulullah saw bersabda, “Sebaik-baik imam kalian adalah yang kalian cintai dan menyintai kalian, yang kalian doakan dan mendoakan kalian, seburuk-buruk imam kalian
adalah yang kalian benci dan membenci kalian, yang kalian laknat dan melaknat kalian.
” Mereka berkata, “Ya Rasulullah, bolehkah kita mengangkat pedang melawan mereka?” Beliau menjawab, “Tidak, selama mereka menegakkan shalat pada kalian, jika kalian melihat sesuatu yang kalian benci pada pemimpin kalian maka bencilah perbuatannya dan jangan menarik tangan dari ketaatan.

Kesembilan: Menolak bermakmum kepada imam fajir menyelisihi pendapat Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang benar adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah karena dalam perkara yang lebih besar yaitu kepemimpinan negara imamah fajir tetap sah, maka dalam perkara shalat imamahnya juga tetap sah. Berpendapat bahwa shalat tarawih berjamaah adalah bid’ah adalah keliru karena telah terbukti bahwa Rasulullah saw melakukannya dengan berjamaah, walaupun hanya beberapa malam, dan Umar sebagai salah satu khulafa rasyidin yang sunnahnya diikuti melakukannya dengan berjamah bersama para sahabat. Wallahu a’lam.