Mahabbah (cinta) adalah kedudukan di mana orang-orang bersaing.Kepada tujuan itulah, orang-orang yang beramal menajamkan pandangannya.

Cinta adalah makanan pokok hati, hidangan bagi ruh dan penyejuk mata.

Cinta adalah kehidupan yang barang siapa terhalangi dari mendapatkannya maka termasuk golongan orang-orang yang mati (mayat).

Cinta adalah cahaya yang barang siapa kehilangannya, maka berada di lautan kegelapan.

Cinta adalah obat yang barang siapa tidak memilikinya, maka hatinya akan terhinggapi segala macam penyakit.

Cinta adalah kenikmatan yang barang siapa tidak memperolehnya, maka seluruh hidupnya dipenuhi kegelisahan dan kepedihan.

Cinta yang Paling Bermanfaat

Cinta yang paling bermanfaat, yang paling luhur, paling mulia dan paling wajib adalah cinta terhadap Dzat yang telah menarik hati untuk mencintainya, dan yang telah difithrahkan pada semua makhluk bahwa dia adalah Rabb. Karena Rabb sesungguhnya adalah Dzat yang telah dituhankan oleh hati dengan rasa cinta, memuliakan, mengagungkan, tunduk, merendahkan diri di hadapanNya, dan beribadah kepadaNya. Dan ibadah tidak pantas kecuali hanya kepadaNya. Karena hakikat dari ibadah adalah sempurnanya cinta yang disertai ketundukan dan kerendahan yang sempurna.

Dzat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dicintai dari segala sisinya, sedangkan selain Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- hanya dicintai sebagai bentuk mengikuti cintanya.

Cinta kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

Cinta kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىmerupakan ruh dari iman, amal perbuatan, kedudukan dan segala kondisi, yang mana apabila semuanya itu tanpa disertai cinta, maka seperti jasad yang tidak memiliki ruh.

Cinta kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىmeringankan beban orang yang berjalan menuju kepada sesuatu yang tidak akan dapat mereka capai kecuali dengan cara bersusah payah.

Cinta kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىmengantarkan mereka kepada kedudukan yang tidak pernah mereka gapai kecuali dengannya. Dan cinta kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dapat menempatkan mereka di jajaran orang-orang yang jujur, yang tidak akan pernah mereka masuki tanpa itu.

Cinta kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىadalah tunggangan yang selalu mereka naiki untuk berjalan menuju kekasih mereka, serta jalan lurus yang mengantarkan mereka ke rumah utamanya.

Keharusan Mencintai Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-

Keharusan untuk mencintai Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ditunjukkan oleh semua kitab-kitab yang diturunkanNya, ajakan semua Rasul, fitrah yang telah Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ciptakan pada diri hamba-hambaNya yang dititipkan pada mereka, dan kenikmatan yang telah diberikan kepada  mereka. Karena sesungguhnya hati difitrahkan dan dibentuk untuk mencintai orang yang telah memberinya kenikmatan dan berbuat baik kepadanya. Maka bagaimana dengan Dzat yang mana semua kebaikan berasal dariNya dan segala kenikmatan yang ada pada semua makhluk berasal dariNya سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Sebagaimana firmanNya,

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepadaNya-lah kamu meminta pertolongan.” (an-Nahl: 53).

Keharusan cinta kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىjuga ditunjukkan oleh nama dan sifat-sifat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىyang dikenalkan pada hambaNya, serta jejak peninggalan yang terbentuk oleh kesempurnaan, keagungan dan kemuliaanNya. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (al-Baqarah: 165).

Dan Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ

“Hai orang-orang yang beriman!, Barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” (al-Maidah: 54).

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ

“Tidaklah beriman seorang dari kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia.” (HR. al-Bukhari).

Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkata kepada Umar bin Khaththab        –رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-,

لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ

Tidak, dan demi Dzat yang jiwaku di tanganNya, hingga aku lebih kamu cintai daripada dirimu sendiri.” (HR. Al-Bukhari).

Apabila Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- lebih utama bagi kita daripada diri kita sendiri dalam hal cinta dan konsekwensinya, maka bukankah Allah – جَلَّ جَلَالُهُ– lebih utama lagi untuk dicintai dan disembah dari pada semua makhlukNya!? Padahal semua hal yang ada pada diri hamba-hambaNya mengajak mereka untuk selalu mencintai Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. PemberianNya, laranganNya, pembebasan, cobaan, kesukaran, kemudahan, keadilan, anugerah, mematikan, menghidupkan, kedermawanan, kebaikan, rahmat, ampunan, toleran, kesabaran, menutupi aib, mengabulkan doa, menghilangkan kesusahan, menolong duka cita, meringankan kesedihan, tanpa ada kebutuhan terhadap hambaNya sama sekali.

Semua ini mengajak hati untuk mengesakanNya dan mencintaiNya. Apabila ada seseorang berbuat baik kepada orang lain, maka hal itu akan membuat orang lain suka kepadanya, meskipun orang tersebut tidak mampu menguasai hati orang lain. Maka pastilah akan muncul rasa cinta dari seorang hamba dengan segenap hati dan raganya terhadap Dzat yang selalu berbuat baik padanya meskipun ia telah melakukan kesalahan. KebaikanNya terus turun pada hamba, akan tetapi keburukan hambaNya tidak akan menghalangi Dia سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىuntuk berbuat baik padanya. Maka pasti hamba itu akan mencintaiNya, dikarenakan nikmat-nikmat yang telah ia terima, meskipun Dia    سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىtidak membutuhkannya.

Dan juga, setiap makhluk yang kamu cintai yang dia mencintaimu, sesungguhnya ia hanya menginginkanmu untuk dirinya dan memiliki kebutuhan dari kamu. Akan tetapi Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menginginkanmu untuk dirimu sendiri. Orang yang berinteraksi dengan kamu jika tidak mendapatkan keuntungan darimu, maka dia tidak akan berinteraksi denganmu. Akan tetapi Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berinteraksi denganmu agar kamu mendapatkan keuntungan terbesar dan paling tinggi dariNya. Satu dirham bisa menjadi 10 sampai 70 dirham, digandakan dengan banyak kelipatan. Sedangkan satu kesalahan akan lebih cepat untuk dihapus. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menciptakanmu untuk diriNya dan menciptakan segala hal di dunia dan di akhirat untukmu. Maka siapakah yang lebih utama untuk dia mencurahkan rasa cinta dan usaha untuk mendapatkan keridhaan?

Permintaan-permintaanmu -bahkan permintaan seluruh makhluk- akan dikabulkan olehNya. Karena Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-  adalah yang paling dermawan di antara orang-orang yang dermawan, serta yang paling mulia di antara orang-orang yang mulia. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberi hambaNya sebelum memintanya, serta melebihi apa yang diinginkannya. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- membalas perbuatan baik yang sedikit serta  melipat gandakannya dan mengampuni banyak kesalahan serta menghapusnya.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ

Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (Ar-Rahman: 29).

Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak sibuk untuk mendengarkan dari mendengarkan yang lainnya. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak membuat kesalahan meskipun banyaknya permintaan. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak lelah oleh desakan orang-orang yang terus meminta kepadaNya, bahkan Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menyukai  orang-orang yang terus meminta kepadaNya, bahkan Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menyukai orang-orang yang terus meminta kepadaNya dalam doanya. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- suka untuk diminta dan benci apabila tidak diminta. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- merasa malu kepada hambaNya, meskipun hambaNya tidak merasa malu padaNya. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menutupi aib hambaNya meskipun hambaNya tersebut tidak menutup aibnya sendiri. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengasihi hambaNya meskipun hambaNya tersebut tidak mengasihi dirinya sendiri. Dengan kebaikan dan kedermawananNya, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengajak hambaNya menuju kemuliaan dan keridhaanNya, meskipun hambaNya menolak. Maka Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengutus para rasulNya dan mengirimkan janji bersama mereka, kemudian Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- sendiri turun ke langit dunia seraya berkata,

مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Barang siapa yang meminta kepadaKu pasti Aku beri, dan barang siapa yang memohon ampun kepadaKu pasti Aku ampuni.” (HR. Al-Bukhari).

Bagaimana hati tidak akan cinta kepada Dzat yang tidak akan ada yang melakukan kebaikan kecuali Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Tidak ada yang mengabulkan permohonan, meringankan kesusahan, mengampuni kesalahan, menutupi aurat, menghilangkan duka cita dan mengabulkan permintaan selain Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-? Maka Dia (Allah) -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- adalah yang paling pantas untuk disebut, lebih pantas untuk diucapkan rasa terima kasih, lebih pantas untuk disembah, lebih pantas untuk dipuji, yang lebih tepat untuk dimintai tolong, pemilik yang paling pemurah, yang paling cukup untuk ditawakali. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- lebih sayang terhadap hambaNya dibanding seorang ibu terhadap anaknya.

Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- paling bahagia dengan kembalinya orang yang bertaubat daripada orang yang kehilangan tunggangannya yang berisi makanan serta minuman di tanah gersang, ketika itu dia sudah putus asa dari hidup, tiba-tiba ia menemukannya kembali.

Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- adalah pemilik yang tidak ada sekutu bagiNya dan Yang Esa tanpa ada tandingan. Segala sesuatu akan hancur kecuali wajahNya. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak akan ditaati kecuali atas izinNya, dan tidak akan didurhakai kecuali telah diketahuiNya.

Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ditaati dan disyukuri kenikmatanNya, dengan taufik dan nikmat dariNya Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ditaati. Ketika didurhakai, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memaafkan dan mengampuni, meskipun hakNya ditelantarkan. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- adalah saksi yang paling dekat, penjaga yang paling mulia, yang paling tepat janjinya dan paling adil pembagiannya.

Setiap orang rindu padaNya. Semua wajah menginginkan cahaya wajahNya. Akal tidak mampu mengetahui hakikatNya. Fithrah dan dalil-dalil menunjukkan bahwa tidak mungkin ada yang menyamai dan menyerupaiNya. Kegelapan menjadi terang oleh cahaya wajahNya. Bumi dan langit tersinari olehNya. Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak tidur dan tidak pantas untuk tidur. Amalan siang diangkat padaNya sebelum amalan malam. Amalan malam diangkat padaNya sebelum amalan siang. HijabNya adalah cahaya, yang andaikata disingkap maka akan membakar apa yang melihatNya.

Cinta kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- merupakan kehidupan hati dan makanan bagi ruh. Hati tidak akan memiliki kenikmatan, keberuntungan dan kehidupan kecuali dengannya. Dan ketika hati kehilangannya, maka rasa sakitnya lebih besar daripada rasa sakit mata tatkala kehilangan fungsi penglihatannya dan ketika telinga kehilangan fungsi pendengarannya. Bahkan rusaknya hati ketika tidak terisi oleh cinta kepada Dzat yang menciptakan dan Rabbnya yang benar, lebih besar daripada rusaknya badan ketika tidak terisi oleh ruh. Dan itu hanya bisa dirasakan oleh orang yang hatinya masih hidup, adapun hati yang mati tidak akan merasakan sakit pada jasadnya.

 

Sebab-sebab yang Menumbuhkan Cinta kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى–  

Pertama, Membaca al-Qur’an dengan mentadabburi dan mamahami makna serta apa yang dimaksudkannya, seperti mentadabburi buku yang dihafal dan dijelaskan seorang hamba untuk memahami maksud dari sang penulis.

Kedua, Mendekatkan diri pada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan amalan-amalan sunnah setelah selesai yang fardhu. Sebagaimana Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman dalam hadis qudsi :

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

Dan tidaklah hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada melaksanakan apa yang telah Aku wajibkan, dan senantiasa hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah, sehingga Aku mencintainya… (HR. Al-Bukhari).

Ketiga, Selalu berdzikir kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dalam setiap keadaan, dengan lisan, hati dan perbuatan. Maka besarnya cinta yang dia hasilkan sesuai dengan kadar dzikir ini.

Keempat, Mendahulukan kesenanganNya -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- daripada kesenanganmu ketika meluapnya hawa nafsu, dan berusaha menggapai cintaNya sekalipun itu terasa sulit.

Kelima, Menelaah dan mentadabburi nama-namaNya, sifat-sifatNya, kesaksian terhadap nama dan sifatNya, mengenalNya, serta berulang kali melatihnya dengan hal ini. Karena barang siapa yang mengenal Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan nama, sifat dan perbuatan-perbuatanNya, pasti menjadi cinta padaNya.

Keenam, Memperhatikan dan merenungi kebaikan, kedermawanan, anugerah dan nikmat-nikamtNya, baik yang lahir maupun batin. Karena sungguh hal tersebut menumbuhkan perasaan cinta padaNya.

Ketujuh, Dan ini yang paling menakjubkan yaitu menundukkan hati secara penuh di hadapan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, dan itu tidak dapat diungkapkan jika hanya sekedar dengan nama dan kata-kata.

Kedelapan, Menyepi (dengan beribadah) pada saat turunnya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ke langit dunia (yaitu, pada 1/3 malam terakhir) dengan bermunajat padaNya disertai membaca firmanNya dan bersimpuh di hadapanNya dengan hati. Kemudian menutupnya dengan istighfar dan taubat.

Kesembilan, Duduk bersama orang-orang yang mencintai Allah    -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- serta jujur. Dan memetik buah-buah yang baik dari ucapan mereka seperti ia sedang memungut buah-buah yang bagus. Serta tidak berbicara kecuali jika kemaslahatan dari ucapannya lebih banyak daripada kemudharatannya, dan mengetahui bahwa ucapan tersebut akan memberi tambahan dan manfaat bagi orang lain.

Kesepuluh, Menjauhi semua sebab yang menghalangi hatinya dengan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Dengan sebab-sebab di atas, seorang pecinta akan sampai pada derajat cintanya yang tinggi dan mencapai kekasihnya. Wallahu A’lam. (Redaksi).

Sumber:

Al-Bahru ar-Ra-iq Fii az-Zuhdi Wa ar-Raqa-iq, Dr. Ahmad Farid.