Oleh Ustadz Izzudin Karimi, Lc

Muhammad bin Saad berkata, Watsilah bin al-Asqa’ datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, shalat Shubuh bersama beliau, selesai shalat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersalaman dengan para sahabat, saat tiba di depan Watsilah, beliau bertanya, “Siapa kamu?” Watsilah menjawab siapa dirinya. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa yang membuatmu datang?” Watsilah menjawab, “Membaiat.” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dalam suka dan duka, berat dan ringan?” Watsilah menjawab, “Ya.” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebatas kemapuanmu.” Watsilah menjawab, “Baik.” Maka Watsilah masuk Islam dan membaiat Rasulullah.

Tidak lama berselang, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin bersiap-siap berangkat ke Tabuk, Watsilah pulang ke keluarganya, dia bertemu bapaknya al-Asqa’, manakala bapaknya tahu dia masuk Islam, dia bertanya, “Kamu sudah melakukannya?” Watsilah menjawab, “Ya.” Bapaknya berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berbicara kepadamu selamanya.” Watsilah datang kepada pamannya, dia bertanya, “Kamu sudah melakukannya?” Watsilah menjawab, “Ya.” Pamannya berkata, “Semestinya kamu jangan melakukan sebelum kami.”

Tiba-tiba saudara perempuan Watsilah menemuinya, dia mengucapkan salam, Watsilah terkejut, dia bertanya, “Dari mana kamu tahu salam itu wahai saudariku?” Dia menjawab, “Aku mendengar perbincanganmu dengan paman dan aku ikut masuk Islam bersamamu.” Watsilah berkata kepadanya, “Bantu saudaramu ini menyiapkan bekal perjalanan jauh, karena Rasulullah sedang bersiap-siap.”

Maka saudara perempuannya menyiapkan, kemudian Watsilah menyusul Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mulai bergerak meninggalkan Madinah menuju Tabuk, tertinggal beberapa gelintir orang yang masih bersiap-siap dan akan segera menyusul. Watsilah datang ke pasar dan berteriak, “Siapa yang memberiku tumpangan dan aku memberinya bagianku dari harta rampasan perang?” Saat itu Watsilah memang tidak mempunyai kendaraan.

Watsilah berkata, Kaab bin Ujrah memanggilku, dia berkata, “Aku memberimu tumpangan secara bergiliran siang dan malam. Kamu sama denganku tetapi bagianmu menjadi milikku.” Watsilah menjawab, “Baik.” Watsilah berkata, Allah membalas Kaab dengan kebaikan, dia memberiku tumpangan bahkan juga makan, aku makan bersamanya.

Di Tabuk Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengutus Khalid bin al-Walid ke Ukaidir bin Abdul Malik di Daumatul Jandal, Kaab ikut dalam pasukan Khalid maka aku juga ikut, dalam misi ini kami mendapatkan harta fai` yang banyak, Khalid membagikannya di antara kami, aku mendapatkan enam ekor unta muda.

Pulang ke Madinah, aku menggiringnya ke rumah Kaab bin Ujrah, aku memanggil, “Keluarlah semoga Allah merahmatimu, ini adalah unta-untamu, silakan menerimanya.” Kaab keluar sambil tersenyum, dia berkata, “Aku tidak memberimu tumpangan sementara aku ingin menerima sesuatu darimu. Bawalah unta-unta ini pulang, ia milikmu.”

Teladan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam saat beliau membeli unta Jabir bin Abdullah, bahwa dia mengendarai seekor unta kurus saat pulang dari sebuah peperangan bersama Rasulullah, unta ini benar-benar payah dan lelah, sampai-sampai Jabir berniat melepaskannya karena tidak lagi berguna, hanya menambah beban saja.

Jabir berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menemuiku, beliau berdoa kemudian memukul untaku, tiba-tiba ia berjalan dengan cepat, tak pernah ia berjalan seperti itu. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, “Juallah unta ini kepadaku dengan harta satu uqiyah.” Aku menjawab, “Tidak.” Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, “Juallah.” Maka aku menjawab, “Baik.” Aku pun mensyaratkan punggungnya sampai ke rumah.

Manakala tiba di rumah, aku membawa unta itu kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian aku pulang, namun beliau menyusulku dengan untaku dan bersabda, “Kamu kira aku membeli untamu untuk memilikinya? Ini, ambillah untamu dan uangnya juga, keduanya untukmu.” Wallahu a’lam.