Wahai akhi! Untukmu yang masih membujang, untukmu yang masih bimbang, apa sih yang kau nanti? Apa pula yang kau takuti? Bukankah kau itu laki-laki? Fisikmu tangkas, ambisimu tinggi, jiwamu pemberani, bahkan puncak bromo yang menjulang tinggi mampu kau taklukkan, gelar studi di negeri orang tanpa lelah kau kejar, lautan bisnis yang luas terus kau selami, dan tidak hanya itu, berkemul keringat di negeri rantau selama bertahun-tahun tidak pernah kau ratapi. Tapi mengapa kau masih bimbang untuk menikah? Kau belum juga berani meminang seorang gadis dari pelukan ibunya? Mengapa kau lebih memilih bertahan dalam kesunyian diri melawan jeritan hati kecilmu? Tidakkah usiamu terus mengingatkanmu? Bukankah uban di mahkotamu tiada bosan-bosan membisiki jiwamu? Lantas apa lagi yang kau nanti? Apa pula yang kau takuti?

Wahai akhi! Masih nyamankah kau dengan jomblomu? Tidakkah kau khawatirkan kesucian dan agamamu? Terlebih di tengah-tengah kehidupan masyarakat seperti sekarang ini. Sekuat apa pun fisikmu, setangguh apa pun imanmu, sepandai apa pun dirimu, sekokoh apa pun benteng rumahmu, jomblomu sangatlah riskan menggelincirkan dirimu dalam kegelapan dan kenistaan, hatimu begitu rentan terjilat api dosa dan kemaksiatan. Sungguh, wanita dalam kelemahan yang membalutnya menyimpan kekuatan yang begitu menghanyutkan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَالَ إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ

“Dia (suami perempuan yang menggoda Yusuf –penj) berkata, ‘Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu. Tipu dayamu benar-benar hebat.’” (QS. Yusuf: 28).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah menegaskan dalam sabdanya:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ

 “Tidaklah aku tinggalkan setelah kematianku sebuah fitnah yang lebih membahayakan bagi kaum laki-laki daripada fitnah wanita.” (HR. Bukhari no. 5096).

 مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ

“Aku tidak melihat wanita yang kurang akal dan agamanya yang dapat menghilangkan akal seorang lelaki yang teguh daripada seorang diantara kalian.” (HR. Bukhari no. 304).

Wahai akhi! Jika karena fulus kau masih bimbang untuk menikah, atau masih merasa minder karena kau belum memiliki pekerjaan tetap, berarti kau seorang lelaki yang lemah, meskipun fisikmu kuat, kau berani berpetualang di alam bebas, tapi kau masih takut berselancar di atas gulungan ombak rumah tangga. Uang berlimpah atau memiliki pekerjaan tetap bukanlah kewajiban yang harus kau cari setelah menikah. Tapi tetap bekerja dan terus mencari uang untuk menafkahi keluarga inilah yang menjadi tanggung jawab di atas pundakmu. Luruskanlah niatmu, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan senantiasa menolong dan membantumu. Tidak ingatkah dirimu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ

 “Tiga golongan yang Allah pasti akan menolongnya; (yaitu) orang yang berjihad di jalan Allah, seorang budak yang hendak membebaskan dirinya, dan orang yang menikah karena hendak menjaga kesuciannya.” (HR. at-Tirmdzi no. 1655).

Wahai akhi! Ketika karena fulus belum cukup untuk biaya menikah, bekerjalah, berhemat dan tabunglah sebagian uang yang kau dapatkan, apabila sudah cukup segeralah menikah, jangan ditunda-tunda lagi kesempatan emas ini. Janganlah niat baikmu terpasung oleh pikiran buruk tentang bagaimana hidup setelah menikahnya, mau dikasih makan apa anak dan istrinya nanti, bagaimana bisa menghidupi mereka sementara pekerjaan tetap belum ada, rekening tabungan yang masih tipis, atau bisikan-bisikan setan lainnya.

Wahai akhi! Yakinlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah yang telah menjamin jatah rezekimu, istri dan anak-anakmu. Berbaik sangkalah kepada-Nya, sesungguhnya persangkaan-Nya itu mengikuti persangkaan para hamba-Nya. Tidakkah kau mencermati bahwa Dia telah berfirman:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

“Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.” (QS. Hud: 6).

Wahai akhi! Yakinlah bahwa Rabbmu itu yang akan mencukupkan kebutuhanmu, sekarang dan yang akan datang. Janganlah gejolak ekonomi ataupun yang lainnya membuatmu lemah dan patah semangat. Kewajibanmu itu tidak lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah yang akan membukakan pintu-pintu rezekimu di saat kau tiada pernah merasa bosan untuk mengetuknya. Tapi ketika kau lebih memilih berpangku tangan, pintu-pintu itu pun akan tetap dibiarkan tertutup oleh-Nya. Tidakkah kau tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Jika mereka (orang-orang yang akan menikah –penj) miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. an-Nur: 32).

 Wahai akhi! Jagalah kedekatanmu dengan-Nya dengan menunjukkan konsistensi ibadahmu, niscaya Dia akan memberikan kemampuan kepadamu untuk bisa menyambangi dan mengetuk pintu-pintu rezekimu. Apabila sudah terang bahwa Allahlah yang akan menjamin rezekimu dan keluargamu nantinya, akan memampukan dirimu di dalam memenuhi kebutuhanmu, lantas mengapa kau masih menunda-nunda waktu nikahmu, lebih-lebih ketika melihat usiamu yang kau sudah tidak terbilang pemuda lagi, usiamu sudah melewati kepala tiga, lalu apalagi yang kau nanti, apa pula yang kau takuti?

Wahai akhi! Apakah karena penantian akan gadis jelita yang masih misteri, kau rela bertahan dalam kegalauan, kau biarkan hatimu berlama-lama merintih perih? Kecantikan wanita bukanlah segalanya. Ketika kau menikahi wanita karena cantiknya, sadarkah dirimu bahwa cantiknya itu akan luntur seiring waktu yang membalutnya? Menyukai yang terbaik adalah naluri manusia. Islam pun tidak memungkiri akan hal itu. Boleh kau memilih gadis yang cantik, yang membuat jiwamu tentram, bahkan hal itu dianjurkan, karena langgengnya bahtera rumah tangga tidak lepas dari unsur ini. Tapi, jika unsur ini menjadi motivasi terbesar dalam langkahmu, bahkan membuatmu terus menunda-nuda waktu nikahmu, maka sangat naif sekali dirimu. Kau tertipu oleh ambisi kotormu, kau terjebak dalam jaring-jaring nafsumu sendiri.

Wahai akhi! Janganlah semata-mata kau menikahi wanita karena cantiknya, atau nasabnya, atau karena kekayaannya, yang mengalahkan agamanya, karena semua ini bisa menjadi sumber fitnah bagimu nantinya. Tapi pilihlah karena agamanya, niscaya kau akan beruntung, kau akan bahagia dalam membina istana mungilmu bersamanya, karena agama bisa mengendalikan ketiga hal itu dan akan menuntunnya ke jalan yang benar. Namun saat ketiganya lebih kuat auranya daripada agamanya, dan lebih kau pilih, fitnah dan kerusakan lebih potensial menimpa rumah tanggamu nantinya. Inilah hikmah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sabdakan:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang agamanya baik, niscaya engkau akan beruntung.” (HR. Bukhari no. 5090).

Wahai Akhi! Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, menikah itu akan mengantarkanmu ke dalam taman-taman kebaikan dan keindahan yang sangat banyak sekali. Lantas, jika kau masih menunda-nuda waktu nikahmu, apa lagi yang kau nanti? Apa pula yang kau takuti? Wallahu A’lam. (Abu Muhammad Ruwaifi).