Penggunaan isim Nakirah

        Penggunaan isim Nakirah (kata benda tidak tentu/tak tertentu) ada beberapa tingkatan (tujuan), di antaranya:

   –Untuk menunjukkan satu individu, seperti dalam firman Allah [i]Subhanahu wa Ta’ala[/i]:

وَجَآءَ رَجُلٌ مِّنْ أَقْصَا الْمَدِينَةِ يَسْعَى {20}

“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas …”. (QS. Al-Qashash: 20)

Kata رَجُلٌ maksudnya adalah satu orang.

         –Atau untuk menunjukkan jenis/macam, seperti firman-Nya:

وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ … (96)

Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, seloba-loba (paling bersemnagat) manusia kepada kehidupan (di dunia) …” (QS. Al-Baqarah: 96)

Kata حَيَاةٍ yang dimaksud adalah salah satu jenis dari jenis-jenis kehidupan, Yaitu meminta tambahan (umur untuk hidup) di masa mendatang, karena keinginan keras untuk itu (meminta tambahan hidup/umur) tidak terjadi di masa lalu atau masa sekarang (akan tetapi untuk masa yang akan datang)

   -Atau menunjukkan keduanya (satu dan macam/jenis), seperti firman-Nya:

وَاللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ مَاءٍ … (45)

Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air….” (QS.  An-Nuur: 45)

Maksudnya adalah setiap jenis dari jenis-jenis binatang dari satu jenis air dari macam-macam jenis air. Dan masing-masing individu (satu) dari jenis binatang berasal dari satu air mani.

  –Atau untuk membesarkan (menunjukkan besar) atau meng-agung-kan, seeperti dalam firman-Nya:

… فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ …(279)

“ …Maka ketahuilah bahwa kalian berada dalam peperangan (melawan) Allah…” (QS. Al-Baqarah: 279)

Kata حَرْبٍ maksudnya adalah peperangan yang besar (agung/dahsyat)

    –Atau untuk menunjukkan jumlah yang banyak (melimpah), seperti dalam firman-Nya:

… أَئِنَّ لَنَا لأَجْرًا … (41)  

“….Apakah kami sungguh-sungguh akan mendapat upah (yang banyak) ….” (QS. Asy-Syu’araa’: 41)

Kata أَجْرًا maksudnya adalah upah/balasan yang melimpah/banyak.

     -Atau untuk menunjukkan keduanya (membesarkan dan menunjukkan jumlah yang banyak), seperti firman-Nya:

وَإِنْ يُكَذِّبُوكَ فَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ … (4)

“Dan jika mereka mendustakan kamu (sesudah kamu beri peringatan), maka sungguh telah didustakan pula rasul-rasul sebelum kamu…..” (QS. Fathir: 4)

Kata رُسُلٌ maksudnya adalah rasul-rasul yang agung dan berjumlah banyak.

   –Atau untuk mengecilkan (menganggapnya kecil/remeh/hina), seperti dalam firman-Nya:

مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ (18)

“Dari sesuatu apakah Dia (Allah) menciptakannya (manusia).” (QS. ‘Abasa: 18)

Kata أَيِّ شَيْءٍ maksudnya adalah sesuatu yang kecil, hina, dan rendah.

      –Atau untuk Taqlil (menunjukkan sedikit), seperti dalam firman-Nya:

وَعَدَ اللهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللهِ أَكْبَرُ … {72}

“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu’min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar….” (QS. At-Taubah: 72)

Kata رِضْوَانٌ maksudnya adalah kerdihaan yang sedikit saja dari-Nya lebih besar dibandingkan dengan Surga-surga, karena ia (ridha Allah) adalah pangkal segala kebahagiaan.

Penggunaan isim Ma’rifah

      Adapun penggunaan isim Ma’rifah (kata benda tertentu/yang ditentukan) memiliki beberapa tingkatan (tujuan) yang berbeda-beda tergantung perbedaan masing-masing jenis  kata benda Ma’rifah tersebut.

   Ta’rif terkadang dengan Dhamir (kata ganti), dikarenakan konteks/posisinya adalah posisi orang pertama/si pembicara, atau orang kedua/orang yang diajak bicara, atau orang ketiga dan (terkadang) dengan penyebutan nama, maka yang seperti ini tujuannya adalah untuk menghadirkan (mendatangkan) si pemilik nama di pikiran si pendengar dengan cara menyebutkan secara khusus nama pada permulaannya. Atau bisa juga untuk tujuan pengagungan, seperti dalam firman-Nya:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ … (29)

“Muhammad adalah Rasul (utusan) Allah…” (QS. Al-Fath: 29)

Maka penyebutan nama Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah untuk mengagungkan beliau.

       Atau untuk menghinakannya, seperti dalam firman-Nya:

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1)

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” (QS. Al-Lahab: 1)

Maka penyebutan nama Abu Lahab adalah untuk menghinakannya.

     Jika Ta’rif dengan Isyarat (kata tunjuk) maka tujuannya adalah untuk menjelaskan bahwa kata yang ditunjuk adalah dekat, seperti firman-Nya:

هَذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ … (11)

“Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan (mu) selain Dia ….” (QS. Luqman: 11)

Atau untuk menunjukkan keadaannya (posisinya) yang jauh, seperti firman-Nya:

وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5)

“….Dan merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-Baqarah: 5)

       Atau untuk merendahkannya, dengan menggunakan kata tunjuk dekat, seperti dalam firman-Nya:

وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ (64)

“ Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main….” (QS. Al-Ankabuut: 64)

      Atau untuk mengagungkannya, dengan menggunakan kata tunjuk jauh, seperti dalam firman-Nya:

ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ … (2)

“ Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya …” (QS. Al-Baqarah: 2)

        Atau untuk mengingatkan bahwa kata yang ditunjuk yang diikuti (disertai) dengan beberapa sifat memang pantas dengan sifat-sifat yang datang setelahnya tersebut, seperti dalam firman-Nya:

… هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5)

“…Petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb-nya,dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Baqarah: 2-5)

    Jika Ta’rif dengan Isim Mausul (kata ganti penghubung) maka tujuannya adalah untuk menyebutkan suatu kata yang dibenci (tidak disukai) untuk disebutkan namanya dalam rangka menutupinya (aibnya), atau disebabkan hal lain, seperti dalam firman-Nya:

وَالَّذِي قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَّكُمَا … {17}

“ Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya:”Cis bagi kamu keduanya, …” (QS. Al-Ahqaaf: 17)

Dan firman-Nya:

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ …(23)

“ Dan (wanita) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggodanya (Yusuf) untuk menundukkan dirinya (kepadanya) …” (QS. Yusuf: 23)

    Atau untuk menunjukkan arti/makna umum, seperti dalam firman-Nya:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا … (69)

“Dan orang-orang yang berjihad di jalam Kami (Allah), benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. ….” (QS. Al-Ankabuut: 69)

Kata الَّذِينَ menunjukkan makna umum mencalup seluruh kaum Muslimin.

         Atau untuk meringkas/mempersingkat, seperti dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ آَذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا … (69)

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan…” (QS. Al-Ahzaab: 69)

Karena jika ayat tersebut menyebutkan semua orang-orang yang menyakiti Nabi Musa ‘alaihissalam dengan perkataannya niscaya ayat ini akan menjadi panjang.

      Jika Ta’rif dengan huruf Alif Laam (ال) maka tujuannya adalah untuk mengisyaratkan pada sesuatu yang telah dikenal karena telah disebutkan sebelumnya (ma’hud dzikri), seperti dalam firman-Nya:

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ … (35)

“ Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.Perumpamaan cahaya-Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara …” (QS. An-Nuur: 35)

Kata الْمِصْبَاحُ (pelita) dan الزُّجَاجَةُ (kaca) adalah ma’rifah, dan keduanya adalah pelita dan kaca yang sudah dikenal, karena ia telah disebutkan sebelumnya.

    Atau karena sudah dikenal (diketahui) dalam benak (pikiran) si pendengar, seperti dalam firman-Nya:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ …(18)

“ Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, ….” (QS. Al-Fath: 18)

   Atau sudah dikenal (diketahui) karena kehadirannya (keberadaannya di waktu itu), seperti dalam firman-Nya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ … (3)

“… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu ….” (QS. Al-Maa’idah: 3)

      Atau mencakup keseluruhan individu yang ada dalam cakupan kata tersebut, seperti dalam firman-Nya:

إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2)

“ Sesungguhnya (seluruh)  manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.” (QS. Al-‘Ashr: 2)

Dengan bukti adanya Istisna’ (pengecualian)  setelahnya.

     Atau mencakup keseluruhan karakteristik-karakteristik yang ada pada individu-individunya, seperti dalam firman-Nya:

ذَلِكَ الْكِتَابُ … (2)

“ Kitab (al-Qur’an) ini …” (QS. Al-Baqarah: 2)

Maksudnya adalah kitab yang sempurna dalam hal hidayah (petunjuk), yang mencakup (mengumpulkan) seluruh sifat kitab-kitab yang diturunkan dengan segala karakteristiknya.

       Atau menjelaskan bentuk, hakekat, jenis dari suatu benda seperti dalam firman-Nya:

… وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ … (30)

“ … Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup …” (QS. Al-Anbiyaa’: 30)

(Sumber: مباحث علوم القرآن karya Syaikh Manna’ al-Qaththan, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, hal: 202-203. Diterjemahkan dengan sedikit penjelasan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono)