takdir2Iman kepada takdir merupakan bagian dari rukun iman. Pengingkaran terhadapnya menunjukkan kerusakan iman seseorang. Adakah orang yang mengingkari dan apa bahaya/akibat dari pengingkaran tersebut?
Rasulullah n telah mengabarkan,

لِكُلِّ أُمَّةٍ مَجُوسٌ ومَجُوسُ أُمَّتِي الَّذِينَ يَقُولُونَ: لَا قَدَرَ، إِنْ مَرِضُوا فَلَا تَعُودُوهُمْ ، وَإِنْ مَاتُوا فَلَا تَشْهَدُوهُمْ

“Masing-masing umat mempunyai orang-orang Majusi, dan Majusi ummatku adalah orang-orang yang berkata, “Tidak ada takdir”. Bila mereka sakit, janganlah kalian menjenguknya. Bila mereka mati, janganlah kalian hadiri jenazahnya.” (HR. Ahmad, no. 5548, Syaikh al-Albani berkata, “Hadits ini hasan.”).

Teks hadits mengisyaratkan bahwa ada di antara umat beliau n yang mengingkari takdir. Dan, pengingkaran tersebut keluar dari perkataan mereka dengan jelas, yaitu, “Tidak ada takdir” yang berasal dari keyakinan mereka. Allahu a’lam. Semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut.

Orang-orang yang mengingkari adanya takdir, sungguh berada dalam bahaya. Di antara bahaya yang tengah menimpa mereka yaitu,

1. Tebusan dan taubatnya tidak akan diterima
Diriwayatkan dari Umamah, ia berkata, “Rasulullah n bersabda,

ثَلاثَةٌ لا يُقْبَلُ اللَّه عَزَّ وَجَلَّ مِنْهُمْ صَرْفاً، وَلا عَدْلاً: عَاقٌّ وَلا وَمَنَّانٌ، وَمُكَذِّبٌ بِقَدْرٍ

“Tiga macam orang yang tidak akan diterima taubat ataupun tebusan mereka, orang yang durhaka, yang suka mengungkit-ngungkit pemberian, dan yang mendustakan takdir.’” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim di dalam as-Sunnah, Syaikh al-Albani berkata, “Hadits ini hasan.”).

2. Tidak akan diterima infaqnya
Diriwayatkan dari Ibnu ad-Dailimi, ia berkata, “Aku mendatangi Ubay bin Ka’ab dan aku katakan kepadanya, ‘Terlintas dalam pikiranku sesuatu tentang masalah takdir. Lalu sampaikanlah suatu perkataan kepadaku mudah-mudahan Allah menghilangkan keraguan dalam hatiku.’ Dia berkata,

لَوْ أَنَّ اللَّهَ عَذَّبَ أَهْلَ سَمَوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ عَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ وَلَوْ رَحِمَهُمْ كَانَتْ رَحْمَتُهُ خَيْرًا لَهُمْ مِنْ أَعْمَالِهِمْ وَلَوْ أَنْفَقْتَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ مَا قَبِلَهُ اللَّهُ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ وَلَوْ مُتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا لَدَخَلْتَ النَّارَ

“Seandainya Allah mengadzab seluruh penduduk langit dan bumi niscaya dia mengadzab mereka tanpa berbuat dzalim kepada mereka. Dan seandainya Allah merahmati mereka niscaya rahmat-Nya itu lebih baik bagi mereka dari amal-amal mereka. Dan ketahuilah seandainya engkau menginfakkan emas sebesar gunung Uhud di jalan Allah niscaya Allah tidak akan menerima darimu hingga engkau beriman kepada takdir. Dan engkau meyakini bahwasanya apa yang ditakdirkan menimpamu pasti tidak akan meleset darimu. Dan apa yang ditakdirkan meleset darimu niscaya tidak akan menimpamu. Jika engkau mati di atas keyakinan selain keyakinan ini niscaya engkau masuk Neraka.”
Ibnu ad-Dailimi berkata, “Lalu akupun mendatangi Abdullah bin Mas’ud dan dia mengatakan hal yang sama. Kemudian aku mendatangi Hudzaifah bin Yaman dan dia juga mengatakan hal yang sama. Lalu aku mendatangi Zaid bin Tsabit dan dia menyampaikan kepadaku dari Nabi n perkataan yang sama.” (HR. Abu Dawud, no. 4701).

3. Terancam oleh kecaman keras dan sikap berlepas diri para generasi terbaik ummat ini
Diriwayatkan dari Yahya bin Ya’mar, ia berkata, “Orang yang pertama kali berbicara tentang takdir di Bashrah adalah Ma’bad al-Juhani. Lalu aku pun berangkat bersama Humaid bin Abdurrahman al-Himyari untuk melaksanakan haji dan umrah. Kami pun berkata, ‘Andaikata kita bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah n kita akan menanyakan mereka tentang masalah takdir.’ Akhirnya kami pun berkesempatan bertemu dengan Abdullah bin Umar Ibnu Khattab. Dia memasuki masjid lalu aku dan sahabatku mengiringinya, satu di sebelah kanan dan satu di sebelah kiri. Dan aku kira sahabatku menyerahkan pembicaraan kepadaku, lalu akupun berkata, ‘Wahai Abu Abdurrahman, telah muncul di tempat kami orang-orang yang membaca al-Qur’an, menuntut ilmu dan menelitinya. Dia pun menyebutkan keadaan mereka. Mereka meyakini tidak ada takdir dan bahwasanya semua perkara itu terjadi begitu saja’.”
Ibnu Umar berkata,

فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي مِنْهُمْ بَرِيءٌ وَأَنَّهُمْ مِنِّي بَرَاءُ، وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ لَوْ كَانَ لِأَحَدِهِمْ مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ كُلِّهِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Jika engkau berjumpa dengan mereka, maka beritahukanlah kepada mereka bahwasanya aku berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dariku. Demi Allah yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya salah seorang dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu menginfakkannya niscaya Allah tidak akan menerima darinya hingga ia beriman kepada takdir baik dan buruk.”
Kemudian ia berkata, ‘Telah mengabarkan kepadaku ayahku Umar bin Khaththab (lalu menyebutkan hadits Jibril yang panjang tentang Islam, iman, ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat),” (HR. Muslim, kisah ini disebutkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no. 177).

4. Tidak dapat merasakan manisnya iman dan tidak termasuk golo- ngan ummat Muhammad n
Diriwayatkan bahwa ‘Ubadah bin Ash-Shamit,ia berkata kepada anaknya, “Hai anakku, sungguh kamu tidak akan merasakan nikmatnya iman sebelum kamu meyakini bahwa sesuatu yang telah ditakdirkan mengenai dirimu pasti tidak akan meleset, dan sesuatu yang telah ditakdirkan tidak mengenai dirimu pasti tidak akan menimpamu. Aku telah mendengar Rasulullah n bersabda, “Sesungguhnya pertama-tama yang diciptakan Allah adalah Qalam (pena), lalu Allah berfirman kepadanya, “Tulislah!.” Ia menjawab, “Ya Tuhanku! Apa yang hendak kutulis?” Allahlberfirman, “Tulislah takdir segala sesuatu sampai hari kiamat.” Hai anakku! Aku pun telah mendengar Rasulullah n bersabda, ”Barangsiapa yang meninggal tidak dalam keyakinan ini, maka ia tidak termasuk umatku.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

5. Masuk ke dalam Neraka
Rasulullah n bersabda,

إِنَّ الله عَزَّ وَجَلَّ لَوْ عَذَّبَ أَهْلَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ عَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ وَلَو رَحِمَهُمْ كَانَتْ رَحْمَتُهُ إياهم خَيرًا لَهُم مِن أَعمَالِهِم ، وَلَو أَنَّ لاِمرِئٍ مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَباً يُنْفِقُهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتىَّ يَنفُدَهُ لاَ يُؤمِنُ بِالقَدَرِ خَيرِهِ وَشَرِّهِ دَخَلَ النَّار

“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla seandainya mengazab penduduk langit dan bumi, tidaklah Dia berbuat Zhalim. Dan seandainya Allah merahmati mereka, maka rahmat-Nya yang diberikan kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka daripada amal-amal mereka. Dan kalaulah seandainya seseorang mempunyai emas sebesar gunung Uhud yang ia infakkan di jalan Allah hingga habis sementara ia tidak beriman kepada takdir baik dan buruk, niscaya ia akan masuk ke dalam Neraka” (HR. ath-Thabrani di dalam Musnad asy-Syamiyyin).
Dalam suatu riwayat milik Ibnu Wahab disebutkan, Rasulullah n bersabda,

فَمَن لَم يُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ أَخرَقَهُ اللَّه باِلنَّارِ

“Barangsiapa tidak beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk, maka Allah akan membakarnya dengan api Neraka.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab di dalam al-Qadar, no.26; Ibnu Abu Ashim di dalam as-Sunnah, no.111; dan al-Ajuri di dalam asy Syari’ah, hal.186.)

Demikianlah pembahasan seputar masalah bahaya mengingkari takdir, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam (Redaksi)

[Sumber: Disarikan dari beberapa sumber]