Cinta kepada dunia dan segala hal yang menghiasinya, seperti harta dan lain sebagainya, adalah bagian dari perkara yang meliputi hati manusia. Allah ta’ala berfirman,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat kembali yang baik.” (Qs. Ali Imran : 14)

Namun, tidak sedikit manusia di zaman kita ini, bahkan jauh sebelumnya, yang lupa atau melupakan bahwa kesenangan dalam kehidupan dunia itu bersifat sementara, dunia berserta kesenangan yang ada di dalamnya akan ditinggalkannya untuk selanjutnya mereka akan hidup di akhirat negeri yang kekal abadi. Hal ini telah sejak lama diperingatkan oleh para utusan Allah ta’ala, agar setiap manusia menyadarinya, Allah ta’ala menghikayatkan kepada kita tentang peringatan yang disampaikan oleh orang yang beriman kepada-Nya, orang-orang yang yakin dan menyadari bahwa kehidupan dunia itu sementara, kesenangan yang ada di dalamnya adalah sedikit dan akan sirna,

يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ

“Wahai kaumku ! sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (Qs. al-Mukmin/Ghafir : 39)

Meski kesenangan tersebut bersifat sementara, tidak sedikit orang tertipu dengannya, padahal Allah telah mewanti-wantinya agar mereka tidak tertipu dengannya,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا ۖ وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

“Wahai manusia ! Sungguh, janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu, memperdaya kamu tentang Allah.” (Qs. Fathir : 5)

Sedemikian mereka terpedaya dengan dunia beserta kesenangan yang ada di dalamnya yang sementara itu menjadikan hati mereka “jatuh cinta” dengan kecintaan yang berlebihan. Allah ta’ala berfirman,

وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا

“Dan kalian mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.” (Qs. al-Fajr : 20)

Padahal kecintaan terhadap dunia secara berlebihan itu merupakan hal yang berbahaya. Cinta kepada dunia secara berlebihan adalah hal yang akan menjadikan Neraka penuh dengan penghuninya, sedangkan zuhud di dunia adalah hal yang akan menjadikan Surga penuh dengan penghuninya. Mabuk yang disebabkan cinta kepada dunia lebih besar madharatnya daripada mabuk yang disebabkan oleh Khamer. Orang yang mabuk karena dunia ia tidak akan sadar kecuali apabila ia sudah berada di dalam gelapnya kuburan.

Yahya bin Mu’adz ar-Raziy -semoga Allah merahmatinya- berkata :

اَلدُّنْيَا خَمْرُ الشَّيْطَانِ مَنْ سَكَرَ مِنْهَا لَا يُفِيْقُ إِلَّا فِي عَسْكَرِ الْمَوْتَى نَادِمًا بَيْنَ الْخَاسِرِيْنَ

“Dunia adalah khamernya setan. Barangsiapa yang mabuk karenanya maka ia tidak akan sadar kecuali pada saat menghadapi kematian, ia akan menyesal di antara orang-orang yang rugi.” (Shifatu ash-Shafwah, 4/98)

Hal terkecil yang disebabkan oleh dunia adalah pikiran orang yang mabuk tersebut akan dialihkan dari kecintaan kepada Allah dan dialihkan dari mengingat-Nya. Barangsiapa yang pikirannya dialihkan oleh harta, maka ia termasuk ke dalam golongan orang yang merugi. Apabila hati sudah teralihkan dari mengingat Allah, maka setan akan mengendalikannya dan akan memalingkan hati tersebut ke arah yang sesuai dengan keinginannya. Dan barangsiapa yang dijerumuskan ke dalam keburukan oleh setan, maka ia akan menjadikannya ridha dengan amalnya, lalu setan akan mengelabui penglihatan orang tersebut seolah-olah ia melakukan kebaikan dengan amalnya tadi. Padahal sejatinya ia melakukan keburukan yang senyatanya.

Oleh karena itu dikatakan, “Kecintaan terhadap dunia merupakan dasar dari kesalahan, menjadi hal yang menghancurkan agama dikarenakan beberapa hal :

Pertama, bahwa kecintaan terhadap dunia akan melahirkan perbuatan mengagungkannya dan hal tersebut merupakan kehinaan di sisi Allah ta’ala. Dosa yang paling besar adalah mengagung-agungkan sesuatu yang dihinakan oleh Allah ta’ala.

Kedua, Allah ta’ala telah melaknat dunia, marah terhadapnya, dan benci terhadap dunia kecuali terhadap apa yang ada bagian Allah di dalamnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُوْنَةٌ مَلْعُوْنٌ مَا فِيْهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ

“Ketahuilah ! Sesungguhnya dunia itu terlaknat dan segala isinya pun terlaknat, kecuali dzikir kepada Allah dan apa yang berkaitan dengannya, dan orang yang alim atau orang yang mau belajar.” (HR. at-Timidzi)

Barangsiapa yang mencintai apa yang dilaknat Allah, dimarahi oleh Allah dan dibenci oleh Allah ta’ala maka ia telah masuk ke dalam laknat, kemarahan dan kebencian-Nya.

Ketiga, Apabila seseorang mencintai dunia, ia menjadikannya sebagai tujuan akhir dan ia akan menjadikan amal yang seharusnya dijadikan wasilah untuk menuju Allah ta’ala dan hari Akhirat sebagai wasilah yang mengantarkannya menuju dunia. Maka suatu perkara dan hikmah akan menjadi terbalik dalam dua hal : Pertama, menjadikan wasilah sebagai tujuan akhir. Kedua, menjadikan amal akhirat sebagai wasilah untuk dunia. Dan inilah keburukan, suatu perbuatan pembolak-balikan dari setiap sudutnya dan pemalingan yang sangat besar. Dan inilah yang berlaku secara berangsur-angsur sejengkal demi sejengkal dalam firman-Nya,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ، أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali Neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Huud : 15-16)

Dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan orang-orang yang menjadikan amal akhirat sebagai wasilah untuk mendapatkan dunia dan akibat buruk yang mereka dapatkan di akhirat. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala pada hari Kiamat akan turun kepada para hamba untuk mengadili mereka dan setiap umat berlutut. Orang pertama yang dipanggil adalah orang yang telah mengumpulkan al-Qur’an (di dadanya), orang yang berperang di jalan Allah dan orang yang banyak harta. Lalu, Dia ta’ala mengatakan kepada orang yang ahli membaca al-Qur’an,’Bukankah aku telah mengajarkan kepadamu apa yang telah aku turunkan kepada utusan-Ku ?  Tentu, wahai Rabbku. Dia bertanya lagi,  ‘Lalu apa yang telah kamu amalkan dari apa yang telah kamu ketahui ?   Ia menjawab, ‘Aku shalat dengan (membaca)nya di malam hari dan di siang hari. Lalu, Allah mengatakan kepadanya, ‘Kamu dusta !” dan Malaikat pun berkata, “Kamu dusta.” Dan, Allah berfirman, “Bahkan kamu ingin agar dikatakan,’Fulan seorang yang pandai membaca al-Qur’an, lalu hal itu telah dikatakan.

Kemudian, didatangkan orang yang memiliki banyak harta. Lalu Allah mengatakan kepadanya, “Bukankah aku telah melapangkan (rizki) kepadamu hingga Aku tidak meninggalkan kamu membutuhkan kepada seorang pun ? ia pun menjawab, “Tentu.” Allah kembali bertanya, ‘Lalu apa yang telah kamu perbuat terhadap apa yang telah Aku berikan kepadamu ? ia pun menjawab, ‘Aku menyambung silaturrahim dan aku bersedekah (dengannya). Allah pun berkata (kepadanya), ‘kamu dusta.” Dan, Malaikat pun mengatakan, “Kamu dusta.” Lalu, Allah mengatakan,’Bahkan kamu ingin agar dikatakan fulan seorang yang dermawan dan hal itu pun telah dikatakan.

Kemudian, didatangkan orang yang ikut serta berperang di jalan Allah, lalu dikatakan kepadanya, ‘dalam rangka apa kamu terbunuh ? ia pun menjawab, ‘aku diperintahkan melakukan jihad di jalan-Mu, maka aku pun berangkat berperang hingga aku terbunuh. Lalu, Allah mengatakan (kepadanya),’Kamu dusta ! dan Malaikat pun mengatakan,’Kamu dusta.’ Lalu, Allah mengatakan kepadanya,’Bahkan kamu ingin dikatakan, ‘fulan seorang pemberani.’ Dan hal itu telah dikatakan.

(Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata) kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menepuk kedua pundakku seraya bersabda,

يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أُولَئِكَ الثَّلَاثَةُ أَوَّلُ خَلْقِ اللهِ تُسَعَّرُ بِهِمْ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Wahai Abu Hurairah ! mereka, ketiga orang itulah makhluk Allah yang pertama kali disantap api Neraka pada hari Kiamat.” (Shahih Ibnu Khuzaemah, no. 2482)

Maka lihatlah bagaimana kecintaan terhadap dunia dapat mencegah mereka dari mendapatkan pahala dan hal itu dapat merusak amal mereka serta menjadikan mereka sebagai orang yang pertama kali akan masuk ke dalam Neraka.

Keempat, Sesungguhnya kecintaan terhadap dunia akan menjadi penghalang yang akan menghalangi seorang hamba dari perbuatan yang diharapkan manfaatnya di akhirat, dikarenakan sibuknya hamba tersebut terhadap apa yang dicintainya yaitu dunia.

Kelima, Kecintaan terhadap dunia dapat menjadikan dunia sebagai kepentingan yang paling besar bagi seorang hamba.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا قُدِّرَ لَهُ

“Barangsiapa yang keinginan besarnya adalah akhirat, maka Allah akan memberi rasa cukup dalam hatinya, menyatukan urusannya yang berserakan dan dunia datang kepadanya dalam keadaan hina. Dan barangsiapa yang keinginan terbesarnya adalah dunia, maka Allah akan jadikan kemiskinan selalu membayang-bayangi di antara kedua matanya, menceraiberaikan urusannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sekedar apa yang telah ditentukan baginya.” (HR. at-Tirmidzi)

Keenam, Bahwa orang yang mencintai dunia, dengan kecintaannya tersebut akan menjadi orang yang paling pedih siksanya. Ia akan disiksa pada tiga tempat : di dunia, yaitu ketika ia berjuang untuk menghasilkannya, ketika ia berusaha untuk mendapatkannya dan ketika berperang dengan ahli dunia yang lainnya; kemudian di alam barzakh, ia akan tersiksa dikarenakan ia kehilangan dunianya tersebut, karena kerugian yang dirasakannya ketika di sana dan karena keadaannya yang terhalang dari apa yang dicintainya yang tidak memungkinkan lagi baginya untuk dapat berkumpul dengannya, sedangkan ia juga tidak akan mendapatkan pengganti yang menggantikan apa yang dicintainya tersebut di sana. Maka dia adalah orang yang paling pedih siksaannya ketika berada di dalam kubur, ia hanya akan mengalami keresahan, kegundahan, kesedihan dan kerugian dengan ruh dan jasadnya.

Kemudian ia juga akan disiksa pada hari di mana ia bertemu dengan Rabbnya. Allah ta’ala berfirman,

فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ

“Maka janganlah harta dan anak-anak mereka membuatmu kagum. Sesungguhnya maksud Allah dengan itu adalah untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan mati dalam keadaan kafir.” (Qs. at-Taubah : 55)

Sebagian ulama salaf berkata, “Mereka disiksa karena gemar mengumpulkan kemewahan dunia, dan jiwa mereka akan hancur dengan kecintaan terhadapnya, dan mereka adalah orang-orang yang kafir karena telah menghalangi hak-hak Allah yang ada di dalamnya.”

Wallahu A’lam (Redaksi)

Referensi :

  1. Al-Bahr ar-Raa-iq Fii az-Zuhdi Wa ar-Raqa-iq, Ahmad Farid
  2. Shahih Ibnu Khuzaemah, Muhammad bin Ishak bin Khuzaemah an-Naisaburiy
  3. Shifatu ash-Shafwah, Abdurrahman bin Ali bin Muhammad Abul Faraj (Ibnul Jauziy)