baju

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu , bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

[sc:BUKA ]لا ينظر الرجل إلى عورة الرجل ولا المرأة إلى عورة المرأة ولايفضي الرجل إلى الرجل في ثوب واحد ولا تفضي المرأة إلى المرأة في الثوب الواحد[sc:TUTUP ]

“Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki lainnya dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat wanita lainya, janganlah seorang lelaki berkumpul dengan lelaki lain dalam satu selimut dan janganlah pula seorang wanita berkumpul dengan wanita lain dalam satu selimut.”

KANDUNGAN BAB :

1. Haram hukumnya mandi telanjang di tempat umum, seperti pemandian umum atau tepi pantai.

2. Boleh mandi telanjang jika sendirian dan di tempat sepi, dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , beliau bersabda:

كانت بنو إسرائيل يغتسلون عراة، ينظر بعضهم إلى بعض، وكان موسى يغتسل وحده، فقالوا: والله، ما يمنع موسى أن يغتسل معنا إلا أنه كان آدر ، فذهب مرة يغتسل، فوضع ثوبه على حجر ففرّ الحجربثوبه، فخرج موسى في إثره يقول : ثوبي ياحجر ، حتى نظرت بنو إسرائيل إلى موسى، فقالوا: والله ما بموسى من بأس ، وأخذ ثوبه فطفق بالحجر ضربا

“Dahulu, orang-orang Bani Israil biasa mandi telanjang, saling melihat satu sama lainnya. Sementara Nabi Musa mandi sendirian. Mereka berkata: ‘Demi Allah, tidak ada yang menghalangi Musa mandi bersama kita kecuali karena kemaluannya bengkak.’ Suatu ketika Nabi Musa pergi seorang diri hendak mandi. Beliau meletakkan pakaian di atas sebuah batu. Lalu batu itu membawa lari pakainnya. Maka Nabi Musa pun mengejar batu itu sambil berteriak; ‘Hai batu, kembalikan bajuku!, kejadian itu terlihat oleh orang-orang Bani Israil. Mereka berkata; ‘Demi Allah, ternyata Musa tidak menderita kelainan sedikit pun.’ Lalu Musa mengambil pakainannya dan memukul batu tersebut.” (HR. Al-Bukhori)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Allah, pukulan Nabi Musa itu meninggalkan enam atau tujuh bekas pada batu tersebut.”

Diriwayatkan juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

بينما أيوب يغتسل عريانا فخر عليه جراد من ذهب، فجعل أيوب يحتثي في ثوبه، فناداه ربه: يا أيوب ألم أكن أغنيتك عما ترى؟ قال : بلى وعزتك، ولكن لاغنى بي عن بركتك

“Ketika Nabi Ayyub sedang mandi telanjang sendirian, jatuhlah kepingan-kepingan emas laksana belalang menimpa tubuhnya. Maka ia pun menampungnya dengan kedua telapak tangannya, lalu meletakkannya ke dalam pakaiannya. Maka Allah memanggilnya: ‘Hai Ayyub, bukankah Aku telah mencukupimu daripada apa yang engkau lihat itu?’ Ayyub menjawab: ‘Benar, demi kemuliaan-Mu, namn aku tidak merasa cukup menerima barakah dari-Mu.’ (HR. al-Bukhori)

Bentuk pengambilan dalil dari kedua hadits tersebut adalah; Musa dan Ayyub ‘alaihimassalam mandi telanjang sendirian, dan Allah tidak menegur keduanya. Itu menunjukkan, mandi telanjang sendirian dibolehkan. Imam al-Bukhari menulis sebuah bab dalam kitab shahihnya, bab “Orang yang mandi telanjang sendirian di tempat sepi. Bagi yang menutup auratnya, maka itu lebih afdhal.”

3. Menutup aurat lebih afdhal, karena lebih patut malu terhadap Allah daripada malu terhadap manusia. Dalilnya adalah hadits Mu’awiyah bin Haidah radhiyallahu ‘anhu , ia berkata:

يا رسول الله، عوراتنا ما نأتي منها وما نذر؟ قال : (احفظ عورتك إلا من زوجك أو ما ملكت يمينك!) قال: قلت، يا رسول الله إذا كان القوم بعضهم في بعض؟ قال: (إن استطعت أن لا يرينها أحد فلا يرينها!) قال: قلت، يا رسول الله إذا كان أحدنا خياليا؟ قال: (الله أحق أن يستحيا منه من الناس)

“Wahai Rasulullah, apa yang harus kami jaga berkaitan dengan aurat kami?” Rasulullah berkata: ‘Jagalah auratmu kecuali terhadap isteri atau budakmu!’ Ia berkata: ‘Aku berkatalagi: ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kalau di antara kami saja sesama pria?’ Rasulullah berkata: ‘Usahakanlah semampu kamu agar auratmu tidak terlihat oleh siapa pun.’ Ia berkata: ‘Aku bertanya: ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kalau kami seorang diri?’ Rasulullah berkata: ‘Kamu lebih patut malu terhadap Alah daripada malu terhadap manusia.’ (HR. Abu Dawud)

4. Antara suami boleh saling melihat aurat, menyentuh dan menikmatinya berdasarkan hadis di atas.

Adapun hadits yang diriwayatkan dari ‘Asyah radhiyallahu ‘anhu , bahwa ia berkata: “Saya tidak pernah sama sekali melihat aurat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ” adalah hadits dha’if, dinyatakan dha’if oleh al-Bushairi dan ulama lainnya.

Demikian pula hadits yang berbunyi:

إذا أتى أحدكم أهله فليستتر ولا يتجرد تجرد العيرين

“Jika salah seorang dari kamu mendatangi isterinya, maka hendaklah ia menutupi dirinya, janganlah keduanya telanjang.”

Hadits ini dinyatakan dha’if oleh an-Nasa’I, al-Baihaqi, al-Bushairi dan al-‘Iraqi.

Demikian pula hadits yang berbunyi:

إذا جامع أحدكم زوجته أو جاريته فلا ينظر إلى فرجها فإن ذلك يورث العمى

“Jika salah seorang dari kamu menyetubuhi isteri atau budak wanitanya, janganlah ia melihat farjinya (kemaluannya), karena akan menyebabkan kebutaan.”

Hadits ini maudhu’ (palsu), sebagaimana yang telah dikatakan oleh Abu Hatim ar-Razi, Ibnu Hibban, Ibnul Jauzi dan lainnya.

Kesimpulannya, tidak ada satu pun hadits shahih yang melarang suami melihat aurat isterinya atau yang melarang isteri melihat aurat suaminya, wallahu a’lam

Sumber: Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Syekh Salim bin ‘Ied Al-Hilali,Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jilid I, Hal: 304