Redaksi Hadits

Dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


” مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِى بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ يُوَرِّثُهُ “

Jibril ‘alaihissalam senantiasa (terus-menerus) berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) dengan tetangga,sehingga aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga.” (HR. Al-Bukhari no. 6014 dan 6015, Muslim no. 6852 dan 6854, dan imam-imam ahli hadits lainnya)

Keutamaan Berbuat Baik Kepada Tetangga

Islam telah mengagungkan hak tetangga dan Jibril ‘alaihissalam tidak henti-hentinya memberikan wasiat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memenuhi hak tetangga, sampai-sampai beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengira bahwa Syari’at (Islam) akan menetapkan hukum pemberian warisan kepada tetangga. Yang mana beliau bersabda,


” مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِى بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ يُوَرِّثُهُ “

” Jibril ‘alaihissalam senantiasa (terus-menerus) berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) dengan tetangga,sehingga aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga.” (HR. Al-Bukhari no. 6014 dan 6015, Muslim no. 6852 dan 6854, dan imam-imam ahli hadits lainnya)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada tetanggga, dalam firman-Nya,


وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ [النساء:36]

“ Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun (jangan berbuat syirik). Dan berbuat baiklah kepada dua orang tuamu, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, dan tetangga yang jauh.” (QS. An-Nisa`: 36)

Dan lihatlah, bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendorong ummatnya untuk berbuat baik kepada tetangga dan memuliakannya, beliau bersabda,


“… وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ”[رواه البخاري ومسلم]

”Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Riwayat al-Bukhari no. 5673, 5784 dan 6111 dan Muslim kitab al-Iman bab al-Hats ‘ala Ikraamil Jaar wadh Dhaif no. 182) dan dalam riwayat Imam Muslim,


“فليحسن إلى جاره”.

”Maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya.” (HR Muslim no. 164 dan 185)

Bahkan syari’at menjadikan mencintai kebaikan untuk tetangganya sebagai bagian dari keimanan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


” وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “.

”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba beriman sebelum ia mencintai untuk tetangganya apa-apa yang dicintai untuk dirinya sendiri.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

Dan orang yang berbuat baik kepada tetangganya, ia adalah sebaik-baik manusia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.


خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ

“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang paling baik terhadap sahabatnya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik terhadap tetangganya.” (HR. Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Hibban dalam shahihnya Syu’aib al-Arna’uth menyatakan bahwa sanadnya shahih, dan diriwayatkan pula oleh Al-Hakim dan ia berkata bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Imam Muslim)

Siapakah Tetanggamu?

Namun ada pertanyaan, siapakah tetangga anda yang wajib ada muliakan dan berbuat baik kepadanya?

Tetangga adalah orang-orang yang berdampingan rumah denganmu, sama saja apakah ia Muslim ataupun kafir. Para ulama berbeda pendapat tentang batasan tetangga yang berlaku padanya hukum-hukum bertetangga.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”Mereka (para ulama) berbeda pendapat dalam masalah batasan tetangga. Dari ‘Ali bin Abi Thalib diriwayatkan bahwa mereka yang mendengar panggilan (mu) adalah tetangga. Ada yang mengatakan bahwa siapa yang shalat shubuh bersamamu di Masjid, maka ia adalah tetangga. Dan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya batas tetangga adalah empat puluh (40) rumah dari semua sisi. Dan diriwayatkan dari al-Auza’i pendapat yang serupa. Dan diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Adabul Mufrad perkataan yang serupa dari al-Hasan. Dan diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani dengan sanad yang dha’if dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:’Ketahuilah bahwa empat puluh rumah adalah tetangga.’ Dan diriwayatkan dari Ibnu Wahb dari Yunus dari Ibnu Syihab:’Empat puluh rumah dari kanan dan dari kiri, dari depan dan dari belakang.’ Dan ini kemungkinan maksudnya seperti pendapat yang pertama (yaitu 40 rumah dari semua sisi/arah) dan mungkin juga yang dimaksud adalah untuk pembagian, sehingga dari masing-masing sisi (arah) sepuluh rumah.” (Fathul Bari 10/447. lihat pula ‘Umdatul Qari, al-Maqasid Hasanah dan Subulus Salam)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, ”Telah datang beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa tetangga adalah empat puluh rumah dari semua sisi. Dan tidak diragukan lagi bahwa yang menempel dengan rumah kita adalah tetangga, dan adapun yang selain itu, jika riwayat-riwayat tersebut shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka diberlakukan hukumnya (hukum tetangga), dan jika tidak maka hal ini (batasan tetangga) dikembalikan ke ‘urf (kebiasaan). Maka (batasan) apa saja yang dianggap oleh masyarakat sebagai tetangga maka ia adalah tetangga.” (Syarh Riyadhus Shalihin; 1/364)

Ibnul ‘Arabi rahimahullah berkata, ”Dan yang dapat disimpulkan ketika melakukan pengkajian (tentang masalah ini) adalah bahwa tetangga memiliki tingkatan, pertama adalah tetangga yang saling menempel (bersebelahan), kedua adalah yang saling bergaul (bercampur), yang mana keduanya dipertemukan dalam satu Masjid, atau satu Majelis, atau rumah-rumah. Dan hak ini semakin ditekankan pada tetangga muslim. Dan hukum asal (pemberian hak kepada tetangga) berlaku pada orang kafir dan Muslim. Dan terkadang bertetangga dengan pelaku maksiat, maka hal itu dengan menutupinya (aibnya).” (Syarh az-Zurqani ‘Ala Muwatha’ al-Imam Malik)

Tingkatan Tetangga

Berdasarkan hak yang diperoleh, maka tetangga dibagi menjadi tiga:

1. Pertama:Tetangga yang memiliki satu hak, ia adalah seorang tetangga yang musyrik yang memiliki hak tetangga.

2. Kedua:Tetangga yang memiliki dua hak, ia adalah seorang tetangga yang muslim. Ia memilki hak tetangga dan hak Islam.

3. Ketiga:Tetangga yang memiliki tiga hak, ia adalah seorang tetangga yang muslim dan memiliki hubungan kerabat. Ia memiliki tiga hak, hak tetangga, hak Islam dan hak kerabat.

Bagaimana Hendakanya Memperlakukan Tetangga?

Apa yang kita saksikan pada masa ini berupa sikap “kasar” antar tetangga, pertengakaran, buruknya pergaulan dan permusuhan sesama mereka dalam beberapa kesempatan, tidak lain hal itu adalah buah dari sikap meremehkan dan menyepelekan hak tetangga. Maka berikut ini adalah beberapa langkah dan cara yang syar’i untuk menjaga hubungan baik antara seseorang dengan tetangganya, yaitu:

1. Menahan diri untuk tidak mengganggu tetangganya dan mencurahkan kebaikan kepadanya.

2. Memulai salam jika bertemu dengannya.

3. Menunjukkan wajah berseri-seri jika berjumpa dengannya.

4. Menghormati kepribadiannya.

5. Lapang dada terhadap kesalahannya kepada anda dan berlemah lembut terhadapanya.

6. Memberikan nasehat kepadanya dengan perkataan yang halus dan lembut pada waktu yang tepat.

7. Menutupi aibnya dan tidak menyebar luaskannya.

8. Berkunjung ke rumahnya pada momen-momen tertentu.

Dan masih banyak lagi perbuatan-perbuatan yang bisa kita lakukan dalam rangka berbuat baik kepada tetangga. Namun kuncinya adalah semua kebaikan yang menjadi hak kaum Muslimin maka tetangga lebih berhak dengan kebaikan tersebut dan segala bentuk kejahatan dan perbuatan buruk yang tidak boleh kita lakukan kepada kaum Muslimin secara umum, maka hal itu lebih diharamkan jika dilakukan terhadap tetangga. Wallahu A’lam.

Buah Berbuat Baik Kepada Tetangga

Berbuat baik kepada tetangga di samping merupakan ibadah dan bentuk adab Islam yang mana seseorang akan mendapatkan balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala di Akhirat, juga medatangkan kebaikan-kebaikan yang lain, di antaranya:

1. Merupakan penyebab kemakmuran negeri, dikarenakan seseorang merasakan ketenangan dan kelapangan terhadap tetanggganya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


«إنه من أعطي حظه من الرفق فقد أعطي حظه من خير الدنيا والآخرة ، وصلة الرحم وحسن الخلق وحسن الجوار يعمران الديار ويزيدان في الأعمار» أخرجه أحمد.

”Sesungguhnya barang siapa yang diberikan bagiannya berupa kelemahlembutan, maka sungguh ia telah diberikan bagiannya berupa kebaikan dunia dan Akhirat. Menyambung tali kekerabatan, akhlak yang baik, dan berbuat baik kepada tetangga memakmurkan negeri dan menambah umur.” (HR. Ahmad, dan dinyatakan shahih dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 519)

2. Allah ’Azza wa Jalla menerima persaksian seorang tetangga terhadap tetangganya dengan kebaikan, dan Dia mengampuni dosa-daosanya yang tidak mereka ketahui. Dalam hal ini Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda,


« ما من مسلم يموت فيشهد له أربعة من أهل أبيات جيرانه الأدنين أنهم لا يعلمون إلا خيرا إلا قال الله عز وجل : قد قبلت قولكم » ، أو قال : « شهادتكم وغفرت له ما لا تعلمون »

”Tidaklah seorang muslim meninggal, lalu ia dipersaksikan oleh empat penghuni rumah dari para tetangga terdekatnya, bahwasanya mereka tidak mengetahui darinya selain kebaikan, kecuali Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:“ Aku telah menerima ucapan kalian (mengenai orang tersebut).” atau Dia berfirman:” (Aku telah menerima) kesaksian kalian, dan Aku telah ampuni apa (dosa orang tersebut) yang tidak kalian ketahui.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya)

3. Ia adalah sebab ditinggikannya derajat pelakunya di dunia, karena berbuat baik kepada tetangga dan menahan diri untuk tidak mengganggunya adalah termasuk akhlak mulia yang terhitung sebagai syarat dalam muru’ah (kehormatan diri)

4. Ia adalah sebab ditinggikannya derajat pelakunya di sisi Allah. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ

“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang paling baik terhadap sahabatnya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik terhadap tetangganya.” (HR. Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Hibban dalam shahihnya Syu’aib al-Arna’uth menyatakan bahwa sanadnya shahih, dan diriwayatkan pula oleh Al-Hakim dan ia berkata bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Imam Muslim)

5. Ia adalah sebab kebahagiaan seseorang. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


« أربعٌ من السعادةِ المرأةُ الصالحةُ والمسكنُ الواسعُ والجارُ الصالحُ والمركبُ الهنىءُ» أخرجه ابن حبان.

“Empat hal yang termasuk kebahagiaan; wanita yang shalihah, tempat tinggal yang lapang, tetangga yang shalih dan tunggangan yang nyaman.” (HR. Ibnu Hibban dan yang lainnya dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah dan Shahih at-Targhib wat Tarhib)

Akibat Buruk Menyia-nyiakan Hak Tetangga

1. Tidak ada satu orang pun di dunia yang memuji akhlak (perilakunya), dan munculnya keluhan manusia terhadap keburukan perbuatannya. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang disebutkan di dalamnya bahwa salah seorang di antara mereka mengeluhkan buruknya perilaku tetangganya terhadapnya.

2. Tersebarnya perilaku buruk dalam bertetangga adalah salah satu tanda hari Kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


«إِنَّ اللهَ يُـبْغِضُ الفُحْشَ وَالتَّـفَحُّشَ، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِـيَدِهِ، لاَ تَـقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يُـخَوَّنَ الأَمِـيْنُ وَيُؤْتَـمَنَ الخَائِنُ، حَتَّى يَظْهَرَ الفُحْشُ وَالتَّـفَحُّشُ وَقَطِـيْعَةُ الأَرْحَامِ وَسُوْءُ الجِوَارِ…» رواه أحمد والحاكم في المستدرك.

“Sesungguhnya Allah membenci (sifat) keji dan kekejian. Dan demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidak akan terjadi hari kiamat sebelum orang yang amanah dianggap pengkhianat, dan seorang pengkhianat dipercaya, sebelum muncul (sifat) keji dan kekejian, pemutusan hubungan silaturahim (kerabat), dan sikap buruk dalam bertetangga…”. (HR. Ahmad dan al-Hakim di dalam al-Mustadrak dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah)

3. Permusuhan yang pertama diputuskan pada hari Kiamat adalah permusuhan antar tetangga, dikarenakan besarnya dosa yang ditimbulkan dan pelecehan (peremehan) manusia terhadapanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


أَوَّلُ خَصْمَيْنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ جَارَانِ

“Permusuhan antar dua orang yang pertama kali diputuskan pada hari qiamat adalah (antara) dua orang yang bertetangga.” (HR. Ahmad, ath-Thabrani dan yang lainnya. Dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib)

4. Mendapatkan adzab (siksaan) di Neraka, kecuali bagi yang orang-orang yang Allah lindungi dengan rahmatnya. Dari Abu Hirairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya dikatakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,


يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ فُلاَنَةَ تَقُومُ اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ وَتَفْعَلُ وَتَصَدَّقُ وَتُؤْذِي جِيْرَانَهَا بِلِسَانِهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :لاَ خَيْرَ فِيْهَا، هِيَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ

“Wahai Rasulullah sesungguhnya Fulanah melakukan shalat malam, berpuasa di siang hari, banyak beribadah dan bersedekah, namun dia selalu menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada kebaikan pada dirinya, dia termasuk penghuni neraka.” (Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Adab al-Mufrad dan Silsilah ash-Shahihah). Wallaahu a’lamu bish shawab.

(Sumber: Disarikan dari artikel berjudul الإحسان إلى الجار dari http://www.islamweb.net/media/index.php?id=79636&lang=A&page=article, حدالجوار dari http://www.3llamteen.com/index.php?option=com_content&task=view&id=873&Itemid=2 dan artikel-artikel lain. Diterjemahkan dan dipasoting oleh Abu Yusuf Sujono)