nabiTatkala Rosululloh Shallallohu ‘Alaihi Wasallam diminta malaikat Jibril agar memberitahukan perihal “iman”, beliau bersabda,

الإيمان ان تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر والقدر كله خيره وشره

Iman yaitu, engkau beriman kepada Alloh, MalaikatNya, Kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, Hari Akhir dan al-Qodr semuanya yang baik dan yang buruk(HR. Ahmad dan lainnya, dan ini adalah redaksi riwayat imam Ahamd)

Hadis di atas menunjukkan bahwa salah satu rukun iman yaitu, ”beriman kepada Nabi dan Rosul. Lalu, Siapakah Nabi dan Siapa pula Rosul ?, apa sajakah konsekwensi keimanan kepada mereka dan apa pula buahnya? inilah yang menjadi bahasan edisi kali ini.

Pembaca yang budiman.

Menurut bahasa, nabi berasal dari kata “ نَبَّأَ وَأَنْبَأَ ” yang berarti “ أَخْبَرَ ” (mengabarkan). Jadi nabi adalah yang memberitakan dari Allah dan ia diberi kabar dari sisiNya. Atau juga berasal dari kata “ نَبَا ” yang berarti “ عَلاَ وَارْتَفَعَ ” (tinggi dan naik). Maka nabi adalah makhluk yang termulia dan tertinggi derajat atau kedudukannya.

Sedangkan menurut istilah, nabi ialah seorang laki-laki yang diberi kabar (wahyu) oleh Allah berupa syari’at yang dahulu (sebelumnya), ia mengajarkan kepada orang-orang di sekitarnya dari umatnya (penganut syariat ini).

Adapun rasul secara bahasa ialah orang yang mengikuti berita-berita orang yang mengutusnya; diambil dari ungkapan جَاءَتْ اْلإِبِلُ رَسَلاً (unta itu datang secara beriringan). Rasul adalah nama bagi risalah atau bagi yang diutus. Sedangkan irsal adalah pengarahan. Menurut istilah, rasul ialah seorang laki-laki merdeka yang diberi wahyu oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala dengan membawa syariat dan ia diperintahkan untuk menyampaikannya kepada umatnya, baik orang yang tidak ia kenal maupun yang memusuhinya.

Pembaca yang budiman.

Setelah kita mengetahui siapa nabi dan siapa Rosul, maka kepada mereka itulah kita diperintahkan untuk mengimaninya. Bukan kepada orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi atau rosul, seperti ; Amru bin Luhayyi, yang hidup pada zaman Jahiliyah, (dari Kabilah Khuza’ah), atau Al-Aswad al-Ansi, seorang dukun dari Yaman, atau Musailamah al-Kadzdzab yang hidup pada zaman Rosululloh yang akhirnya mati dibunuh oleh Wahsyi dengan tombaknya pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Atau, Sajah binti Al-Harits bin Suwaid bin Aqfan at-Tamimiyah dari Bani Yarbu (mati tahun 55 H/675 M). Seorang dukun wanita yang mengaku Nabi di zaman Abu Bakar ash-Shiddiq. Atau, Thulaihah al-Asadi mengaku Nabi di Nejd pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq. Atau, Abdullah bin Muawiyah bin Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib. Sempalan Syiah yang meyakini reinkarnasi (kembalinya ruh orang yang sudah mati) dari satu orang ke orang lain. Dia mengaku Tuhan dan Nabi sekaligus. Atau, Al-Mukhtar bin Abi Ubaid, penganut Syiah yang mengaku Nabi dan mendapat wahyu. Atau, Mirza Ali Mohammad (abad 19). Pendiri agama Babisme dan penganut Syiah, dihukum mati oleh pemerintah Iran tahun 1843. Atau, Mirza Husein Ali. Pendiri agama Bahaisme (pengganti Babisme) dan penganut Syiah. Mengaku Nabi tahun 1862 dan mati tahun 1892, kemudian dilanjutkan oleh anaknya, Abbas Efendy yang berpusat di Chicago. Atau, Mirza Ghulam Ahmad (India 1835-1908). Pendiri Ahmadiyah. Atau, Rashad Khalifa (Mesir, 1935-1990), penganut Tasawuf dan perintis Ingkarus Sunnah. Atau, Asy-Syaikhah Manal Wahid Manna, di Mesir, atau, Tsurayya Manqus, seorang wanita peneliti, cendekiawan dalam bidang sejarah dari Yaman. Atau, Muhammad Bakri, asal Yaman. Atau, Muhammad Abdur Razak Abul ‘Ala, asal Sudan. Atau, Ahmad Musaddeq atau H. Abdul Salam (Lahir Jakarta, 1942), mengaku menjadi Nabi tanggal 23 Juli 2006. Pemimpin Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Atau, Lia Aminuddin, pendiri Salamullah. Mengaku mendapat wahyu dari malaikat Jibril dan mengklaim dirinya Nabi dan Rasul serta Imam Mahdi. Divonis hukuman 3 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Atau, Ahmad Mukti, putra dari Lia Aminuddin yang dianggap sebagai Nabi Isa (Nabi-nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, Hartono Ahmad Jaiz)

Pembaca yang budiman.

Perlu difahami bahwa beriman kepada para nabi dan Rosul mengandung empat unsur atau konsekwensi ;

1. Bahwa risalah mereka benar-benar dari Alloh, maka barangsiapa mengingkari kebenaran risalah salah satu di antara mereka berarti ia telah mengingkari seluruh risalah para rasul, sebagaimana firman Alloh,

كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ

“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.” (Qs.Asy-Syu’aro : 105)

Mereka dinyatakan oleh Alloh mendustakan para Rasul, padahal tidak ada rosul di zaman itu selain Nabi Nuh ‘Alaihissalam. Oleh karena itu kaum Nasrani yang mendustakan nabi Muhammad secara otomatis telah mendustakan Nabi Isa sendiri dan tidak mengikutinya.

2. Beriman kepada nama-nama mereka yang telah kita ketahui seperti Muhammad Shallallohu ‘Alaihi Wasallam, Ibrohim, Musa, Isa dan Nuh ‘Alaihimussalam dan seterusnya. Adapun yang tidak kita ketahui namanya secara rinci, maka kita wajib mengimaninya secara global.

Alloh berfirman,

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ

Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu (Qs. al-Mukmin/Ghofir:78)

3. Membenarkan ajaran dan berita yang mereka sampaikan.

4. Mengamalkan syariat Rosul yang diutus kepada kita, yaitu Muhammad shallallohu ‘alaihi wasallam yang diutus kepada seluruh manusia.

Alloh ta’ala berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

”Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” ( Qs. an Nisa : 65)

Pembaca yang budiman.

Beriman kepada para Rosul memberi buah yang sangat baik, di antaranya :

Pertama, mengetahui besarnya rahmat dan inayah Alloh terhadap hambaNya di mana Dia mengutus para Rosul untuk menunjukkan mereka ke jalan Alloh dan menjelaskan kepada mereka cara menyembah Alloh, sebab manusia tidak akan mampu mengenal Tuhannya hanya dengan perantara akal saja.

Kedua, bersyukur atas nikmatNya yang besar ini.

Ketiga, timbul rasa cinta, pengagungan serta pujian kepada para rosul sesuai dengan kedudukan mereka sebab mereka adalah para utusan Alloh yang beribadah kepadaNya dan menyampaikan risalahNya serta menyampaikan nasehat kepada hamba-hambaNya.

Pembaca yang budiman.

Demikianlah bahasan singkat mengenai iman kepada para nabi dan para rosul yang ingin kami suguhkan kepada Anda sekalian. Semoga bermanfaat dan semakin menambah serta meningkatkan keimanan kita kepada mereka, para nabi dan para rosul hamba-hamba Alloh yang mulia. Aamiin. Wallohu ‘alam bish showab
Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad Shallallohu ‘Alaihi Wasallam beserta keluarga dan para sahabat beliau.(Redaksi)

Sumber rujukan :
1. At Tauhiid Lishshoffi ats Tsaniy al-‘Aliy, Tim Ahli Tauhid
2. Nabi-nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, Hartono Ahmad Jaiz
3. Syarh al-Usuul ats Tsalatsah, Syaikh Muahmmad bin Sholeh al Utsaimin, rahimahullohu