tidak-jujurDi saat sebagian orang berusaha menunjukkan kebaikan dan kemuliaannya karena tujuan dunia, harta, kedudukan, sanjungan dan nama baik, bahkan sebagian lagi memperlihatkan apa yang tak dimilikinya, “Orang yang merasa kenyang dengan apa yang tak dimilikinya adalah seperti pemakai sepasang baju kebohongan.” Tetapi tidak dengan orang-orang yang benar-benar shalih dan baik, mereka justru sebaliknya. Memang hanya orang bodoh yang mengaku pandai, hanya orang miskin yang mengaku kaya, hanya orang tak baik yang mengaku baik. Kalau seseorang benar-benar pandai, benar-benar kaya, benar-benar baik, maka dia tak akan mengaku demikian.

Orang-orang shalih menyembunyikan amal mereka karena mereka takut terjatuh ke dalam riya dan ujub, mereka memperlihatkan sebaliknya.

Bakkar bin Abdullah mendengar Wahab bin Munabbih berkata, Seorang laki-laki, dia termasuk orang-orang terbaik di zamannya, orang-orang datang mengunjunginya, dia menasihati mereka, suatu hari orang-orang berkumpul kepadanya, dia berkata, “Sesungguhnya kita telah keluar dari dunia, berpisah dengan keluarga dan harta karena takut melampaui batas, saya takut dalam keadaan ini disusupi oleh sikap melampaui batas dalam kadar yang lebih besar daripada apa yang menyusup kepada orang-orang kaya pada harta mereka, lalu salah seorang di antara kita ingin hajatnya ditunaikan, bila bertemu dihormati dan dimuliakan karena kedudukan agamanya.”

Ucapannya ini menyebar hingga terdengar oleh raja, dia kagum kepadanya, maka raja datang untuk mengucapkan salam kepadanya dan mengenali keadaannya. Manakala raja datang, seseorang berkata kepada laki-laki tersebut, “Ini paduka raja, dia datang kepadamu untuk mengucapkan salam kepadamu.” Dia bertanya, “Dalam rangka apa?” Dia menjawab, “Karena ucapan yang pernah kamu ucapkan.” Maka laki-laki itu bertanya kepada pelayannya, “Ada makanan?” Dia menjawab, “Buah, tak sebanyak yang biasa engkau makan saat berbuka.” Maka dia menghadirkannya dalam sebuah kain dari bulu dan meletakkannya di depannya, maka laki-laki tersebut memakannya, padahal sebelumnya dia selalu berpuasa di siang hari tanpa berbuka, maka raja berdiri di depannya, mengucapkan salam kepadanya, laki-laki itu menjawab dengan jawaban yang samar lalu melanjutkan makannya. Raja berkata, “Mana laki-laki itu?” Seseorang menjawab, “Ini dia.” Raja bertanya, “Yang sedang makan ini?” Mereka menjawab, “Benar.” Raja berkata, “Kebaikan apa yang dipunyai oleh laki-laki ini?” Lalu raja pergi. Laki-laki itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang memalingkanmu dengannya.”

Dalam sebuah riwayat dari Wahab bahwa manakala raja tiba, laki-laki itu membawa makanannya, dia mulai makan biji-bijian dengan suapan yang besar, mencelupnya dalam minyak, makan dengan sangat lahap, maka raja berkata kepadanya, “Bagaimana kamu wahai fulan?” Dia menjawab, “Seperti orang-orang.” Maka raja menarik tali kekang kudanya sambil berkata, “Tak ada kebaikan pada orang ini.” Laki-laki itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah membuatnya pergi dariku dalam keadaan tidak menerima keadaanku.”

Dawud bin Abu Hind berpuasa selama dua puluh tahun, keluarganya tidak mengetahuinya, dia mengambil makanannya dan membawanya ke pasar, di jalan dia mensedekahkannya, maka orang-orang pasar menyangkanya sudah makan di rumah dan keluarganya menduganya makan di di pasar.

Talbis Iblis, Ibnul Jauzi.