Manusia hidup di sebuah lingkungan, di sekitarnya ada orang-orang yang disebut dengan tetangga, terkadang seseorang terlibat masalah dengan tetangganya, agar hal itu tidak berujung pada percekcokan dan permusuhan, maka bisa ditempuh dengan:

Pertama: Meminimalkan pemicu perselisihan dengan menjaga hak tetangga dan tidak melanggarnya.

Kedua: Shulh, melakukan persetujuan ketetanggaan demi mewujudkan kemaslahatan yang membawa kepada kebaikan kedua pihak. Contohnya, jika seorang tetangga perlu mengalirkan air lewat pekarangan tetangganya atau atap rumahnya, kemudian keduanya membikin persetujuan dengan imbalan tertentu untuk itu, maka persetujuan tersebut sah-sah saja demi terpenuhinya hajat.

Jika imbalan tersebut sebagai ganti atas pemanfaatan fasilitas dengan kepemilikan yang tetap berada pada pemilik pekarangan atau atap, maka persetujuan ini dianggap sewa-menyewa. Namun jika kepemilikannya berpindah, maka dianggap jual beli.

Ketiga: Berbuat baik, dengan tidak memanfaatkan hajat tetangganya tadi melalui harga jual atau meminta imbalan, sebaliknya mempersilakan tetangga memanfaatkan selama tidak merugikan, ini adalah kemuliaan.

Di Antara Hukum-hukum Bertetangga

Kaidah berkata, angkasa menginduk ke tanah, barangsiapa memiliki sebidang tanah, maka dia memiliki seukurannya ke bawah dan ke atas, maka bila ada ranting pohon yang terjuntai ke atas rumah atau tanah tetangga, pemilik pohon wajib memangkas ranting tersebut atau mengalihkannya ke arah lain agar tidak mengganggu wilayah tetangganya. Jika pemilik pohon tidak melakukan, maka pemilik tanah boleh mengalihkan atau memotong ranting yang mengganggu tersebut.

Dalam hal ini pemilik tanah bertindak sebagai orang yang menolak gangguan terhadap dirinya, maka dia boleh menolaknya dengan cara paling ringan. Bila keduanya setuju membiarkan ranting tersebut maka hal ini juga dibolehkan, persetujuan tadi sah dilakukan baik dengan kompensasi tertentu, atau dengan berbagi buah yang dihasilkannya. Hukum akar pohon yang merambat hingga ke tanah tetangga, sama dengan hukum ranting.

Seseorang tidak boleh mengadakan sesuatu terhadap tanah atau bangunan miliknya yang dapat mengganggu tetangganya, seperti membuat kakus yang berbau, bengkel yang bising dan menggetarkan dinding, membuang air hujan ke atap atau tanah tetangga.

Tembok bersama, kedua belah pihak memanfaatkannya sebatas tidak menganggu tetangganya, salah satu pihak dilarang mengutak-atik tembok tersebut kecuali dengan izin tetangganya, bila tetangga hendak memanfaatkan tanpa mengganggu maka hendaknya diperkenankan.

Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan secara marfu’ berikut:

لاَ يَمْنَعَنَّ جَارٌ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَةً فِي جِدَارِهِ

Janganlah seorang tetangga melarang tetangganya untuk menancapkan kayu di temboknya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari. Wallahu a’lam.