bbPembicaraan mengenai bab ini cukup panjang, termasuk di antaranya hadîts maudhu’ yang diriwayatkan oleh Ubai radhiyallahu ‘anhu seputar keutamaan al-Qur`an surat persurat. Al-Ghafiqi (w. 619 H) rahimahullah telah menyusun sebuah buku yang lengkap, Lamahat al-Anwar, yang terdiri dari 334 bab, memuat sebanyak dua ribu riwayat hadîts marfu’, mauquf dan maqthu’ mengenai keutamaan-keutamaan surat dan ayat-ayat al-Qur`an al-‘Azhim. Di dalamnya telah terkumpul hal-hal penting, dan merupakan ma’lumat yang lengkap dalam membahas bab ini . Jika anda mengambil sesuatu yang tidak benar dari hadîts-hadîts tersebut tentu sangat banyak. Akan tetapi yang dimaksud di sini adalah memberi peringatan atas apa yang tersebar di tengah-tengah masyarakat muslim. Hal ini telah diperingatkan oleh para ulama.

Di antara bentuk bid’ah itu sesuai dengan urutan ayat dan surat al-Qur`an adalah sebagai berikut:
Seputar Isti’adzah

[sc:BUKA ]أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ [sc:TUTUP ]

A’udzubillahi minasysyaithaanirrajiim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk)

Ini adalah salah satu redaksinya. Dia juga memiliki bentuk redaksi lain yang diperkuat oleh nash hadîts.

Setiap Isti’adzah yang disebutkan dalam kitab dan sunnah adalah dengan lafazh (أعوذ بالله…) a’udzubillahi.., tidak pernah dikatakan billahi a’udzu…. (بالله أعوذ…) Karena mengedepankan objek itu termasuk berseni dan ketidak-seriusan. Sedangkan isti’adzah itu adalah ungkapan dalam keadaan takut dan harap. Berbeda dengan (الحمد لله) alhamdulullah dan (الحمد لله) lillahi al-hamd karena keduanya merupakan ungkapan dalam keadaan syukur dan kebaikan serta nikmat.

Menurut Ijma’, redaksi atau lafal istiazah tidak termasuk ayat al-Qur`an. Berdasarkan ijma’ pula disyari’atkan atas qari` untuk memulai membaca kitab Allah, Al-Qur`an dengan membaca isti’adzah dengan mengucapkan a’udzubillahi minasyaithaanirrajiim.

17. Tidak disyari’atkan membaca isti’adzah pada bacaan atau ungkapan selain al-Qur`an. Oleh karena itu, bacaan isti’adzah yang dilakukan oleh orang-orang yang sok mengikuti sunnah, saat memulai membaca hadîts atau nasehat dan sebagainya, tidak berdasar. Inilah yang diisyaratkan oleh Ibnul Qayim rahimahullah dalam konteks pembahasan faedah-faedah Isti’adzah, di mana ia berkata: “Di antaranya adalah bahwa sesungguhnya membaca isti’adzah sebelum membaca al-Qur`an merupakan isyarat bahwa yang dibaca sesudah itu adalah al-Qur`an. Maka dari itu, tidak disyari’atkan membacanya dalam memulai membaca selain al-Qur`an. Akan tetapi isti’adzah itu sebagai muqaddimah dan peringatan bagi pendengar, bahwa yang akan datang setelah itu adalah tilawah. Jika pendengar telah mendengar izti’adzah dia mempersiapkan pendengarannya untuk mendengar kalam ilahi. Kemudian, disyari’atkan kepada qari` meskipun ia dalam keadaan sendirian, berdasarkan apa yang telah kami jelaskan akan hikmahnya.”

Seputar Basmalah
Ungkapan ini merupakan singkatan dari bacaan Bismillahir-rahmanirrahim, berbeda dengan singkatan tasmiah, yang merupakan singkatan dari Bismillah saja. Ada yang mengatakan tasmiah itu sing-katan dari Dzikrullah dengan menggunakan lafal apa saja. Sebenarnya, boleh juga dibaca secara panjang.

18. Ibnu Abdussalam telah menyusun kumpulan tulisan basmalah secara lengkap, ia berkata, “Perbuatan seseorang itu terdiri dari tiga macam; perbuatan yang disunatkan untuk membaca tasmiah, seperti; wudhu, mandi, tayamum, menyembelih hewan dan membaca al-Qur`an. Di antaranya pula adalah perkara-perkara yang mubah, seperti misalnya minum dan jima’. Kedua, perbuatan-perbuatan yang tidak disunatkan membaca tasmiah, seperti shalat, adzan, haji dan umrah, dzikir dan do`a. Sementara perbuatan-perbuatan yang makruh untuk membaca tasmiah, yaitu perbuatan-perbuatan yang hukumnya haram, karena tujuan membaca tasmiah itu mencari berkah dari perbuatan-perbuatan yang mengandung berkah. Sedangkan perbuatan haram tidak dapat diharap berkahnya, demikian pula perbuatan-perbuatan yang makruh.” Ia menambahkan, “Perbedaan antara perbuatan-perbuatan yang disunatkan dan yang tidak disunatkan sangatlah pelik. Jika dikatakan, alasan mengapa tidak disunatkan membaca tasmiah adalah karena dia dengan sendirinya telah menda-tangkan berkah. Maka dalam hal ini tidak diperlukan meminta berkah.” Saya katakan, hal ini rumit, karena telah disunatkan membaca tasmiah dalam membaca al-Qur`an, padahal al-Qur`an itu dengan sendirinya mendatangkan berkah. Jika bibacakan tasmiah dalam hal ini boleh saja. Sedangkan persoalan kita adalah menyangkut sunnah atau tidaknya, kalau saja sunnah maka akan dinukil dari Nabi dan para salaf shalih, sebagaimana sunan-sunan dan nawafil lainnya yang dinukil.

19. Membaca basmalah sebelum tidur sebanyak dua puluh satu kali adalah bid’ah yang tidak mempunyai dasar.

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]