Islam adalah hablu minallah dan dan hablu minannas, menata hubungan manusia dengan Allah dan mengatur jaringan manusia dengan sesamanya. Manusia adalah (makhluq-ed) sosial, tidak bisa sendiri, namun cenderung egois dan menuntut. Fakta ini mengharuskan adanya undang-undang yang mengatur hubungan manusia dengan sesama, karena bila tidak maka hidup manusia akan kacau balau, sebagian memakan dan memangsa sebagian yang lain karena dorongan tabiat egois dan tamak, hidup menjadi hutan belantara.

Islam, sebagai syariat Allah yang Maha mengetahui segala sesuatu termasuk manusia, karena pencipta manusia adalah Allah, mengetahui undang-undang yang baik bagi manusia sekaligus menetapkannya demi kemaslahatan hidup mereka. Undang-undang Islam berpijak kepada asas pengakuan, penjagaan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia, termasuk hak memiliki dan berusaha secara berkeadilan dan kerelaan, sehingga tidak ada pihak yang dieksploitasi demi keuntungan pihak lain.

Perdagangan

Manusia bukan makhluk mandiri secara sempurna, sebaliknya dia membutuhkan yang lain dalam memenuhi hajat-hajat hidupnya, dari sini lahir tijarah, perdagangan di antara sesama manusia, hidup tidak berjalan tanpanya, maka hidup adalah perniagaan dan perniagaan adalah hidup. Siapa dalam hidupnya tidak terlibat perdagangan?

Di sisi lain seorang Muslim harus makan dari hasil usaha halal sesuai dengan konsekuensi keislamannya, maka dia kudu(harus-ed) mempelajari hukum-hukum kehidupan dan transaksi perdagangan sehingga apa yang dimasukkan ke dalam sakunya didapat dari usaha yang halal sejalan dengan rel syariat Islam. Umar bin al-Khatthab berkata, “Jangan menjual di pasar kami ini selain orang yang mengerti agama.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi.

Jual beli

Jual beli adalah menukar harta dengan sejenis dengan tujuan kepemilikan.
Yang dimaksud harta adalah barang, baik berupa barang maupun alat pembayaran, menukar harta dengan sejenis, maksudnya adalah barang dengan barang juga, berarti barang dengan jasa tidak disebut jual beli dengan istilah ini.
Yang dimaksud dengan tujuan kepemilikan adalah bahwa kedua belah pihak bermaksud memiliki apa yang dimiliki oleh rekannya, berarti bila tukar menukar hanya untuk mengambil manfaat maka tidak disebut jual beli dengan istilah ini.

Hukum Dasar

Jual beli merupakan kebutuhan asasi kehidupan, ia adalah cara memenuhi kebutuhan hidup secara berkeadilan, pihak-pihak yang terlibat mendapatkan keuntungan tanpa dirugikan, penjual untung dengan selisih harga yang lebih tinggi dan pembeli juga untung dengan mendapatkan hajatnya, keduanya sama-sama rela, maka dari itu Islam membolehkannya dalam firman Allah, artinya, “Dan Allah menghalalkan jual beli.” (Al-Baqarah: 275). Ayat ini menetapkan bahwa hukum dasar dalam bab ini adalah halal, suatu akad jual beli tidak ditutup kecuali bila dalil mengharamkannya.

Rukun-rukun

Pelaku akad, yaitu penjual dan pembeli, disyaratkan berakal dan mumayyiz, tidak dalam kondisi pailit sehingga hakim mencekalnya dengan membatasi tindakannya terhadap hartanya.

Ijab dan qabul, shighat akad, kalimat transaksi, tidak disyaratkan dengan kata-kata baku dan tertentu, tidak disyaratkan dengan mulut, akan tetapi bisa melalui tulisan, tidak disyaratkan langsung akan tetapi bisa melalui wakil atau utusan, bahkan dalam beberapa akad tidak disyaratkan sama sekali karena cukup dengan memberi dan menerima saja walaupun tidak ada kata-kata, karena asas saling rela sudah terwujud. Wallahu a’lam. Izzudin.