7. Larangan mendo`akan keburukan terhadap diri sendiri, atau terhadap orang lain secara zhalim, dan itu merupakan bentuk pelanggaran. Allah ta’ala telah berfirman,

وَيَدْعُ اْلإِنسَانُ بِالشَّرِّ دُعَآءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ اْلإِنسَانُ عَجُولاً

Dan manusia berdo’a dengan kejahatan sebagaimana ia berdo’a dengan kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (al-Isra’: 11).

Artinya, seorang yang dirundung kegelisahan mendo`akan jelek terhadap dirinya sendiri dan anaknya, seperti do`anya kepada Tuhannya untuk kebaikan dirinya dan anaknya. Ini termasuk sikap tergesa-gesa, karena memohon keburukkan seperti dia meminta kebaikan. Dan ini merupakan bentuk pelanggaran dalam do`a.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemui Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu, dan ketika itu mata Abu Salamah terbuka; lalu beliau pun memejamkannya dan bekata: “Sesungguhnya ruh jika telah diambil maka dia akan diikuti oleh mata.” Seketika, anggota keluarganya gaduh, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ تَدْعُوْا عَلَى أَنْفُـسِكُمْ إِلاَّ بِخَيْرٍ فَإِنَّ الْمَلآئِكَةَ يُؤَمِّنُوْنَ عَلَى مَا تَقُوْلُوْنَ.

Janganlah kalian mendo`akan diri kalian kecuali dengan kebaikan, karena sesungguhnya para malaikat akan mengamini apa yang kalian ucapkan.”, lalu beliau berdo`a:

الَّلهُمَّ اغْفِـرْ لِأَبِيْ سَلَمَةَ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّيْنَ، وَاخْلُفْهُ فِيْ عَقِبِهِ فِي اْلغَابِرِيْنَ، وَاغْفِـرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، وَافْسَحْ لَهُ فِيْ قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيْهِ.

Ya Allah, ampunilah dosa Abu Salamah, angkatlah derajatnya di tengah-tengah kaum yang mendapat hidayah, berilah dia penggantinya di dalam orang-orang yang ditinggalkan sesudahnya, ampunilah dosa-dosa kami dan dosanya, wahai Tuhan semesta alam, lapangkanlah kuburnya dan sinarilah dia di dalamnya. (HR. Muslim, Abu Daud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

لاَ تَدْعـُوْا عَلَى أَنْفُـسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ لاَ تَدْعُـوْا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، لاَ تَوَافِقُـوْا مِنَ اللهِ سَاعَةً يَسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءً، فَيَسْـتَجِيْبُ لَكُمْ.

Janganlah kalian mendo`akan keburukan kepada diri kalian, janganlah mendo`akan buruk kepada anak-anak kalian, janganlah mendo`akan buruk kepada harta-harta kalian, dan janganlah sampai (doa buruk kalian itu) bertepatan dengan waktu Allah ta’ala mengabulkan do`a, karena Allah akan mjengabulkan do`a kalian.” (HR. Muslim dan Abu Daud, lalu Abu Daud menambah: ‘…dan janganblah kalian mendo`akan buruk kepada pembantu-pembantu kalian…..

Dan do`a buruk orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin itu adalah bentuk kezhaliman dan permusuhan, maka tidak akan dikabulkan. Oleh karena itu, Imam al-Bukhari rahimahullah  di dalam Shahih-nya (11/199), berkata, “Bab sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Dikabulkan do`a kami terhadap orang-orang Yahudi, dan tidak dikabulkan do`a mereka terhadap kami.”, lalu ia menuturkan hadîts ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam menjelaskan kalimat tersebut, beliau berkata, “Itu karena kita mendo’akan mereka dengan kebenaran, sedangkan mereka mendo`akan kita dengan kezhaliman.” Lalu, beliau juga berkata, “Hikmah yang dapat dipetik dari hadîts tersebut bahwa pemohon jika dia berbuat zhalim terhadap orang yang dido`akannya, maka do`anya tidak akan dikabulkan. Hal itu, dikuatkan oleh firman Allah ta’ala: “Dan tidaklah do`a orang-orang kafir melainkan di dalam kesesatan.

 Larangan berdo`a untuk suatu dosa dan memutus silatur-rahim. Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  telah bersabda,

لاَ يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيْعَةِ رَحِمٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ … الحديث.

Akan selalu dikabulkan do`a seorang hamba selama dia tidak berdo`a untuk suatu dosa atau memutus hubungan sanak kerabat dan selagi tidak tergesa-gesa…dst. (HR. Muslim).

Juga telah diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit shallallahu ‘alaihi wasallam , bahwa-sanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda,

مَا عَلَى اْلأَرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُـوْ اللهَ بِدَعْـوَةٍ إِلاَّ آتَاهُ اللهُ إِيَّاهَا أَوْ صَرَفَ عَنْهُ مِنَ السُّوْءِ مِثْلَهَا، مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيْعَةِ رَحِمٍ، مَا لَمْ يُعَجِّلْ يَقُوْلُ: قَدْ دَعَـوْتُ وَدَعَـوْتُ فَلَمْ يُسْـتَجَبْ لِيْ.

Di atas bumi ini, tidaklah seorang Muslim berdo`a kepada Allah ta’ala dengan suatu do`a, melainkan Allah ta’ala pasti mengabulkan do`anya, atau melepaskannya dari keburukan semisalnya, selama dia tidak berdo`a untuk suatu dosa dan memutus hubungan silaturahim, dan selama dia tidak tergesa-gesa (minta segera dikebulkan), sambil mengucapkan: Sungguh, aku telah berdo`a dan berdo`a, namun do`aku tidak pernah dikabulkan. (HR. Tirmizi dan al-Hakim, namun al-Hakim menambah: “Atau, Allah ta’ala akan menyimpan baginya pahala yang semisalnya., lalu dia menshahihkan hadîts ini, dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi).

8. Larangan mengomentari do`a, dan itu merupakan bentuk pelanggaran. Telah diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلْيَعْزِمِ اْلمَسْأَلَةَ وَلاَ يَقُوْلَنَّ: للَّهُمَّ إِنْ شِئْتَ فَأَعْطِنِيْ فَإِنَّهُ لاَ مُسْتَكْرَهٌ لَهُ.

Jika seorang dari kalian berdo`a, hendaknya dia serius memohon dan jangan sekali-kali mengucapkan: Ya Allah, jika Engkau berkendak, berilah aku, karena tidak ada yang dipaksakan kepada-Nya. (Muttafaq ‘Alaih).[1]

Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يَقُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ: اللَّهُمَّ اغْـفِرْ لِيْ إِنْ شِئْتَ، الَّلهُمَّ ارْحَمْنِيْ إِنْ شِئْتَ، لِيِعْزِمِ اْلمَسْأَلَةَ فَإِنَّهُ لاَ مُسْتَكْرَهٌ لَهُ.

Janganlah salah seorang di antara kalian mengucapkan: Ya Allah, ampunilah dosaku jika Engkau mau. Ya Allah, kasihanilah aku jika Engkau mau. Akan tetapi hendaklah ia berbulat hati memohon, sebab tidak bisa dipaksakan kepada Allah.” (Muttafaq ‘Alaih). Di dalam lafazh Muslim:

وَلَيُعَظِّمِ الرَّغْبَةَ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَتَعَاظَمُهُ شَيْءٌ أَعْطَاهُ.

Hendaklah dia memperbesar pengharapan, karena sesungguhnya Allah ta’ala tidak merasa agung oleh sesuatu yang telah Dia berikan.

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul HaqJakarta]


[1]  Al-Bukhari, (13/139) dan Fathul Bârî; Muslim, (4/2063).