Doa-doa Pelebur Dosa (2)

Doa merupakan ibadah yang utama. Di antara keutamaannya adalah ia merupakan sarana bagi seorang hamba untuk memohon ampunan kepada rabbnya sehingga Allah pun melebur dosa-dosanya, baik dosanya yang kecil maupun dosanya yang besar. Banyak contoh doa yang dengan izin Allah pelakunya dilebur dosanya. Empat contohnya dari al-Qur’an telah penulis sebutkan pada edisi yang lalu. Berikut ini adalah contoh doa pelebur dosa yang lainnya sebagai kelanjutan bahasan sebelumnya. Selamat membaca dan mempraktekkannya.

Contoh yang Kelima

رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa Neraka,” (Qs. Ali Imran : 16)

Makna Doa

Doa di atas bermakna, (Wahai Tuhan kami), sesungguhnya kami beriman kepadaMu, kami mengikuti RasulMu Muhammad, maka hapuskanlah dosa-dosa yang kami lakukan dan selematkanlah kami dari api Neraka (at-Tafsir al-Muyassar, 1/315)

Faedah :

Abu Hafsh Umar bin Ali al-Hambali mengatakan, ketahuilah bahwa perkataan mereka, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami “ menunjukkan bahwa mereka bertawasul dengan iman untuk memohon ampunan dan Allah pun memuji dan menyanjung mereka karena hal tersebut. Maka, ini menunjukkan bahwa seorang hamba dengan keimanan yang benar yang dimilikinya mengharuskan untuk mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah (al-Lubab Fii Ulumi al-Kitab, 5/87)

Contoh yang Keenam

رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.(Qs. Ali Imran : 193)

Makna Doa

Makna doa di atas yaitu, Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar al-Munadiy (penyeru), dia menyeru manusia agar mempercayaiMu dan mengakui keesaanMu serta mengamalkan syariatMu, lalu kami menjawab ajakannya dan kami membenarkan risalahnya. Maka ampunilah dosa kami, tutupilah aib-aib kami dan gabungkanlah kami ke dalam orang-orang shaleh.

Faedah :

Doa ini juga menujukkan bahwa mereka bertawasul dengan iman untuk memperoleh rahmat dan ampunan dari Allah, sebagaimana contoh doa yang kelima.

Siapakah al-Munadiy (penyeru) yang dimaksudkan dalam doa di atas ?

Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri mengatakan, mengenai siapakah yang dimaksudkan dengan “al-Munadiy” dalam doa ini ada dua pendapat; pendapat pertama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah “al-Qur’an”. Ini adalah pendapat Muhammad bin Ka’ab al-Quradhi. Ia berkata, ‘tidak semua manusia mendengar seruan Rasulullah secara langsung. Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud adalah “Nabi”. Ini adalah pendapat Ibnu Juraij dan Ibnu Zaed (an-Nukat Wa al-‘Uyun, 1/442). Yang nampak pada penulis-wallahu a’lam– sesungguhnya kedua pendapat ini benar dan dapat dikompromikan bila kita melihat dari sisi pandang bahwa penyeru tersebut sama-sama menyeru manusia agar beriman, mempercayaiNya, mengakui keesaanNya serta mengamalkan syariatNya. Hal demikian itu karena al-Qur’an menyeru kepada hal tersebut begitu pula halnya dengan Rasulullah. Dan,  sejatinya beliau hanya mengikuti dan menyampaikan wahyu Allah yang disampaikan kepadanya berupa al-Qur’an tersebut, sebagaimana firman Allah,

قُلْ إِنَّمَا أَتَّبِعُ مَا يُوحَى إِلَيَّ مِنْ رَبِّي هَذَا بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah,”Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Quran ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. al-A’raf : 203)

Faedah dan Pelajaran

(ungkapan doa) “ Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman “ merupakan hikayat doa yang lain yang dipanjatkan oleh mereka yang dibangun di atas penghayatan mereka terhadap dalil sam’i setelah penghikayatan doa yang mereka panjatkan yang sebelumnya yang dibangun di atas perenungan terhadap dalil aqli. Dan, diawalinya prolog doa dengan “an-nida” (yakni, seruan, “Ya Tuhan kami”) untuk menunjukkan kesempurnaan  bentuk permohonan yang sangat dan merendahkan diri serta dilakukannya hal tersebut dengan sepenuh hati (Irsyad al-‘Aql as-Salim Ilaa Mazaa-ya al-Qur’an al-Karim, 2/131)

Maka dari itu, hal ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa selayaknya hal ini, yakni, mengawali permulaan doa dengan seruan, “ Ya Tuhan kami” dan yang semisalnya seperti اللهم ربنا”“ (Ya Allah, Ya Tuhan kami) dan yang semisal dipakai dalam lantunan doa yang kita panjatkan. Sesungguhnya gaya ungkapan doa di dalam al-Qur’an sebagaimana contoh yang keenam ini dan juga contoh yang kelima, bahkan empat contoh sebelumnya yang telah penulis sebutkan pada edisi yang lalu menggunakan gaya “diawali dengan seruan  رَبَّنَا yang bermakna, “ ya tuhan kami “. Begitu pula banyak kita dapati dalam sunnah Nabi contoh doa dengan gaya bahasa demikian ini yang insya Allah beberapa contoh di antaranya akan penulis sebutkan pada contoh doa pelebur dosa selanjutnya. Maka, ini adalah adab rabbaniy-nabawi, adab yang diajarkan oleh Allah kepada hamba-hambaNya dalam berdoa memohon sesuatu kepadaNya, begitu pula merupakan perkara yang diteladankan RasulNya ketika berdoa memohon sesuatu kepada Rabbnya. Oleh karena itu, lakukanlah !

Contoh yang Ketujuh

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

Ya Allah, Engkau adalah rabbku, tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hambaMu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu  dan (akan senantiasa optimis dengan) janjiMu (kepada ku) semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari kejelekan apa yang aku perbuat. Aku mengakui dosaku, oleh kerena itu ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau (HR. al-Bukhari, no. 6306)

Rasulullah menyebutkan bahwa doa ini adalah “sayyidul Istighfar” dan beliau juga menyebutkan tentang keutamaannya. Beliau bersabda,

سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ

Sayyidul Istighfar, hendaknya engkau mengucapkan …( doa di atas ), (setelah itu beliau bersabda),

وَمَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Dan barangsiapa mengucapkannya pada siang hari dengan penuh keyakinan lalu ia meninggal pada hari itu sebelum masuk waktu sore, maka ia termasuk ahli Surga. Dan barangsiapa membacanya pada malam hari dan dia dalam kondisi yakin lalu ia meninggal dunia sebelum pagi hari, maka ia termasuk ahli Surga.

Ibnu Abi Jamrah mengatakan, Rasulullah di dalam hadis ini mengumpulkan berbagai bentuk ungkapan yang memiliki makna yang mendalam dan uangkapan kata yang menjadikan doa ini benar-benar dinamakan dengan “sayyidul Istighfar”. Maka, di dalamnya terdapat pengakuan dan penetapan sifat keilahiyahan bagi Allah, pengakuan bahwasanya Dialah sang Pencipta. Di dalamnya juga terdapat pengakuan dan penetapan adanya janji kesepakatan seseorang dengan rabbnya, harapan untuk mendapatkan apa yang telah dijanjikanNya, permohonan perlindungan dari keburukan yang dilakukan seorang hamba kepada dirinya sendiri, penyandaran adanya tambahan nikmat kepada Dzat yang telah mengaruniakannya dan penyandaran dosa kepada diri sendiri dan harapannya untuk mendapatkan ampunanNya, serta pengakuan seorang hamba bahwasanya tak seorang pun yang mampu melakukan pengampunan dosa selain Allah (Tathriiz Riyadhu ash-Shalihin, 3/25)

Perkataan seorang hamba, “aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku”, maksudnya yaitu, janji yang diambil oleh Allah atas hambaNya pada asal penciptaannya ketika Allah mengeluarkan mereka dari tulang sulbi bapak mereka dan Allah mengambil persaksian atas diri mereka sendiri, (seraya berfirman), أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا  “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”(lihat, Qs. al-A’raf :172).

Maka, mereka pun mengakui dan menetapkan rububiyah Allah pada asal penciptaan mereka.  Dan, merekapun tunduk terhadap keesaanNya. Adapun yang dimaksud “ al-Wa’d “ (Janji Allah kepada hambaNya) , yaitu apa yang dijanjikanNya kepada mereka (manusia) bahwasanya barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, juga menunaikan perkara yang difardhukan oleh Allah kepadanya, niscaya ia masuk Surga. Oleh karena itu, selayaknya setiap orang yang beriman berdoa kepada Allah agar mematikannya di atas perjanjian yang telah disepakatinya tersebut dan agar Allah mematikannya di atas keimanan, hal tersebut untuk mendapatkan apa yang telah Allah janjikan, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk peneladanan terhadap Nabi yang berdoa dengan doa tersebut. (Syarh Shahih al-Bukhari Li Ibni Bathal,10/76)

Mana “Istighfar “ dalam Doa ini ?

Jika ada yang bertanya, mana lafazh istighfar dalam doa ini sementara nabi menyebutnya “sayyidul istighfar” ? jawabannya, istighfar dalam lisanul ‘arab (Bahasa Arab) yaitu permohonan ampun yang diminta dari Allah dan permintaan kepadaNya agar mengampuni dosa-dosa (seorang hamba) yang telah lalu dan pengakuan akan dosa-dosanya tersebut. Oleh karena itu, setiap doa yang mengandung makna ini maka hal itu adalah istighfar, di dalam hadis tersebut pun terdapat kata yang menunjukkan istighfar, yaitu perkataannya,

فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

Oleh kerena itu, ampunilah aku karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau (Syarh Shahih al-Bukhari Li Ibni Bathal,10/77). Wallahu a’lam. Nantikan contoh doa pelebur dosa yang lainnya pada edisi mendatang, insya Allah (Redaksi)

Referensi :

  1. al-Lubab Fii Ulumi al-Kitab, Abu Hafsh Umar bin Ali al-Hambali
  2. an-Nukat Wa al-‘Uyun, Abul Hasan Ali bin Muhammad al-Mawardi
  3. at-Tafsir al-Muyassar, Kumpulan Pakar Tafsir
  4. Irsyad al-‘Aql as-Salim Ilaa Mazaa-ya al-Qur’an al-Karim, Abu As-Sa’ud
  5. Syarh Shahih al-Bukhari, Ibnu Bathal
  6. Tathriiz Riyadhu ash-Shalihin, Faeshal bin Abdil ‘Aziz Alu Mubarak