Terjadi konflik dalam kehidupan berumah tangga adalah perkara yang wajar. Kekeliruan yang dilakukan suami terhadap isterinya atau isteri terhadap suaminya menunjukkan bahwa mereka berdua bukanlah makhluk sempurna, akan tetapi mereka adalah makhluk yang saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain.

Tidak diragukan lagi, seorang suami maupun isteri pasti pernah melakukan kekeliruan dan kesalahan terhadap pasangannya dalam rumah tangga yang mereka bina. Ini adalah perkara yang wajar dalam kehidupan berumah tangga. Yang tidak wajar dan tercela adalah tatkala kesalahan-kesalahan maupun kekeliruan itu tetap dipelihara dan tidak diperbaiki.

Pada kesempatan ini, kita akan menyoroti beberapa kekeliruan suami kepada isterinya. Pembahasan ini bukan berarti memberikan kesempatan kepada para isteri untuk larut dalam menuntut kesempurnaan. Lalu medorongnya untuk mendapatkan suami yang sama sekali tak bercela. Karena tidak ada seorang manusia pun yang sempurna, kesempurnaan hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berikut ini adalah beberapa kekeliruan suami terhadap isterinya yang membawa benih-benih dosa baginya:

 1. Curiga terhadap Isteri

Sebagian suami yang bertabiat goyah, jiwanya mudah tegang lagi gelisah, ia sering ragu-ragu, suka buruk sangka, dan menduga buruk segala sesuatu. Seringkali ia berburuk sangka terhadap isterinya soal uang belanja. Kadang pula ia menuduhnya telah mencuri uangnya.

Di lain situasi, sang suami terlalu sering menelpon ke rumah setiap kali bepergian. Tujuannya, untuk mengecek keberadaan isterinya di rumah. Dan ketika telepon sibuk, ia lantas curiga. Ataupun bentuk kecurigaan lainnya yang semua itu merupakan kecemburuan yang tak beralasan dan berlebihan. Sebuah bisikan setan pada jiwa yang bodoh agar cemburu melebihi apa yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berbaik sangka kepada isteri bukan berarti menghilangkan kecemburuan dan membiarkannya berbuat semaunya. Akan tetapi, seorang suami harus bersikap lurus dalam cemburunya. Ia tidak boleh berlebihan dalam buruk sangka, apalagi sengaja mencari-cari kesalahan. Selama tidak nampak bukti-bukti yang tak terbantahkan, jangan hiraukan dugaan dan bayangan yang melintas dalam hatinya.

2. Miskin Cemburu terhadap Isteri

Ada sebagian suami yang tumpul perasaannya, kecemburuannya telah mati. Ketegasan dan keberaniannya hilang. Ia tidak peduli isterinya bergaul bebas dengan laki-laki yang bukan mahram, baik saudara iparnya maupun selainnya. Ia tak segan menyuruh istrinya melepas jilbab, bersikap cuek melihat isterinya tidak punya rasa malu, mempertontonkan keindahan tubuhnya, berjabat tangan, bergaul, berkelakar dan berbincang-bincang dengan pria yang bukan mahramnya. Tak terdengar kegeraman dan keluhannya dari sang suami.

Sikap ini adalah bentuk diyatsah (perasaan hilang cemburu), tidak punya keberanian dan mengabaikan hak wanita. Sebab, hak wanita yang paling ringan adalah kecemburuan suaminya terhadapnya.

Cemburu yang melampaui batas dan prasangka buruk yang hanya dilatari oleh rasa was-was yang dibisikan setan adalah jenis cemburu yang dibenci dan tercela.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مِنَ الْغَيْرَةِ مَا يُحِبُّ اللَّهُ وَمِنْهَا مَا يُبْغِضُ اللَّهُ، فَأَمَّا الَّتِي يُحِبُّهَا اللَّهُ فَالْغَيْرَةُ فِي الرِّيْبَةِ، وَأَمَّا الْغَيْرَةُ الَّتِي يُبْغِضُهَا اللَّهُ فَالْغَيْرَةُ فِي غَيْرِ رِيْبَةٍ

 “Ada kecemburuan yang disukai Allah dan ada kecemburuan yang dimurkai Allah. Kecemburuan yang disukai Allah adalah kecemburuan dalam sesuatu yang pantas dibimbangkan. Sedang kecemburuan yang dimurkai Allah ialah kecemburuan pada sesuatu yang tak layak dibimbangkan.” (HR. An-Nasa’i, no. 2339).

 3. Meremehkan Isteri

Sebagian suami sering meremehkan isterinya. Ia tak pernah menghiraukan ucapan isteri, tidak mengajaknya bermusyawarah dan berdialog dalam urusan apa pun. Jika sang isteri mengajukan suatu pendapat, ia mengabaikannya. Sebagai dalih atas sikap buruk ini, ia menegaskan hak kepemimpinan untuk kaum pria. Ia juga menyitir nash bahwa wanita kurang secara akal dan agama.

Salah satu bentuk sikap meremehkan isteri adalah menghina atau meyebut kekurangannya di hadapan anak-anaknya. Hinaan yang biasa diluncurkan adalah tidak becus mengurus rumah tangga, suami, anak-anak, lemah akal dan tidak mengerti metode pendidikan.

Sikap meremehkan isteri lainnya adalah mencela keluarganya di hadapannya, baik kedua orang tuanya, saudara, paman, maupun kerabat yang lain. Sang suami tak segan meremehkan dan mencela mereka karena kesalahan yang dilakukan sebagian kerabatnya.

4. Kurang Berterima Kasih Kepada Isteri

Pandai berterima kasih adalah pertanda budi pekerti yang baik. Orang yang pertama kali berhak mendapatkannya dari seorang suami adalah sang isteri. Namun tidak sedikit dari para suami yang ketika isterinya berbuat baik, mereka enggan untuk mengungkapkan kata terima kasih atas kebaikan yang telah diperbuatnya. Alih-alih terhadap kebaikannya yang kecil, terhadap kebaikan yang besar pun banyak dari mereka yang merasa berat untuk mengungkapkan ucapan terima kasihnya.

Sebagai contoh, sang isteri telah menyiapkan makanan yang disenangi suami, membuat kehormatannya terangkat ketika tamu datang, merawat anak-anak dengan sebaikbaiknya, menampilkan diri di hadapan suaminya dengan pakaian dan dandanan yang terbaik, dan seterusnya. Namun, ia tidak pernah menerima ucapan terima kasih, senyum kepuasan, atau pandangan lembut dan kasih sayang, apalagi hadiah dari suaminya. Sikap ini termasuk kebakhilan, kasar dan penghinaan.

5. Terlalu Sibuk Hingga Jarang Menemani Keluarga

Sebagian suami sibuk mencari uang. Ia bekerja keras dari pagi sampai malam. Ia pulang ke rumah dalam keadaan lelah, lemas dan loyo. Ia tak sempat untuk berbincang-bincang atau bermesraan dengan isterinya.

Ada pula suami yang lebih suka berada di luar rumah bersama kawan-kawannya untuk jalan-jalan begadang, berpesta dan lainnya. Tengah malam barulah ia pulang. Kadang ketika pulang, isterinya sudah tidur pulas, setelah begadang dan lama menunggu.

Di sisi lain, ada juga suami yang sibuk dengan hal-hal baik, sehingga melalaikan isterinya. Ia senantiasa beribadah, berdzikir, berdakwah, memberi nasihat, menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, membaca, menulis, mengarang, dan lainnya. Tapi sebagian mereka melakukannya secara tidak seimbang, karena mengabaikan isterinya sama sekali.

6. Malas Berhias Untuk Isteri

Lihatlah sekeliling anda. Kaum pria tidak memperhatikan penampilan, kebersihan dan parfumnya, kecuali ketika hendak keluar rumah atau menghadiri acara. Isteri tidak dapat berbuat apa-apa. Sekadar melihat sambil mengurut dada. Sejurus bayangan terlintas seolah tak ada kewajiban apa pun pada suami atas isterinya. Namun ketika isterinya tidak berdandan untuknya, segera saja ia mempersoalkannya dengan sengit. Suami tidak peduli dirinya di rumah dalam keadaan kotor, berpakaian kerja, atau bau tidak sedap akibat keringat dan asap kendaraan.

Sikap seperti ini telah melalaikan hak isteri. Salah satu hak isteri atas suaminya adalah berhias untuknya sebagaimana isteri berhias untuk suaminya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

 “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 228)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku senang berhias untuk isteri sebagaimana aku suka jika ia berhias untukku. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara yang ma’ruf.”

 7. Buta terhadap Kondisi Kejiwaan Isteri

Banyak dari sebagian suami yang tidak tahu problem-problem alamiah wanita, baik ketika mengandung, haid, nifas dan lainnya. Ketika mengalaminya, kadang sang isteri merasakan kesulitan dan kegelisahan. Apalagi ketika mengandung dan mengidam. Pada saat itu, isteri menginginkan banyak hal.

Kadang pula ia tidak menyukai sesuatu, sehingga tidak tahan melihatnya atau menciumnya. Terkadang ia juga tidak menyukai rumahnya, suaminya atau hal-hal lain. Jika suaminya tidak mengerti hal itu, ia bisa saja beranggapan bahwa isterinya telah membencinya dan bosan dengannya. Kadang pula, suami lantas bersikap keras dengan menceraikannya. Oleh karena itu, seorang suami dituntut peka terhadap kondisi psikis sang isteri. Sehingga ia bisa bersikap arif dan bijak dalam menghadapi perilaku-perilaku isterinya ketika itu.

8. Menggauli Isteri Saat Haid atau Lewat Dubur

Perbuatan ini bukan hanya haram, tapi juga perbuatan keji. Sangat mirip dengan perilaku homoseksual.

Dalam Shahihnya, Imam Muslim meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, kaum Yahudi memperlakukan isteri mereka ketika haid dengan tidak makan bersamanya dan tidak membiarkannya tinggal serumah. Para sahabat bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ

 “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid.” (QS. Al-Baqarah: 222).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

اِصْنَعُوْا كُلَّ شَيْءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ

 “Lakukanlah segala sesuatu selain persetubuhan.” (HR. Muslim, no. 302).

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَتَهُ فِي دُبُرِهَا

 “Terlaknat siapa yang mencampuri isterinya pada anusnya.” (HR. Abu Dawud, no. 2162).

 9. Terburu-buru Memutuskan Cerai

Pemandangan semacam ini tidak sedikit terjadi di masyarakat. Banyak suami yang menganggap remeh masalah perceraian. Ia membiarkan lidahnya mengucapkan kata cerai tanpa memikirkan akibatnya. Tak heran, perceraian sering terjadi karena sebab-sebab remeh. Kebahagiaan dan keutuhan keluarga pun hancur berantakan.

Bisa juga disebabkan oleh pengaruh teman-temannya yang buruk, yang memberikan nasihat secara buru-buru dan menyimpang, menawarkan solusi yang dilatari oleh motivasi kedengkian, makar, hasad dan cemburu. Yang perlu menjadi pertimbangan bagi seorang suami bahwa tidak semua sifat seorang isteri itu disukainya. Mungkin ada beberapa segi kepribadiannya yang tidak membuat suaminya nyaman. Namun di sisi lain, begitu banyak akhlak dan budi pekerti isteri yang menyenangkan hatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

 “Janganlah lelaki mukmin membenci wanita mukminah; jika ia tidak menyukai suatu akhlak darinya, maka ia menyukai akhlak yang lainnya.” (HR. Muslim, no. 1469).

Demikianlah beberapa kekeliruan yang dilakukan oleh sebagian suami. Semoga bahasan singkat ini menjadi bahan renungan yang sangat bermanfaat bagi para suami agar tetap tegar dan istiqamah dalam membina keluarga yang harmonis bersama pasangannya.

Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk dan taufik-Nya kepada kita dalam meniti jalan-jalan yang diridhai-Nya. Amiin. (Saed As-Saedy).

Referensi:

Min Akhthail Azwaj, edisi Indonesia “Agar Suami Disayang Isteri” Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Pustaka at-Tazkia, Jakarta.