bvPERTANYAAN: 

Kami melihat sebagian orang di dalam Masjid Nabawi berdiri menghadap kubur Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dari semua arah di dalam masjid. Apakah cara ini disyariatkan?

JAWABAN:
Apabila itu ia maksudkan untuk mengucapkan salam kepada Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, maka kami katakan, “Mendekatlah ke kubur, karena seseorang yang hendak berziarah kubur harus mendekat padanya.” Dan apabila anda hendak berdoa (memohon sesuatu) kepadanya, maka itu adalah syirik besar yang mengeluarkan anda dari agama Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, atau anda berdoa kepada Allah ta’ala dengan menghadap ke kubur, maka ini termasuk bid’ah dan sarana kepada syirik. Tidak masuk akal anda berpaling dari Baitullah ke kubur Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Baitullah yang wajib atas setiap muslim menghadap kepadanya di dalam shalat lebih utama dari pada (menghadap) kubur Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tanah yang paling utama di atas permukaan bumi adalah Baitullah, Ka’bah. Maka tidak layak bagimu, mengaku menyembah Allah ta’ala akan tetapi menghadapkan doamu ke kubur Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. Ini termasuk kebodohan dan penyesatan setan terhadap anak cucu Adam. Jika tidak, maka dengan semata berfikir seseorang tanpa memandang dalil syar’i, ia sadar bahwa ini sesat dan bodoh. Kesimpulannya, kami katakan bagi seseorang yang berniat memberi salam kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, Mendekatlah ke kubur. Dan bagi seseorang yang berdoa kepada Allah menghadap kubur, kami katakan bahwa ini adalah bid’ah dan sarana menuju syirik dan kesesatan dalam Agama dan kebodohan dalam akal; karena engkau menghadap ke Baitullah lebih utama dari ke kubur Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam (ketika berdoa).

Apabila orang yang menghadap ini berdoa kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, maka perbuatannya adalah syirik besar yang mengeluarkannya dari Agama Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam.

[Sumber: Fatwa-fatwa Lengkap Seputar Jenazah [Edisi Indonesia], Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Disusun oleh Syaikh Fahd bin Nashir as-Sulaiman, Pustaka Darul Haq Jkt].