Faidah Mempelajari Musykilul Hadits

Imam an-awawi rahimahullah berkata:”Bidang ini (Musykilul Hadits) termasuk bidang yang tepenting, dan mengharuskan seluruh Ulama dari berbagai golongan untuk mengetahuinya.” (At-Taqriib)

As-Sakhawi rahimahullah berkata:”Dan ia (Musykilul Hadits) termasuk bidang yang tepenting, dibutuhkan oleh seluruh golongan dari kalangan Ulama. Dan para Imam yang menggabungkan bidang (ilmu) hadits dan fiqih, yang mereka menyelami secara mendalam makna-makna yang sangat detail hanya akan sempurna (keilmuannya) dengannya.” (Fathul Mughits)

Arti penting dan faidah mengetahui Musykilul Hadits nampak pada poin-poin berikut:

1. Keterkaitan bidang (ilmu) ini dengan ilmu-ilmu Islam yang lainnya, maka ia dibutuhkan oleh penuntut ilmu Tafsir, ‘Aqidah, Hadits, Fiqih dan selainnya.

2. Ia memantapkan (mengokohkan) seorang Mujtahid dalam mentarjih (memilih pendapat yang kuat) di antara pendapat-pendapat ulama, membantunya dalam mengetahui sebab-sebab perbedaan di antara mereka, dan membekali diri mereka dalam hal tersebut (tarjih).

3. Ia membela Sunnah dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari celaan dan serangan musuh-musuh Islam.

4. Sedikitnya ulama yang membahas ilmu (bidang) ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu ini.

5. Dengan menguasai ilmu ini seorang ulama mampu membantah syubhat-syubhat (kerancuan) para pencela Sunnah dan orang-orang yang mengklaim bahwa dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terdapat kontradiksi.

6. Ilmu ini menunjukkan betapa bersihnya Manhaj (metode) Ahli Sunnah dalam memahami nash-nash dan dalam bersikap terhadapnya.

Dan di antara hal yang perlu diperingkatkan di sini adalah bahwa tidak diperkenankan memecahkan (mencari jalan keluar) dari hadits-hadits yang Musykil ini kecuali orang-orang yang memiliki ilmu alat (ilmu penunjang seperti Tafsir, Hadits, Fiqih, bahasa Arab dll), kecakapan dalam hal itu, dan masuk ke dalamnya dari pintunya sesuai dengan kaidah-kaidah yang dikenal dalam memahami nash-nash, memadukan dan mentarjih di antaranya. Dan disertai pula kejujuran niat (tujuan), do’a dan istighfar (permohonan ampunan kepada Allah). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


}إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيماً (105) وَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُوراً رَحِيماً{ (106)

”Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisaa’: 105-106)

Dan Ibnu ‘Abdil Hadi menukil dari Ibnu Taimiyah rahimahullah bahwasanya dia berkata:”Sesungguhnya pikiranku terkadang terhenti pada masalah (yang berkaitan dengan ilmu), sesuatu dan keadaan yang rumit bagiku, lalu aku berisitighfar (meminta ampun) kepada Allah 1000 kali, atau lebih dari itu atau kurang hingga dadaku lapang dan hilanglah apa yang rumit bagiku.”

Perbedaan Antara Musykilul Hadits Dengan Mukhtalaful Hadits

Ketika melakukan pengamatan pada definisi Musykilul Hadits dan Mukhtalaful Hadits(pada pembahasan-pembahasan yang lalu), nampaklah bagi kita perbedaan antara keduanya, dan hal itu bisa dijelaskan pada hal-hal berikut:

Perbedaan Dari Segi Bahasa

Al-Mukhtalaf dari segi bahasa berasal dari kata Ikhtilaf (perbedaan), sedangkan al-Musykil berasal dari kata al-Isykal, yaitu kerancuan atau ketidakjelasan, atau kesamaran.

Perbedaan Dalam Sebab

Mukhtalaful Hadits sebabnya adalah kontradiksi antara satu hadits dengan hadits yang lainnya secara zhahir (jika dilihat secara sekilas). Sedangkan Musykilul Hadits sebabnya adalah kesamaran atau ketidakjelasan, yang terkadang terjadi dikarenakan adanya kontradiksi secara zhahir antara ayat dengan hadits, atau kontradiksi antara dua hadits atau lebih, atau kontardiksi antara hadits dengan ijma’ (kesepakatan ummat dalam hukum syar’i), atau kontradiksi antara hadits dengan qiyas (analogi), atau kontradiksi antara hadits dengan akal sehat, atau terkadang disebabkan adanya ketidakjelasan pada pendalilan lafazh hadits terhadap sebuah makna dikarenakan suatu sebab pada lafazh, sehingga membutuhkan Qorinah (faktor pendukung/indikasi) dari luar hadits yang menghilangkan kesamaran (ketidakjelasan), seperti yang terjadi pada lafazh-lafazh yang Musytarakah (satu lafazh yang memiliki lebih dari satu makna, seperti kata al-Qur’u bisa berarti haidh dan bisa berarti suci).

Perbedaan Dalam Hukum

Mukhtalaful Hadits cara penyelesaiannya adalah dengan usaha seorang Mujtahid(ulama) untuk memadukan antara hadits-hadits yang kontradiksi dengan mengamalkan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh para ulama dalam masalah tersebut. Sedangkan Musykilul Hadits, maka cara penyelesaiannya adalah dengan mengkaji dan mendalami makna-makna yang mungkin terkandung oleh lafazh hadits kemudian menetapkannya. Kemudian mencari Qorinah-qorinah (faktor-faktor penguat) yang menjelaskan maksud dari makna tersebut.

Dan bisa juga dikatakan bahwa setiap Muktalaful Hadits ia adalah Musykilu Hadits, namun tidak sebaliknya, karena Mukhtalaful Hadits adalah kontradiksi secara zhahirantara dua hadits atau lebih sedangkan Musykilul Hadits adalah kontradiksi antara hadits dengan dalil-dalil yang lain yang mencakup al-Qur’an, hadits, ijma’ qiyas dll. Wallahu A’lam.

(Sumber: Disarikan dan diterjemakan dari مشكل الحديث di http://www.almeshkat.net/index.php?pg=droos&ref=168, مختلف الحديث والفرق بينه وبين مشكل الحديث di http://www.s-oman.net/avb/showthread.php?t=275538, dan مقدِّمات في علم مختلف الحديث di http://almoslim.net/node/83908. diposting oleh Abu Yusuf Sujono)