Pengetahuan tentang Shahabat radhiyallahu ‘anhum memberikan faidah yang besar dari beberapa sisi:

Pertama: Mengetahui kelebihan mereka berupa keutamaan, keunggulan dan keagungan kedudukan mereka.

Kedua: Karena mencinta mereka adalah wajib, disebabkan keharusan untuk mencontoh dan meneladani mereka radhiyallahu ‘anhum

Ketiga: Karena manhaj (metode/tata cara beragama) para Shahabat radhiyallahu ‘anhum wajib untuk diikuti. Shahabat ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu berkata:

وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ”

” Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menasehati kami setelah shalat subuh dengan sebuah nasehat yang sangat mendalam, yang membuat air mata mengalir dan hati menjadi gemetar. Maka seorang sahabat berkata:” Seakan-akan ini merupakan nasehat perpisahan, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami ya Rasulullah?” Beliau bersabda:” Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar dan ta’at (kepada pemimpin) meskipun seorang budak habasyi, sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup (setelahku) akan melihat perselisihan yang banyak, maka jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang dibuat-buat (dalam agama), karena sesungguhnya hal itu merupakan kesesatan. Barangsiapa diantara kalian yang menjumpai hal itu, maka seharusnya dia berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham (maksudnya pegang erat-erat).” (HR. at-Tirmidzi, dan beliau berkata:“Ini adalah hadits hasan shahih.”)

Keempat: Pengetahuan tentang mereka radhiyallahu ‘anhum memiliki arti penting dalam kajian terhadap sanad hadits, karena sanad hadits jika diperlihatkan kepada orang yang tidak mengetahui perawi-perawi yang tsiqah dan yang dha’if, dan terkadang tertipu dengan bentuk luarnya dan menganggap bahwa para perawinya tsiqah, maka ia akan menghukuminya shahih, dan tidak mengetahui apa yang ada di dalamnya berupa keterputusan sanad, atau ‘Idhal (terputus dua perawi atau lebih secara berurutan), atau Irsal (tidak disebutkan perantara antara Tabi’in dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam), karena ia tidak bisa membedakan antara Shahabat dengan Tabi’in.

Kitab-kitab Tentang Ma’rifatush Shahabah

Abu ‘Umar Yusuf bin ‘Abdul Barr rahimahullah berkata:“Dan tidaklah aku mengira para pemeluk agama apapun, melainkan para Ulama mereka memiliki perhatian terhadap pengetahuan tentang para Shahabat Nabi mereka, karena mereka (para Shahabat) adalah penengah antara Nabi dan ummatnya”

Dan tidak diragukan lagi bahwa kaum Muslimin, mereka adalah umat yang paling besar perhatian mereka terhadap pengetahuan tentang para Shahabat Nabi mereka. Inilah beberapa tulisan-tulisan yang membahas tentang para Shahabat, di antaranya:

1. Abu ‘Ubaidah Ma’mar bin al-Mutsanna rahimahullah, wafat tahun 208 H

2. Ali bin al-Madini rahimahullah, wafat 234 H

3. ‘Abdurrahman bin Ibrahim, yang dikenal dengan Dahim rahimahullah, wafat 245 H.

4. Muhammad bin Isma’il al-Bukhari rahimahullah, wafat 256 H.

5. Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah, wafat 268 H.

6. Ibnul Jaaruud an-Naisabuuri, wafat 307 H.

7. ‘Abdul Baqi bin Qani, wafat 351 H.

8. Ibnu Mandah, Abu ‘Abdillah bin Ishaq rahimahullah, wafat 359 H.

9. Abu Nu’aim Ahmad bin ‘Abdillah al-Ashbahani , wafat 430 H.

10. Abu ‘Umar Yusuf bin ‘Abdul Barr rahimahullah, wafat tahun 463 H. Beliau rahimahullah mengumpulkan apa yang terpencar-pencar dalam masalah biografi Shahabat di kitab-kitab sebelumnya. Di dalam Muqaddimah beliau menyebutkan lima belas kitab rujukan di antara kitab-kitab tersebut, dan beliau mengisyaratkan kepada rujukan-rujukan lain yang tidak beliau sebutkan.

Di dalam mengumpulkannya, beliau rahimahullah mencukupkan diri pada point yang perlu untuk diketahui saja, oleh sebab itu kitab beliau dinamakan “Al-Istii’aab”, dan beliau mengurutkannya sesuai dengan huruf mu’jam (huruf hija’iyah). Akan tetapi beliau dikritik, dikarenakan banyak shahabat yang terlewatkan dalam kitab beliau. Karena jumlah shahabat terbanyak yang beliau kumpulkan hanya mencapai 3500 shahabat, dan bahwasanya beliau –sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Shalah- “memperburuk” kitabnya dengan menyebutkan perselisihan yang terjadi di kalangan para Shahabat, dan penghikayatan (pengisahan) beliau dalam hal ini dari para tukang dongeng. Dan para ulama ahli hadits tidak nyaman (tidak suka) dengan para tukang dongeng tersebut, karena kebanyakan mereka memperbanyak kisah-kisah dan mencampuradukkan apa yang mereka riwayatkan.

11. Al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi rahimahullah, wafat 516 H.

12. ‘Izzuddin ‘Ali bin Muhammad al-Jazri yang dikenal dengan Ibnul Atsir rahimahullah, wafat 630 H dalam kitabnya Asadul Ghabah. Beliau rahimahullah mengumpulkan dari kitab-kitab yang menuliskan tentang shahabat sampai zaman beliau. Maka terkumpul dalam kitabnya sekitar 7554 shahabat, dan beliau rahimahullah di dalam mengurutkan nama-nama shahabat berdasarkan huruf hija’iyah lebih teliti dibandingkan kitab al-Istii’aab. Sehingga beliau datang dengan kitab yang besar dan penuh.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:” Sesungguhnya beliau mengikuti orang sebelumnya, sehingga ia mencampuradukkan anatar yang bukan shahabat dengan mereka (dengan shahabat), dan beliau lalai dari memperingatkan kebanyakan kesalahpahaman yang ada pada kitab-kitab mereka (pendahulu-pendahulunya).”

13. Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman adz-Dzahabi, wafat tahun 748 H.

14. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah, wafat tahun 852 H, dalam kitabnya al-Ishabah fii Tamyiizi ash-Shahabah. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Dan yang paling padat, dan luas di antara yang telah dicetak adalah kitab al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah yaitu, al-Ishabah fii Tamyiizi ash-Shahabah.

Metode Ibnu Hajar rahimahullah Dalam Membagi Kitabnya

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullahmengurutkan nama shahabat dalam kitabnya tersebut berdasarkan urutan huruf (hija’iyyah), dan beliau membagi-bagi biografi pada masing-masing huruf ke dalam empat bagian untuk membedakan shahabat dengan selain mereka. Dan pembagian itu sebagai berikut:

Bagian pertama: Disebutkan di dalamnya nama-nama shahabat yang datang penjelasan tentang statusnya sebagai shahabat melalui riwayat darinya atau dari selainnya.

Bagian kedua: Disebutkan nama-nama anak-anak dari kalangan shahabat, yang dilahirkan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bagian ketiga: Tentang al-Mukhadhramin yang mereka hidup di zaman Jahiliyyah dan Islam, dan tidak ada riwayat satu pun tentang mereka bahwasanya merela berkumpul dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, atau melihat beliau, sama saja apakah mereka Islam di masa hidup beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, atau tidak. maka mereka tidak dianggap sebagai shahabat.

Bagian keempat: Tentang nama-nama yang disebutkan dalam kitab-kitab bahwasanya mereka adalah shahabat, namun keliru dan salah paham. Lalu beliau rahimahullah mengemukakan tentang ketidakbenaran status mereka sebagai shahabat. Dan bab inilah yang membedakan beliau dari selainnya rahimahullah.

Dan juz terakhir dari kitab ini dikhususkan untuk biografi para wanita sesuatu dengan pembagian di atas.

Dan jumlah biogarafi yang beliau kumpulkan dalam kitabnya mencapai 13.000 orang, di antaranya 9.477 nama, 1268 kunyah dan 1552 shahabiyat (shahabat wanita). Wallahu A’lam.

(Sumber: الصحابة رضي الله عنهم وأهمية معرفتهم http://www.sunnah.org.sa/ar/sunnah-sciences/hadith-terminology/700-2010-08-06-12-00-25. Diterjemahkan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono)