Membuat gambar makhluk hidup adalah menukil bentuk dan wujud sesuatu dengan menggambarnya atau mengambilnya lewat alat atau pahat, lalu menuangkan bentuknya di atas papan atau kertas atau dalam bentuk patung. Para ulama memaparkan masalah menggambar ini di dalam bab akidah, karena gambar makhluk hidup merupakan sarana kepada syirik, dan pelakunya mengklaim berserikat dalam mencipta atau berusaha untuk itu. Syirik pertama yang terjadi di bumi adalah disebabkan oleh gambar makhluk hidup, saat kaum Nabi Nuh membuat gambar orang-orang shalih dan memasangnya di majelis-majelis mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan gambar makhluk hidup dengan berbagai macamnya, melarangnya, mengancam pelakunya dengan ancaman paling berat,[1] beliau memerintahkan agar menghancurkannya dan mengubahnya,[2] karena membuat gambar makhluk hidup menyaingi penciptaan Allah yang menguasai penciptaan semata. Orang yang membuat gambar makhluk hidup berusaha menyaingi Allah dalam penciptaan yang merupakan kewenangan yang khusus bagiNya.

Gambar makhluk hidup adalah sarana kepada syirik, syirik pertama di bumi disebabkan oleh gambar makhluk hidup, manakala setan membisiki kaum Nabi Nuh agar membuat gambar orang-orang shalih di antara mereka, memasangnya di majelis-majelis mereka, dalam rangka mengingat mereka dan meneladani ibadah mereka, hingga akhirnya gambar-gambar itu disembah selain menyembah Allah, yang diyakini bisa mendatangkan manfaat dan menolak mudarat.

Gambar makhluk hidup adalah asal tumbuhnya paganisme, karena membuat gambar makhluk hidup berarti mengagungkannya, bergantung kepadanya pada umumnya, khususnya bila yang dibuat gambarnya adalah orang yang memiliki sesuatu, seperti kekuasaan atau ilmu atau keshalihan, apalagi bila gambar makhluk hidup tersebut dimuliakan dengan dipasang pada dinding atau di jalanan atau lapangan, ini menyebabkan ketergantungan orang-orang bodoh dan sesat, sekalipun tidak sekarang, kemudian ini juga membuka peluang pemasangan patung dan arca yang disembah selain Allah.

Berikut ini adalah hadits-hadits shahih lagi jelas dalam masalah ini disertai dengan tambahan penjelasan:

[1] Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَالَ اللّٰهُ عَزَّ وَجَلَّ ‏:‏ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِيْ؛ فَلْيَخْلُقُوْا ذَرَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوْا حَبَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوْا شَعِيْرَةً

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, Siapakah yang lebih zhalim dari orang yang mencipta seperti ciptaanKu? Silakan dia menciptakan semut kecil, atau biji, atau biji gandum.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah.[3]

Makna hadits: Tidak ada yang lebih zhalim daripada pembuat gambar makhluk hidup, karena saat dia membuat gambar apa yang Allah ciptakan berupa manusia atau hewan atau lainnya yang bernyawa, dia menyaingi makhluk Allah, padahal Pencipta segala sesuatu adalah Allah, Dia-lah Rabbnya, Dia-lah yang membentuk seluruh makhluk, menjadikan ruh padanya yang dengannya hidupnya terwujud, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ

Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar, Dia membentuk rupa kalian lalu memperbagus rupa kalian.” (At-Taghabun: 3).

Allah Ta’ala juga berfirman,

هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ

Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa.” (Al-Hasyr: 24).

Kemudian Allah Ta’ala menantang para perupa tersebut yang menyaingi makhluk Allah, agar membuat apa yang mereka bentuk itu dengan meniupkan ruh padanya, sebagaimana pada makhluk yang mereka ambil gambarnya. Ini menjelaskan kegagalan dan kelemahan mereka dalam apa yang mereka usahakan, dan sebagaimana mereka tidak mampu membuat makhluk bernyawa, mereka juga tidak mampu membuat buah dan biji.

[2] Al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‏أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِيْنَ يُضَاهُوْنَ بِخَلْقِ اللّٰهِ

Manusia paling berat siksanya di Hari Kiamat adalah orang-orang yang menyaingi penciptaan Allah.[4]

Ini adalah pengabaran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang beratnya azab orang-orang yang membuat gambar makhluk hidup di Hari Kiamat dan buruknya akibat perbuatan mereka, sekalipun mereka hidup di dunia ini dengan selamat, mereka diapresiasi dengan berbagai bentuk penghargaan, tetapi tempat tinggal buruk menunggu mereka bila mereka tidak bertaubat. Perbuatan mereka itu menyaingi ciptaan Allah, yakni mereka menyamai apa yang mereka buat dengan apa yang Allah buat, yaitu makhluk dan kewenangan tunggalNya, dan Allah adalah Maha Pencipta lagi Maha mengetahui,

أَمْ جَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ خَلَقُوا كَخَلْقِهِ فَتَشَابَهَ الْخَلْقُ عَلَيْهِمْ قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ

Apakah mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaanNya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka? Katakanlah, Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Yang Maha Esa lagi Maha Berkuasa.” (Ar-Ra’ad: 16.)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata tentang hadits ini, “Ada yang berkata, hadits ini dibawa kepada makna pembuat gambar makhluk hidup untuk disembah, yaitu pembuat berhala dan yang sepertinya. Dia kafir, dan azabnya paling berat. Ada yang berkata, ia diperuntukkan bagi orang yang bermaksud sebagaimana makna yang ada dalam hadits, yaitu menandingi ciptaan Allah dan meyakini hal itu, dia kafir juga, dia mendapatkan azab berat seperti azab orang kafir, azabnya ditingkatkan dengan bertambahnya kekafirannya. Adapun siapa yang tidak bertujuan ibadah dan menyaingi, maka dia fasik, pelaku dosa besar, namun tidak kafir.”[5]

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Bila demikian keadaan orang yang membuat gambar makhluk hidup seperti apa yang Allah ciptakan, yaitu makhluk hidup, lalu bagaimana keadaan orang yang menyamakan makhluk dengan Tuhan alam semesta, menyerupakanNya dengannya dan memberikan sebagian ibadah kepadanya?”[6]

[3] Al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يُجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسٌ يُعَذَّبُ بِهَا فِيْ جَهَنَّمَ

Setiap perupa (pembuat gambar makhluk hidup) di neraka, akan dibuatkan untuknya dengan setiap gambar yang telah dibuatnya sebuah jiwa yang dengannya dia akan disiksa di dalam Neraka Jahanam.[7]

Makna hadits ini: Pada Hari Kiamat semua gambar makhluk hidup yang dibuat di dunia dihadirkan, dibuatkan untuk setiap gambar sebuah jiwa yang dengannya pembuatnya akan diazab di dalam Neraka Jahanam, sedikit atau banyak, dia merasakan azabnya, di mana dari setiap gambar makhluk hidup akan dibentuk sesuatu yang dengannya dia akan disiksa di dalam Neraka Jahanam.

[4] Al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ

Barangsiapa membuat gambar makhluk hidup di dunia, maka dia dibebani agar meniupkan ruh padanya di Hari Kiamat dan dia tidak akan mampu.[8]

Ini adalah bentuk siksa lain bagi orang yang membuat gambar makhluk hidup, dan maknanya jelas. Semua gambar makhluk hidup yang dibuat seseorang di dunia akan dihadirkan di depannya, kemudian dia diperintahkan agar meniupkan ruh pada setiap gambar; mana mungkin dia mampu melakukannya,

الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي

Ruh itu termasuk urusan Tuhanku semata?” (Al-Isra`: 85).

Ini adalah penyiksaan dan pelemahan, karena dia dibebani sesuatu yang tidak sanggup dia lakukan, sehingga dia terus dalam azab. Karena itu, hadits ini menunjukkan lamanya azab yang akan menimpanya, memperlihatkan kelemahannya dalam apa yang dilakukannya di dunia, yaitu menyaingi ciptaan Allah.

[5] Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu al-Hayyaj al-Asadi rahimahullah, dia berkata, Ali radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepadaku,

أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِيْ عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَلَّا تَدَعَ صُوْرَةً إِلَّا طَمَسْتَهَا، وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ‏

Maukah kamu aku utus dengan misi yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutusku dengannya? Yaitu: Jangan membiarkan suatu gambar kecuali kamu menghancurkannya, dan jangan membiarkan kubur yang menonjol kecuali kamu meratakannya.[9]

Dalam hadits ini terkandung perintah menghancurkan gambar makhluk hidup, yaitu mengubahnya dari bentuknya hingga tidak lagi menyerupai ciptaan Allah. Dalam hadits ini juga terkandung perintah merobohkan bangunan yang didirikan di atas kubur berupa kubah masjid atau lainnya yang merupakan bentuk paganisme. Hadits ini memerintahkan menghabisi dua sarana dan prasarana syirik paling besar, yaitu membuat gambar (arca) dan mendirikan bangunan di atas kubur. Semua ini dalam rangka mewujudkan kemaslahatan agama dan menjaga akidah kaum Muslimin.

Di zaman ini, membuat dan menggunakan gambar makhluk hidup mewabah, digantung di dinding, disimpan sebagai kenang-kenangan, sebagaimana bangunan di atas kubur juga mewabah, hingga ia menjadi sesuatu yang lumrah. Hal ini disebabkan terasingnya agama, samarnya sunnah, munculnya bid’ah, diamnya banyak ulama dan mereka pasrah terhadap realita, akibatnya yang ma’ruf menjadi mungkar dan yang mungkar menjadi ma’ruf di banyak negeri. La haula wa la quwwata illa billah al-Aliy al-Azhim.

Karena itu, wajib untuk selalu mengingatkan dan tulus kepada Allah, kitabNya, NabiNya, para imam kaum Muslimin dan orang-orang umum dari mereka, terlebih karena para penyeru kesesatan dan pedagangnya (sangat) banyak, (maka kita) harus membuka kedok mereka, menjawab kesesatan mereka, dan membuka mata kaum Muslimin tentang kejahatan mereka, agar kaum Muslimin mewaspadai mereka. Semoga Allah membimbing kaum Muslimin untuk mengamalkan kitabNya dan Sunnah NabiNya shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahu a’lam.

 

 Referensi:

Panduan Lengkap Membenahi Akidah Berdasarkan Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Darul Haq, Jakarta, Cetakan IV, Shafar 1441 H/ Oktober 2019 M.

 

Keterangan:

[1]    Lihat Shahih al-Bukhari, no. 5950 dan Shahih Muslim, no. 2109: dari hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.

[2]    Lihat Shahih Muslim, no. 969: dari hadits Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu.

[3]    Al-Bukhari, no. 5953 dan Muslim, no. 2111.

[4]    Al-Bukhari, no. 5950 dan Muslim, no. 2107.

[5]    Syarh Shahih Muslim, 14/91.

[6]    Fath al-Majid, hal. 546.

[7]    Shahih al-Bukhari, no. 2225 dan Muslim, no. 2110.

[8]    Al-Bukhari, no. 5963 dan Muslim, 2110/100.

[9]    Shahih Muslim, no. 969.