sendal pesakitanGhasab berarti mengambil sesuatu secara zhalim. Ahli fikih berkata, “Menguasai hak milik orang lain secara paksa tanpa hak.” Secara paksa, berarti bila tidak secara paksa maka ia bukan ghasab, karena pemiliknya rela. Tanpa hak, berarti bila secara paksanya dengan hak seperti pengadilan yang mengambil alih paksa harta seseorang karena menolak membayar hutang untuk selanjutnya dibayarkan kepada yang berhak, maka ia bukan ghashab.

Hukum ghasab

Ghasab haram berdasarkan al-Qur`an dan sunnah. Allah berfirman,

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

Dan janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan cara yang batil.” Al-Baqarah: 188. Sabda Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam,

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ

Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah haram bagi kalian.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 2941.

Apa yang Dilakukan Ghasib

Ghasab adalah kezhaliman dan pelanggaran terhadap hak orang lain, maka pelakunya harus bertaubat kepada Allah, karena tangan ghasib adalah tangan pelanggar maka di samping bertaubat dia harus:

1- Mengembalikan barang yang dighasab, bila barang masih utuh seperti sediakala maka dia mengembalikannya, bila rusak maka dia memperbaikinya dan bila sudah tidak ada maka dia mengganti sepertinya atau dengan harganya.

2- Meminta maaf kepada pemilik hak, karena dia telah melanggar haknya agar bebas dari tuntutan darinya di akhirat.

3- Bila barang yang dighasab bertambah maka pertambahan ini harus dikembalikan bersama barang pokoknya, karena tangan ghasib tidak memiliki hak padanya, termasuk pertambahan yang terpisah.

4- Bila ghasib telah mendirikan bangunan atau menanam pohon di tanah yang dighasab, maka dia harus merobohkan bangunan dan mencabut pohon bila pemiliknya menuntut itu.

5- Bila nilai harga barang yang dighasab berkurang selama ia ada di tangan ghasib maka ghasib bertanggung jawab atasnya.

6- Ghasib juga harus membayar harga sewa barang kepada pemiliknya, karena dia telah menghalangi pemiliknya untuk mengambil manfaat darinya.

Intinya semua tindakan ghasib terhadap barang yang dighasab adalah illegal secara hukum, karena pemiliknya tidak mengizinkannya, maka siapa yang mengetahui tidak boleh berakad dengannya melalui jual beli atau sewa menyewa atau yang sepertinya, bila dia tetap melakukan maka dia bertanggung jawab.

Ghasab bisa dilakukan melalui jalur hukum melalui sumpah, saksi dan bukti palsu di pengadilan. Allah berfirman,

وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah kamu membawa urusan harta ke pengadilan supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan cara dosa padahal kamu mengetahui.” Al-Baqarah: 188.

Bila hal ini terjadi maka harta tersebut tetap tidak halal sekalipun dengan dasar keputusan pengadilan, karena Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa aku memutuskan hak saudaranya untuknya maka jangan mengambilnya, karena aku hanya memberinya pecahan api neraka.” Muttafaq alaihi dari Ummu Salamah.

Tindak Perusakan

Haram melanggar hak kepemilikan orang lain dengan mengambil atau merusaknya berdasarkan ayat dan hadits di atas.

Barangsiapa merusak milik orang lain maka dia bertanggung jawab, bila barang memiliki padanan maka dia menggantinya dengan padanannya, bila tidak maka dengan harganya berdasarkan sabda Nabi, “Nampan dengan nampan.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas.

Haram membalas perusakan dengan perusakan, apalagi merusak pertama kali tanpa alasan, berdasarkan sabda Nabi,

لا ضَررَ وَلا ضِرارَ
“Tidak ada mudharat dan tidak ada memudharatkan.” Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, al-Hakim, al-Baihaqi dan ad-Daraquthni. Artinya tidak boleh menimpakan mudharat kepada orang lain dan tidak boleh membalasnya dengan kemudharatan.

Barangsiapa menjadi sebab hilangnya harta seperti orang yang membuka pintu kandang atau melepas ikatan hewan atau memarkir kendaraan bukan di tempat semestinya atau melangar lampu lalu lintas dan tindakan sepertinya, maka dia bertanggung jawab atas akibatnya.

Barangsiapa berusaha menolak pelanggaran terhadap diri, harta dan keluarga, maka dia tidak bertanggung jawab, karena pelanggaran bukan dari dirinya.

Tabib, tukang khitan dan sepertinya tidak bertanggung jawab dengan syarat: Ada izin dari pasien atau walinya, ahli dan mengetahui bidangnya dan tangannya tidak melanggar. Wallahu a’lam.