pembuktianZina secara syar’i adalah persetubuhan tanpa akad nikah. Hukumnya haram tanpa ada perbedaan pendapat di antara kaum muslimin, pengharamannya termasuk perkara yang diketahui secara mendasar dalam agama Islam.

Pembuktian Zina 

Pertama: Pengakuan

Bila pelaku mengaku maka zina terbukti atasnya, bila dia bersikukuh dengan pengakuannya, berhasrat membersihkan diri dengan hukuman had, maka ia ditegakkan atasnya. Rasulullah saw merajam Ma’iz, wanita Ghamidiyah dan wanita Juhainah berdasarkan pengakuan mereka dan kekukuhan untuk menerima hukuman had.

Para fuqaha` berbeda pendapat, berapa kali pelaku mengaku sehingga ditetapkan hukuman had atasnya? Abu Hanifah dan Ahmad berkata, harus mengakui sebanyak empat kali, karena Rasulullah baru menerima pengakuan Ma’iz sesudah dia mengulangnya empat kali. Bila belum empat kali, maka tidak ditekan untuk mengaku empat kali, sebaliknya diarahkan untuk tidak menyempurnakannya menjadi empat kali.

Malik dan asy-Syafi’i berkata, tidak harus mengulang empat kali, karena sisi kebenaran dalam pengakuan lebih kuat, Rasulullah bersabda kepada Unais, “Pergilah wahai Unais kepada istri orang ini, bila dia mengaku maka rajamlah.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Para fuqaha` sepakat bila pengaku membatalkan pengakuannya maka hukuman had gugur darinya sebagaimana sudah dijelaskan.

Bila pengakuan menyangkut orang lain, misalnya seseorang berkata, “Aku telah berzina dengan si fulanah.” maka ada dua kemungkinan: Fulanah mengaku, maka hukuman had ditegakkan atasnya, Rasulullah bersabda kepada Unais, “Pergilah wahai Unais kepada istri orang ini, bila dia mengaku maka rajamlah.” Maka wanita tersebut mengaku dan dia dirajam. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Bila fulanah tidak mengaku, maka hukuman had gugur darinya, berdasarkan hadits Sahal bin Saad bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi, “Rasulullah, aku berzina dengan si fulanah.” Dia menyebut nama wanita itu. Maka Nabi memanggil wanita, beliau bertanya kepadanya dan dia tidak mengaku, maka Rasulullah menghukum laki-laki dan membiarkan wanita. Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad.

Kedua: Kesaksian

Para ulama sepakat zina ditetapkan melalui kesaksian, dengan pertimbangan pentingnya perkara, maka kesaksian yang bisa menetapkan perzinaan harus memenuhi syarat-syarat:

1- Jumlah saksi adalah empat atau lebih, berdasarkan firman Allah, “Dan orang-orang yang menuduh wanita baik-baik berzina kemudian mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh kali.” An-Nur: 4. Saad bin Ubadah berkata, “Rasulullah, seandainya aku melihat seseorang bersama istriku, apakah menangguhkannya hingga aku menghadirkan empat orang saksi?” Nabi menjawab, “Benar.” Diriwayatkan oleh Muslim. Bila saksi kurang dari empat, maka mereka didera dengan had qadzaf, delapan puluh.

2- Para saksi adalah laki-laki, para ulama berkata, kesaksian wanita dalam perkara ini tidak diterima, karena Allah menyebutkan empat saksi dengan lafazhأَرْبَعَةٌ yang dalam bahasa Arab dipakai untuk laki-laki.

3- Para saksi adalah orang-orang yang adil bukan fasik, orang adil adalah orang baik agamanya, tidak melakukan dosa besar, tidak melakukan dosa kecil terus menerus.

4- Para saksi menunaikan kesaksian dengan kalimat terbuka, seperti “Kami melihat kelaminnya masuk ke dalam kelaminnya, seperti sedotan masuk ke dalam botol.” Rasulullah bertanya kepada Ma’iz, “Kamu menyetubuhinya?” Dia menjawab, “Ya.” Nabi bertanya, “Hingga kelaminmu masuk ke dalam kelaminnya?” Dia menjawab, “Ya.” Nabi bertanya, “Sebagaimana lidi celak masuk ke dalam botol celak dan timba ke dalam sumur?” Dia menjawab, “Ya.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud.

Kehamilan

Bila seorang wanita tak bersuami lalu diketahui hamil dan dia tidak mengaku telah berzina, apakah kehamilannya bisa ditetapkan sebagai bukti? Imam Malik berpendapat kehamilan merupakan bukti, karena ia adalah akibat dari persetubuhan, bila ada suaminya, bila tidak lalu dari mana? Umar bin al-Khatthab berkata, “Rajam adalah haq atas siapa yang berzina bila dia muhshan, laki-laki maupun wanita, bila ada bukti atau kehamilan atau pengakuan.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Jumhur fuqaha` berkata, tidak bisa dijadikan bukti, karena walaupun kehamilan adalah akibat dari persetubuhan dan wanita ini tak bersuami, tetap tidak dijamin, tidak dipastikan dari zina, karena masih ada kemungkinan yang lain, inilah yang disebut dengan syubhat yang bisa membatalkan dan menggugurkan hukuman had. Wallahu a’lam.