Fenomena demam batu akik telah menarik perhatian sebagian kalangan masyarakat kita dan semakin marak menjadi komoditas dagangan yang menggiurkan. Semakin hari semakin banyak orang yang memakai perhiasan batu akik tersebut, baik dalam bentuk cincin atau bentuk perhiasan yang lainnya. Harganya pun menjadi semakin mahal, bahkan sampai di luar batas nalar akal sehat manusia.

 

Motivasi demam batu akik

Ada beragam motivasi yang menyertai fenomena di atas. Di antara mereka memakainya karena sekedar untuk perhiasan, sebagian lainnya karena latah mengikuti tren, dan sebagian lainnya memburunya karena adanya keyakinan-keyakinan tertentu, seperti sebagai sarana pengasihan (cinta), sarana penglaris dagangan, sarana untuk menggapai jabatan, sarana kewibawaan, sarana untuk menjadi pribadi yang tangguh, ngalab berkah dan lain sebagainya. Beragam tujuan dan motivasi tersebut tentu akan membawa implikasi dan konsekuensi hukum yang berbeda-beda.

 

Riwayat-riwayat seputar keutamaan batu akik

Ada beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa akik memiliki keutamaan dan keistimewaan khusus. Namun semua riwayat yang berisi seputar masalah tersebut tidak ada satupun yang shahih bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan seluruhnya termasuk hadits dhaif (lemah) dan maudhu’ (palsu) sehingga tidak dapat dijadikan sebagai dalil. Bahkan dengan itu, seseorang telah berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Diantara riwayat-riwayat tersebut ialah:

 

Hadits Pertama

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al-Ausath yang bersumber dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

أتى بعض بني جعفر إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : بأبي أنت وأمي يا رسول الله ! أرسل معي من يشتري لي نعلاً وخاتماً . فدعا النبي صلى الله عليه وسلم بلالاً ، فقال : انطَلِقْ إلى السُّوقِ واشْتَرِ له نَعْلاً ، ولا تَكُنْ سَوْدَاءَ ، واشْتَرِ له خَاتماً ، ولْيَكُنْ فَصُّهُ عقيقاً ؛ فإنهُ مَنْ تَخَتَّمَ بالعَقِيقِ لم يُقْضَ له إلا الذي هو أَسْعَدُ

“Sebagian keturunan Ja’far bin Abi Thalib menemui Rasulullah, lalu ia berkata, ‘Dengan jaminan Bapak dan Ibuku, wahai Rasulullah utuslah seseorang untukku yang membelikan sandal dan cincin.’ Lalu Nabi memanggil Bilal bin Abu Rabah dan berkata, ‘Pergilah ke pasar dan belikanlah untuknya sandal dan jangan yang berwarna hitam dan belikanlah untuknya cincin dan hendaknya mata cincinnya dari akik, karena barangsiapa memakai cincin akik, ia tidak akan memberikan dampak kepadanya kecuali sesuatu yang lebih membahagiakan.’”

Syaikh al-Albani berkata, “Hadits maudhu’ (palsu).” Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dhaifah wa al-Maudhu’ah, no. 5573.

 

Hadits Kedua

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al-Ausath, Ibnu al-Jauzi di dalam al-Maudhuu’at, Ibnu Hibban di dalam adh-Dhu’afa’ dan ad-Daruquthni di dalam al-Afrad yang bersumber dari Fathimah radhiyallahu ‘anha, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

مَنْ تَخَتَّمَ بِالْعَقِيْقِ لَمْ يَزَلْ يَرَى خَيْرًا

“Barangsiapa yang memakai cincin akik, maka ia akan selalu melihat kebaikan.”

Di dalam sanadnya ada seorang perawi yang bernama Abu Bakar bin Syu’aib. Hadits yang bersumber dari dia tidak dapat dijadikan hujjah (dalil) dan seluruh jalur periwayatannya batil. Syaikh Al-Albani berkata, “Hadits maudhu’ (palsu).” Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha-ifah wa al-Maudhu’at, 1/399, no. 230.

 

Hadits Ketiga

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-‘Uqailiy, al-Baihaqi, Ibnu Asakir dan ad-Dailami yang bersumber dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan redaksi:

تَخَتَّمُوا بِالْعَقِيْقِ فَإِنَّهُ مُبَارَكٌ

“Hendaklah kalian memakai cincin akik, karena akik itu diberkahi.”

Ibnu ‘Adiy berkata, “Hadits dengan redaksi tersebut diriwayatkan dari beberapa jalur dan seluruhnya dha’if (lemah).” Syaikh Al-Albani berkata, “Hadits maudhu’ (palsu).” Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha-ifah wa al-Maudhu’at, 1/396, no. 226.

 

Hadits Keempat

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy yang bersumber dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dengan redaksi:

تَخَتَّمُوْا بِالْعَقِيْقِ فَإِنَّهُ يُنْفِيْ الفَقْرَ

“Hendaklah kalian memakai cincin akik, karena akik itu mengurangi kefakiran.”

 

Hadits batil, karena di dalam sanadnya ada perawi yang bernama al-Husain bin Ibrahim. Dia seorang yang majhul (tidak diketahui biografinya). Oleh karena itu Ibnu al-Jauziy mengatakan hadits dhai’f (lemah) sebagaimana yang dibenarkan oleh al-Imam as-Suyuthi. Syaikh Al-Albani berkata, “Hadits maudhu’ (palsu).” Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha-ifah wa al-Maudhu’at, 1/398, no. 227.

 

Hadits Kelima

Sebagaimana yang diriwayatkan dengan redaksi:

تختموا بالعقيق فإنه أنجح للأمر واليمني أحق بالزينة

“Hendaklah kalian memakai cincin akik, karena akik itu membuat urusan berhasil. Dan tangan kanan lebih berhak untuk diberi perhiasan.”

Syaikh Al-Albani berkata, “Hadits maudhu’ (palsu).” Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha-ifah wa al-Maudhu’at, 1/398, no. 228.

 

Hadits Keenam

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh ad-Dailami yang bersumber dari Umar radhiyallahu ‘anhu, dengan redaksi:

تختموا بالعقيق فإن جبريل أتاني به من الجنة وقال لي يا محمد تختم بالعقيق وأمر أمتك أن تختم به

“Hendaklah kalian memakai cincin akik, karena Jibril mendatangiku dengan membawa akik dari Surga dan Beliau berkata, ‘Hai Muhammad, pakailah cincin akik, dan perintahkan umatmu untuk memakai cincin akik.’”

Hadits maudhu’ (palsu).

 

Hadits Ketujuh

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ali Ibnu Mahtawi al-Qazwainiy, dengan redaksi:

تَخَتَّمُوْا بِالَخْوَاتِمِ الْعَقِيْقِ فَإِنَّهُ لَا يُصِيْبُ أَحَدَكُمْ غَمٌّ مَا دَامَ عَلَيْهِ

“Hendaklah kalian memakai cincin-cincin akik, karena kalian tidak akan pernah tertimpa kesedihan selama memakai cincin akik.”

Hadits maudhu’ (palsu) karena didalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Dawud bin Sulaiman al-Ghazi al-Jurjani. Ibnu Ma’in mengatakan dia seorang pendusta.

 

Hadits Kedelapan

Sebagaimana yang diriwayatkan dengan redaksi:

أَكْثَرُ تَخَتُّمِ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِالْعَقِيْقِ

“Mayoritas penduduk Surga memakai cincin akik”.

Hadits maudhu’ (palsu).

 

Kesimpulan

Hadits-hadits di atas disebutkan oleh al-Ajluni Ismail bin Muhammad al-Jarahi di dalam kitab Kasyf al-Khafa. Dan beliau berkomentar bahwa hampir semuanya maudhu’ (hadits palsu) dan beliau menyebutkan kesimpulan yang disampaikan al-Uqaili tentang masalah hadits akik. Dalam masalah ini tidak ada satupun hadits shahih tentang akik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Barangsiapa yang berkeyakinan bahwa akik dapat memberikan kebaikan, keberkahan dan memudahkan rezeki, maka hal tersebut termasuk syrik kecil. Namun jika ia berkeyakinan bahwa akik secara dzatnya dapat memberikan manfaat dan mudharat, maka hal tersebut termasuk syirik besar.

Maka hendaklah setiap pemakai atau penggemar cincin batu akik memperhatikan tujuan dan motivasi memakainya, agar ia selamat dari segala bentuk pelanggaran syari’at.

Demikianlah sekilas pembahasan hadits-hadits dhaif dan maudhu’ seputar keutamaan maupun kekhususan akik. Wallahu a’lam. (Khusnul Yaqin Arba’in, Lc.).

 

Referensi:

  1. Silsilah al-Ahadits adh-Dha-ifah wa al-Maudhu’at, Nashirudin al-Albani.
  2. Kasyf al-Khafa, al-Ajluni Ismail bin Muhammad al-Jarahi.
  3. http://islamqa.com.
  4. http://islamport.com, dll.