Kata ‘Du’â’ dan ‘Da’wâ’ adalah dua bentuk mashdar (kata dasar) Syarh al-Adzkar, (3/294).. Artinya: Mencari dan meminta serta memohon merupakan ibadah dan ciri ubudiyah, yang dengannya seorang hamba mengharap perhatian dari AllahTa’ala , memohon pertolongan, mengharap kasih sayang, memohon supaya dijauhkan dari bencana, dan menampakkan sikap butuh dan hina, dengan merasa tidak punya daya dan kekuatan kecuali atas pertolonganNya.

Jika Anda memperhatikan pembukaan al-Qur-an dan penghabisannya, maka akan tampak oleh anda rahasia-rahasia al-Qur’an secara menakjubkan. Karena, sesungguhnya Allah Ta’ala membuka kitab-Nya di dalam surat al-Fatihah dengan sebuah do`a (du’â tsana), yaitu do`a pujian:

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ {2} الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ {3} مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ {4}

“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan.”, dan do`a permohonan (du’â mas’alah):

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ {5} اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus.”

Sedangkan Allah Ta’ala mengakhiri kitabNya di dalam kedua surat al-Mu’awwidzatain (al-‘falaq dan an-Nas) dengan do`a permohonan yang juga mengandung do`a pujian.

Selanjutnya, perhatikan tinggi dan luhurnya kedudukan do`a di dalam as-Sunah yang suci. Terdapat hadîts riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللهِ مِنَ الدُّعَاءِ.

“Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di mata Allah Ta’ala daripada do`a.” (HR. Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dan dia menshahih-kannya, lalu disepakati oleh Imam Dzahabi rahimahullah).

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَفْضَلُ الْعِبَادَةِ الدُّعَاءُ.

“Sebaik-baik ibadah adalah do`a.” (HR. al-Hakim dan dia menshahihkannya, lalu disepakati oleh Imam Dzahabi rahimahullah).

Dari Nu’man bin Basyir rahimahullah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda,

الدُّعَاءُ هُوَ اْلعِبَادَةُ.

“Do`a itu adalah ibadah”, lalu beliau membaca,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ {60}

“Dan Rabbmu berfirman, “Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Ku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Ghafir/al-Mu’min: 60) (HR. Tirmizi, Ibnu Majah, an-Nasa’i dan Abu Daud).

Dan tiadalah kedudukan dan martabat yang mulia ini, melain-kan karena di dalamnya terkandung berbagai bentuk penyembahan (ta’abbud) yang tidak terdapat pada yang lainnya. Maka, hal ini menuntut adanya kehadiran hati dan penyembahan kepada Allah ta’ala dengan menghadap (kepadaNya), niat, berharap, tawakkal, cinta kepada apa yang ada padaNya, serta takut terhadap siksaNya. Di samping itu, juga menuntut ibadah lisan dari beraneka ragam dialek untuk melakukan pengagungan, pemujaan dan penyucian, memohon, meminta, dan berdo`a serta merendahkan diri. Juga, menuntut beribadahnya jasad dengan penuh kepasrahan dan ketundukan di hadapan Allah Ta’ala, merendah kepadaNya, dan merasa tidak punya daya dan kekuatan kecuali atas pertolonganNya, sambil memohon pertolongan kepadaNya, bukan kepada selainNya, sampai pada bentuk lain dari ibadah yang terkandung di dalam do`a. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ مَايَعْبَؤُا بِكُمْ رَبِّي لَوْلاَ دُعَآؤُكُمْ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُونُ لِزَامًا {77}

“Katakanlah (kepada orang-orang musyrik), “Rabbku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadahmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadah kepadaNya), padahal kamu sungguh telah mendustakanNya karena itu kelak (adzab) pasti (menimpamu).” (al-Furqan: 77).

Maksudnya, Allah tidak akan mengindahkan anda, kecuali kalau ibadah anda mencakup kedua macam jenisnya:

Pertama, do`a ibadah dengan seluruh macam jenisnya yang tampak dan yang tidak tampak, yang berupa perkataan, perbuatan, niat, dan meninggalkan (seluruh larangan-larangan) yang memenuhi hati dengan keagungan dan kemuliaan Allah Ta’ala.

Kedua, do`a permohonan, yaitu do`a seorang hamba kepada Rabbnya dan permintaannya kepadaNya akan sesuatu yang bisa memberi manfaat kepadanya di dunia dan di akhirat, mencegah apa yang dapat membahayakannya, dan menghilangkan musibah yang telah menimpanya. Do`a jenis inilah yang memenuhi hati dengan harapan dan merasa rapuh di hadapan Allah, Dzat Yang Maha Agung pujianNya. Dalam hal ini, Allah Ta’ala telah berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ {60}

“Dan Rabbmu berfirman, “Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Ghafir: 60). Di dalam ayat ini, Allah Ta’ala menyebut do`a permintaan sebagai ‘ibadah.

Sementara di dalam ayat yang lain, Allah ta’ala menyebutnya sebagai kepatuhan (dien). Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَابَدَأَكُمْ تَعُودُونَ {29}

“Dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepadaNya.” (al-A’raf: 29).

Di dalam sebuah hadîts shahîh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda,

الدُّعَاءُ هُوَ اْلعِبَادَةُ.

“Do`a itu adalah ibadah.” (HR. Tirmizi, Ibnu Majah, an-Nasa’i, Abu Daud dan yang lainnya). Lihat [i/]takhrij-nya secara panjang lebar di dalam kitab Ad-Du’a wa Manzilatuhu min al-‘Aqidat al-Islamiyah, (1/54-59), dan dasar pembatasannya di dalam kitab tersebut, (1/137-141). Lafazh ini tidak terdapat dalam jenis ibadah yang lainnya (Syarh al-Ihya,) (5/4)., dia menyerupai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

الْحَجُّ عَرَفَةٌ.

“Haji itu Arafah.”

Dan oleh karena sangat agungnya masalah do`a tersebut, maka Allah Ta’ala menamakannya dengan shalat, seperti yang terdapat dalam firmanNya,

 وَمِنَ اْلأَعْرَابِ مَن يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخَرِ وَيَتَّخِذُ مَايُنفِقُ قُرُبَاتٍ عِندَ اللهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ أَلآ إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَّهُمْ سَيُدْخِلُهُمُ اللهُ فِي رَحْمَتِهِ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan di antara orang-orang Baduy itu, ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh do’a Rasul.” (at-Taubah: 99), dan dalam firmanNya,

 خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.” (at-Taubah: 103).

Shalat itu sendiri berarti do`a, dan makna hakiki shalat itu adalah do`a (bila di lihat) dari segi bahasa. Lihat Syarh al-‘Umdah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 27-31, kitab shalat;Fath al-Bari, (11/94, 136-137).

Dengan demikian, jelaslah korelasi antara dua macam jenis do`a: do`a ibadah dan do`a permohonan, baik secara ucapan, perbuatan maupun keyakinan. Maka, tidak boleh mengalihkan sedikit pun dari do`a ini, kecuali hanya untuk AllahTa’ala semata. Barangsiapa yang mengalihkan sedikit saja darinya untuk selain Allah Ta’ala, maka sungguh dia telah berdo`a, menyembah, shalat, berbuat taat kepada selain Allah Ta’ala. Dan dengan begitu dia pun telah menyekutukan Allah Ta’ala dengan perbuatan syirik besar yang mengakibatkan dia keluar dari agama menurut kesepakatan (ijma` seluruh) umat Islam.

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Dzikir dan Doa, pent. Darul Haq Jakarta]