Manusia diciptakan sementara dalam jiwanya tertanam kecenderungan kepada lawan jenisnya demi melanjutkan kehidupan, selanjutnya dalam rangka menata kecenderungan ini, Islam membuat tatanan pernikahan, di satu sisi tatanan ini membuka jalan penyaluran bagi kecenderungan ini, di sisi lainnya menjaga eksistensi kehormatan manusia.

Salah satu nikmat agung Allah yang halalan thayyibah adalah pernikahan, di dalamnya laki-laki dan perempuan yang telah berakad, masing-masing dari keduanya dihalalkan untuk memberikan dan mengambil kenikmatan kepada dan dari pasangannya. Kenikmatan halal berupa hubungan intim berikut mukadimah dan penutupannya. Semua itu halal antara suami istri.

Salah satu nikmat lagi dari Allah kepada suami istri adalah diwajibkannya mandi junub selepas keduanya berhubungan intim, kenapa saya sebut nikmat? Karena ia mengembalikan dan menormalkan tubuh yang terkuras setaminanya, bayangkan bila sesudah Anda melakukan lalu tidak mandi, saya yakin Anda akan tetap loyo dan malas, sebaliknya bila Anda mandi maka ia bisa membuka kenikmatan lagi yaitu mengulang hubungan karena kondisi stamina Anda sudah pulih kembali.

Makna ini disyaratkan oleh hadits Nabi, “Bila salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya lalu dia hendak mengulanginya maka hendaknya dia berwudhu.” Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Said al-Khudri. Artinya bila ada anjuran untuk berwudhu saat suami hendak mengulang, karena tubuh yang tersentuh air akan kembali bregas, lalu bagaimana bila mandi? Maka saya katakan mandi itu nikmat menghasilkan nikmat juga. Dan syariat mandi junub ini atau mandi junub sebagai ibadah hanya ada –sebatas yang saya tahu- dalam syariat Islam.

Karena itu Anda patut menyegerakan mandi atau minimal berwudhu jika hendak menunda mandi karena alasan tertentu. Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga orang yang tidak didekati oleh malaikat: bangkai orang kafir, orang yang berlumuran minyak wangi khaluq dan orang junub kecuali jika dia berwudhu.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Albani berkata, “Hasan lighoirihi.”.

Al-Hafizh berkata, “Yang dimaksud dengan malaikat di sini adalah yang turun membawa rahmat dan barokah bukan malaikat hafazhah (yang mengawasi) karena mereka selalu bersamanya dalam kondisi apapun. Kemudian dikatakan, Ini berlaku bagi orang yang menunda mandi (junub) tanpa alasan atau adanya alasan sehingga (seharusnya) dia berwudhu tetapi dia tidak berwudhu.” Dikatakan pula, “Dia adalah orang yang menunda mandi (junub) karena malas dan menyepelekan, serta menjadikannya sebagai kebiasaan.”

Apalagi bila Anda mandi berdua dengan istri. Ummu Salamah berkata, “Aku mandi junub bersama Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam dari satu bejana.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Aisyah berkata, “Aku mandi junub bersama Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam dari satu bejana, tangan kami saling bergantian mengambil air darinya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Ada beberapa hal yang terkait dengan mandi yang merupakan akibat dari kenikmatan yang bisa melahirkan kenikmatan lagi yang patut dipahami oleh suami istri, karena ia adalah ibadah.

Pertama: Anda patut memahami bahwa kewajiban mandi ini berlaku bila sudah terjadi hubungan, dalam arti kelamin suami telah masuk walaupun belum seluruhnya walaupun tidak mengeluarkan air mani dan ia berlaku untuk keduanya, suami dan istri.

Imam asy-Syafi’i berkata, “Dalam bahasa Arab seseorang dianggap junub jika dia melakukan hubungan suami istri walaupun tidak mengeluarkan.”

Nabi shallallohhu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ الغُسْلُ. متفق عليه، وَزَادَ مُسْلِم وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ .

Jika suami duduk di antara empat cabangnya kemudian dia menggerakkannya maka telah wajib mandi.” (Muttafaq alaihi). Muslim menambahkan, “Walaupun tidak mengeluarkan.

Dari Aisyah bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Bagaimana suami menggauli istrinya kemudian tidak melanjutkan, apakah keduanya wajib mandi?” Nabi menjawab sedangkan Aisyah duduk, “Aku dan wanita ini melakukan kemudian kami mandi.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Adapun pendapat yang tidak mewajibkan mandi karena hubungan suami istri kecuali bila mengeluarkan air mani, maka ini hanya berlaku di awal Islam kemudian mansukh. Imam an-Nawawi berkata, “Masalah ini tidak diperselisihkan hari ini, sekalipun sebelumnya ada khilaf dari sebagian sahabat, kemudian ijma’ terjadi atas apa kami sebutkan.”

Kedua: Bila suami hanya merapat ke gawang dan tidak menceploskan bola ke dalamnya, bila tidak ada hujan, maka keduanya tidak wajib mandi, bila ada hujan, bila dari keduanya maka kedua wajib mandi, bila dari suami saja maka suami yang wajib mandi.

Dasarnya adalah hadits Ummu Sulaim yang bertanya kepada Nabi tentang seorang wanita yang bermimpi, apakah dia wajib mandi, Nabi menjawab, “Ya, bila dia melihat air.” Muttafaq alaihi. Artinya bila orang mimpi dan basah maka dia harus mandi, maka orang terjaga dan basah lebih patut.

Ketiga: Tidak adanya air bukan halangan dan alasan untuk menolak ajakan istri lebih-lebih ajakan suami, karena bila tidak ada air, bisa diganti dengan tayamum, kan tayamum tidak hanya menggantikan wudhu, tetapi juga mandi. Jadi lakukan saja tanpa merasa bersalah dan sesudahnya bertayamum. Beres deh dan mudah kan?

Sesudah suami istri merengkuh kenikmatan surga yang halalan thayyiba, keduanya diwajibkan mandi besar atau mandi junub, namun sayangnya masih ada suami istri yang tidak memahmi perkara mandi yang selalu dibutuhkannya, tidak mengerti tata caranya yang dicontohkan oleh Rasulullah, dari sini maka penulis menurunkan bagaimana Rasulullah mandi yang diikuti dengan beberapa masalah yang bermanfaat insya Allah.

Aisyah berkata, “Apabila Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya, kemudian beliau menuangkan dengan tangan kanannya ke tangan kirinya lalu beliau membasuh kelaminnya, kemudian beliau berwudhu, kemudian beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jarinya ke dasar rambut, kemudian beliau menuangkan air ke kepala tiga kali, kemudian beliau mengguyurkan air ke seluruh tubuh, kemudian beliau membasuh kedua kakinya.” (Muttafaq alaihi).

Dari hadits ini kita mengetahui mandi Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam.

1- Membasuh kedua tangan tiga kali, karena keduanya merupakan alat, tentu sebelumnya berniat dalam hati mengangkat hadats besar.

2- Membersihkan kelamin dengan tangan kiri dan sesudahnya mencucinya dengan bersih.

3- Berwudhu sempurna, atau berwudhu kecuali membasuh kedua kaki, yang terakhir ini bisa diakhirkan, berdasarkan hadits Maimunah tentang mandi Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan wudhu kecuali membasuh kedua kaki, lalu dia berkata, “Kemudian beliau menyingkir dari tempatnya lalu membasuh kedua kakinya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

4- Meratakan air ke kulit kepala tiga kali dengan memulai bagian kepala yang kanan dan menyeling-nyeling rambut dengan jari-jari.

5- Meratakan air ke seluruh tubuh dengan memulai bagian kanan tubuh. Wallahu a’lam.

Suami dan istri patut tahu bahwa dalam masalah mandi ini terdapat anggapan-anggapan yang tidak berdasar, namun umum dianggap demikian, di antaranya:

Meyakini harus kencing sebelum mandi

Dengan alasan sisa mani yang ada dalam saluran tidak akan keluar tanpa didorong oleh kencing. Jadi dia mandi sementara air maninya belum keluar dengan tuntas maka mandinya tidak sah. Ini keliru, alasan yang mengada-ada, tidak berdasar, karena dalam hadits-hadits tentang mandi junub, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam tidak mengharuskan kencing sebelum mandi.

Mengharuskan mengumpulkan rambut rontok atau kuku yang dipotong pada saat junub dan pada saat mandi rambut dan kuku tersebut harus dicuci

Tidak berdasar, karena dalam hadits-hadits tentang mandi junub Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam tidak menyebutkannya dan Allah tidak lupa, di samping itu junub terkait dengan badan saja.
tidak termasuk kuku dan rambut seperti najisnya bangkai hanya terkait dengan tubuh tidak termasuk kuku dan rambut.

Tidak berwudhu sebelum mandi junub

Ini tidak sesuai dengan cara mandi Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam. Aisyah berkata, “Apabila Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau membasuh kedua tangannya tiga kali dan berwudhu dengan wudhu untuk shalat…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Seandainya dia mandi tanpa berwudhu terlebih dahulu mandinya tetap sah, akan tetapi mengikuti Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam adalah lebih baik.

Mengharuskan membuka ikatan rambut bagi wanita untuk mandi

Tidak wajib dan tidak harus berdasarkan hadits Ummu Salamah berkata, “Ya Rasulullah, aku mengikat gulungan rambutku, apakah aku harus membukanya untuk mandi haid dan junub?” Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “Tidak, cukup bagimu mengguyurkan air tiga kali ke kepalamu kemudian meratakan air ke seluruh tubuhmu maka kamu pun suci.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Berwudhu sesudah mandi

Siapa yang sudah mandi junub, walaupun sebelum mandi tidak berwudhu, maka tidak perlu lagi mandi sesudahnya, karenanya mandi mengangkat hadats besar yang secara otomatis mengangkat hadats kecil, kecuali bila sebelum mandi selesai terjadi hadats, maka mandi diteruskan lalu di akhirnya berwudhu.

Aisyah berkata, “Rasulullah tidak wudhu sesudah mandi junub.” Dalam riwayat lain, “Beliau mandi dan shalat dua rakaat, aku tak melihat beliau berwudhu sesudah mandi.” Hadits shahih li ghairihi, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad.

Tambahan Faidah

Bila seorang istri dalam keadaan junub, kemudian dia haid sebelum dia mandi, bagaimana? Jawabannya, tidak harus mandi junub, akan tetapi cukup mandi sesudah suci haid untuk junub dan haid sekaligus, satu mandi untuk dua sebab. Termasuk dalam hal ini bila terjadi hubungan suami istri dua kali yang di antaranya tidak diselingi dengan mandi, maka dua kali junub ini diangkat cukup dengan sekali mandi saja.

Di bulan puasa, di mana hubungan suami istri hanya dihalalkan di malam hari, mandi junub bisa dilakukan oleh suami dan istri sekalipun fajar sudah terbit dan hal ini tidak menghalangi sahnya puasa, karena perkara seperti ini dilakukan oleh Rasulullah. Dari Aisyah dan Ummi Salamah bahwa Rasulullah mendapati fajar dalam keadaan junub kemudian beliau mandi dan berpuasa. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Wallahu a’lam.