Harapan adalah senangnya hati untuk menunggu apa yang dicintainya. Banyak hal yang dicintai oleh seorang hamba. Allah ‘Azza wa Jalla adalah Dzat yang paling dicintainya. Karena itulah, seorang hamba merasa senang hatinya untuk menunggu sesuatu yang diharapkan kepada-Nya. Sesuatu yang diharapkan seorang hamba kepada-Nya di antaranya adalah sebagaimana yang telah disebutkan pada bagian pertama tulisan ini, yaitu :

  1. Pejumpaan dengan-Nya
  2. Rahmat-Nya
  3. Pahala dan Balasan-Nya

Berikut ini adalah harapan lainnya seorang hamba kepada Allah ‘Azza wa Jalla Dzat yang dicintainya tersebut,

  1. Ampunan-Nya

Telah maklum adanya bahwa setiap hamba Allah ‘Azza wa Jalla sering melakukan kesalahan, di mana kesalahan tersebut dilakukannya dengan sengaja atau pun dengan tidak sengaja, disadarinya maupun tidak disadarinya, sebagaimana hal ini tersurat dalam hadis,

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ . وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ

“Dari Anas radhiyallahu ‘ anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap anak Adam (yakni, Manusia) banyak dan sering melakukan kesalahan. Dan, sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang-orang yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah, no. 4251)

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ “Dan, sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang-orang yang bertaubat“ juga memberikan isyarat berupa dorongan agar seorang insan memiliki harapan kepada Rabbnya agar dosa dan kesalahan yang seringkali dilakukannya tersebut diampuni-Nya. Karena, bertaubat kepada-Nya merupakan salah satu jalan untuk menggapai ampunan dari-Nya.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى

“Dan sunngguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertaubat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.” (Qs. Thaha : 82)

Ada Harapan, Ada Ampunan

Maka, selagi seorang hamba memiliki harapan yang benar kepada Rabbnya akan diampuninya dosa dan kesalahannya oleh-Nya, niscaya harapannya tersebut akan didapatkannya.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘ anhu berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَالَ اللهُ :  يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيْكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقَيْتَنِي لَا تُشْرُكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

‘‘Allah berfirman, ‘Wahai anak Adam ! Sungguh, tidaklah engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, melainkan Aku ampuni dosa yang ada padamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Seandainya dosa-dosamu telah mencapai setinggi langit, kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku akan mengampunimu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau menemui-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun, niscaya Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3540)

Indikasi Kebenaran Harapan

Maka dari itu, oleh karena dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan manusia itu banyak dan sering hingga mungkin tidak dapat dihinggakan jumlahnya karena saking banyak dan seringnya hal itu dilakukan, maka seorang insan yang benar harapannya kepada Rabbnya -Dzat yang Maha Pengampun dan Menerima taubat hamba-hamba-Nya yang bertaubat dan memohon ampunan kepada-Nya- selayaknya memperbanyak dan sering bertaubat dan memohon ampun kepada-Nya, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sahabat mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘ anhu,berkata,

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً

“Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Demi Allah !, sesungguhnya aku benar-benar memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. al-Bukhari, no. 6307)

  1. Ridha-Nya

Termasuk harapan yang dicari seorang hamba dari Allah ‘Azza wa Jalla dengan amal shaleh yang dilakukannya adalah “Ridha-Nya”.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَمَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيْتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

“Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari ridha Allah dan untuk memperteguh jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka embun (pun memadai). Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Qs. al-Baqarah : 265).

Untuk mencari ridha Allah, yakni, tujuan (dan harapan) mereka dengan apa yang mereka lakukan tersebut adalah keridhaan Rabb mereka dan keuntungan berupa kedekatan diri dengan-Nya.(Tafsir as-Sa’diy,1/114).

Amal seorang hamba yang demikian itu tujuan dan maksudnya, yakni, agar Allah ta’ala ridha kepadanya, merupakan pertanda lurus dan ikhlashnya niat pelakunya.

Oleh karenanya, as-Suddiy rahimahullah mengatakan, “Ini adalah perumpamaan yang Allah buat untuk (menggambarkan) amal orang beriman yang ikhlas (dalam beramal), seraya mengatakan, sebagaimana halnya kebun-kebun ini senantiasa menghasilkan buah-buahan dalam setiap kondisi tanpa henti baik dengan curah hujan yang sedikit maupun banyak, maka demikian pula halnya Allah melipat gandakan sedekah seorang mukmin yang ikhlash yang tidak menyebut-nyebutnya dan tidak pula menyakiti hati (penerimanya) baik sedekahnya tersebut sedikit maupun banyak jumlahnya. Hal demikian itu karena, embun jika terus menerus (turunnya) akan berfungsi atau memberikan dampak seperti hujan yang lebat. (Ma’alim at-Tanzil, 1/328)

Dan, permisalan amal dengan tujuan untuk mendapatkan ridha-Nya tersebut diatas juga menunjukkan bahwa pelakunya akan mendapatkan beragam bentuk kebaikan dari-Nya. Dan ini- yang nampak, Wallahu A’lam– tidak hanya berlaku dalam kasus amal shaleh dalam bentuk “Menginfakkan harta untuk mencari ridha Allah”, namun berlaku juga dalam kasus amal shaleh lainnya, semisal berjihad di jalan Allah ta’ala dan lainnya, selagi yang menjadi maksud dari amal shalehnya tersebut adalah harapan untuk mendapatkan ridha-Nya.

عَنِ بْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِيْمَا يَحْكِيْهِ عَنْ رَبِّهِ -عَزَّ وَ جَلَّ – قَالَ : أَيُّمَا عَبْدٍ مِنْ عِبَادِيِ خَرَجَ مُجَاهِدًا فِي سَبِيْلِ اللهِ اِبْتِغَاءَ مَرْضَاتِي ضَمِنْتُ لَهُ أَن أَرْجِعَهُ، إِنْ أَرْجَعْتُهُ بِمَا أَصَابَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيْمَةٍ، وَإِنْ قَبَضْتُهُ غَفَرْتُ لَهُ وَرِحِمْتُهُ

“Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang sesuatu yang beliau hikayatkan dari Rabbnya azza wa jalla, Dia berfirman, “Hamba-Ku mana saja yang keluar untuk berjihad di jalan Allah untuk mencari ridha-Ku niscaya aku memberikan jaminan kepadanya untuk mengembalikannya. Jika Aku mengembalikannya, niscaya ia membawa serta pahala atau ghanimah (harta rampasan), dan jika Aku mematikannya niscaya Aku memberikan ampunan kepadanya dan Aku pun merahmatinya.” (HR. an-Nasai, no. 3126)

  1. Diterimanya Amal Oleh-Nya

Termasuk harapan seorang hamba kepada Allah ‘azza wa jalla  adalah agar Dia berkenan menerima setiap amal shaleh yang dilakukannya.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيْمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيْلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Qs. al-Baqarah : 127).

Makna ayat ini, yakni, “Dan ingatlah olehmu tentang Ibrahim ’alaihissalam dan Ismail ’alaihissalam kala keduanya meninggikan pondasi rumah itu (Ka’bah) dan terus menerusnya keduanya melakukan perkerjaan yang agung tersebut, dan bagaimana pula keadaan keduanya yang dipenuhi dengan rasa takut dan harapan, hingga keduanya mengiringi amal tersebut dengan berdoa kepada Allah mengharap agar Dia menerima amal yang dilakukan keduanya, sehingga diperoleh kemasalahatan yang menyeluruh. (Tafsir as-Sa’diy, 1/66)

Target Harian

Demikianlah semestinya harapan seorang hamba kepada Rabbnya, ia selalu mengharap agar amal shaleh yang dilakukan setiap harinya diterima oleh-Nya. Harapan tersebut menjadi sebuah bagian dari target hariannya yang harus dicari dan dikejarnya.

Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu saja memohon (kepada Allah) seusai shalat Subuh setelah salam,

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

“Ya Allah !, sesunguhnya aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik (halal) dan amal yang diterima.” (HR. Ibnu Majah, no.925).

Dan, hendaknya harapan ini selalu beriringan dengan kesungguhan dalam beramal dan ketakutan akan tidak diteriamanya amal yang dilakukannya tersebut. Inilah cerminan hati manusia-manusia terbaik yang menjadi sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang memiliki kesungguhan harapan agar amalnya diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman tentang mereka,

وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُوْنَ

“Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan dengan hati penuh rasa takut (kareka mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya. Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya.” (Qs. al-Mukminun : 60-61)

‘Aisyah  radhiyallahu ‘anha berkata, “Ya, Rasulullah !, (firman-Nya) ‘Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan dengan hati penuh rasa takut’, apakah dia itu adalah orang yang berzina, mencuri dan meminum khamer ? beliau menjawab,

لَا يَابْنَةَ أَبِي بَكْرٍ، أَوْ يَابْنَةَ الصِّدِّيْقِ، وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ يَصُوْمُ وَيُصَلِّي وَيَتَصَدَّقُ وَيَخَافُ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُ

“Bukan, wahai putri Abu Bakar, atau wahai putri ash-Shiddiq. Akan tetapi ia adalah orang yang berpuasa, shalat dan bersedekah sementara ia takut tidak diterimanya amal yang dilakukannya tersebut.” (Jami’ al-Bayan Fii Takwiili al-Qur’an, 19/47)

Maka, kepada Allah ‘Azza wa Jalla kita berharap, semoga Dia Dzat yang Maha Pengampun mengampuni dosa dan kesalahan kita, menerima taubat kita kepada-Nya, ridha kepada kita, serta menerima pula setiap amal shaleh yang kita lakukan, begitu pula doa yang kita pajatkan kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Memperkenankan doa hamba-Nya. Amin

Wallahu A’lam

(Redaksi)    

Referensi :

  1. Jami’ al-Bayan Fii Takwiili al-Qur’an, Muhammad bin Jarir ath-Thabariy
  2. Ma’alim at-Tanzil, al-Husain bin Mas’ud al-Baghawiy
  3. Shahih al-Bukhari, Muhammad bin Ismail al-Bukhariy
  4. Sunan at-Tirmidzi, Muhammad bin ‘Isa at-Tirmidziy
  5. Sunan Ibni Majah, Muhammad bin Yazid al-Qazwainiy
  6. Tafsir as-Sa’diy, Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy