Hidup adalah ujian sebagaimana kematian merupakan ujian. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

  تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ . الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚوَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Maha suci Allah yang di tanganNya (segala) kerajaan. Dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha perkasa, Maha pengampun (Qs. Al-Mulk : 1-2)

Bila ini yang menjadi tabiat hidup, maka ini mengisyaratkan bahwa dalam kehidupan ini selalu saja akan ada beragam fitnah yang membalutnya yang harus diwaspadai, dihadapi, dan disikapi secara baik agar selamat dari dampak negatifnya. Oleh karenanya, setiap diri hendaknya berusaha untuk memelihara diri dan membentengi diri dari beragam fitnah yang ada dalam kehidupan.

Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala memberikan warning kepada kita dalam firmanNya,

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

 

Dan peliharalah diri kalian dari fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksanya (Qs. Al-Anfal : 25)

Dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita agar memelihara diri dari fitnah yang akan menimpa masyarakat secara umum, fitnah tersebut tidak khusus menimpa orang yang melakukan kemaksiatan dan orang yang secara langsung melakukan perbuatan dosa dan pelanggaran, namun orang yang baik pun ikut serta terkena dampak negatifnya. Allah subhanahu wa ta’ala juga memberikan warning bahwa siksanya sangat keras bagi siapa saja yang menyelisihi perintah dan laranganNya (Lihat, at-Tafsir al- Muyassar, 3/193)

  • Contoh Bentuk Fitnah

Ketika para salaf menafsirkan kata, “fitnah” dalam ayat ini, di antara mereka ada yang mengatakan maksudnya adalah perang, kesesatan, perkara yang munkar, ujian, harta dan anak, musibah, munculnya perkara bid’ah.(Zaadul Masir Fii ‘Ilmi at-Tafsir, 3/341) 

Kesemua ini merupakan contoh bentuk fitnah yang dimaksud. Semua contoh yang disebutkan ini selaras dengan kelanjutan dari ayat ini, yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu.

  • Kiat Agar Selamat dari Beragam Fitnah

Perang misalnya, merupakan fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja, begitu pula halnya dampak negatif yang ditimbulkannya sebagaimana telah dimaklumi. Maka, menjaga perdamaian dan stabilitas keamanan merupakan salah satu bentuk kiat agar selamat dari fitnah tersebut.

Kesesatan juga merupakan fitnah yang tidak hanya berpeluang menimpa orang-orang zhalim saja. Begitu pula dampak negatif yang ditimbulkannya. Maka, memelihara diri dan melindungi diri dari “kesesatan” dengan membekali diri dengan ilmu yang benar dan menyebarkannya di tengah-tengah masyarat, memperingatkan masyarakat dari kesesatan atau dengan mencegah pelaku kesesatan agar tidak menyebarkan kesasatannya merupakan kiat agar selamat dari fitnah tersebut.

Kemungkaran juga merupakan bentuk fitnah, jika dilakukan seseorang atau sekelompok orang hingga merebak, tidak dicegah pelakunya, niscaya orang-orang baik yang tidak ikut serta melakukannya akan mendapatkan dampak negatifnya, maka mencegah kemungkaran merupakan kiat agar selamat dari fitnah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَثَلُ القَائِمِ على حُدودِ اللَّه، والْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَومٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سفينةٍ، فصارَ بعضُهم أعلاهَا، وبعضُهم أسفلَها، وكانَ الذينَ في أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الماءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ، فَقَالُوا: لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا في نَصيبِنا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا. فَإِنْ تَرَكُوهُمْ وَمَا أَرادُوا هَلكُوا جَمِيعًا، وإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِم نَجَوْا ونَجَوْا جَمِيعًا

Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah ketika ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, ”Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita”. Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang yang berada di bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari, no. 2493)

Ujian atau musibah juga termasuk bentuk fitnah, sebagaimana hal ini dapat menimpa orang-orang yang zhalim juga dapat menimpa orang-orang yang baik. Sebagaimana diisyaratkan dalam firmanNya, yang artinya, “ Dan kami pecahkan mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan ; di antaranya ada orang-orang yang shalih dan ada yang tidak demikian. Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan bencana (musibah) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran) (Qs. al-A’raf : 168).

Maka, kesabaran yang baik, tidak berprasangka
buruk kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak mengatakan atau melakukan perkara yang justru akan mengundang kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala merupakan kiat agar selamat dari fitnah tersebut. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terkena musibah berupa meningalnya putranya, Ibrahim, beliau mengatakan,… sesungguhnya kedua mata meneteskan air mata dan hati merasa sedih, dan kami tidak mengucapkan kecuali perkara yang diridhai Rabb kami… (Lihat, Shahih al- Bukhari, no. 1303)

Harta dan anak juga merupakan bentuk fitnah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai fitnah dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar. (Qs. al-Anfal : 28)

Maka, di antara kiat agar selamat dari fitnah harta adalah bersikap qana’ah dan berjiwa kaya serta berhati-hati dalam upaya mendapatkannya yaitu, dengan hanya menempuh cara yang halal saja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ ، فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا ، وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا ، فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ

Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seseorang akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka, bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram (HR. Ibnu Majah, no. 2144)

Begitu juga berhati-hati dalam mendayagunakannya, yaitu, hanya dengan mendayagunakannya fii sabiilillah
(di jalan-jalan yang diridhai Allah subhanahu wa ta’ala)
semata. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

Dan dayagunakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik (Qs. Al-Baqarah : 195)

Adapun kiat agar selamat dari fitnah berupa anak di antaranya adalah dengan melaksanakan perintah Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya,

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا قُوۡۤا اَنۡفُسَكُمۡ وَاَهۡلِيۡكُمۡ نَارًا

Wahai orang-orang yang beriman !, Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka (Qs. at-Tahrim : 6)

Imam al-Baghawi berkata, yakni, perintahkan mereka untuk melakukan kebaikan, cegahlah mereka dari melakukan keburukan, ajari dan didiklah mereka, dengan itu kalian telah berupaya memelihara mereka dari siksa Neraka (Ma’alim at-Tanzil, 8/169)

Bid’ah juga merupakan bentuk fitnah, apalagi ketika hal tersebut muncul dan menyebar di tengah-tengah masyarakat. Hakikatnya, bid’ah merupakan kesesatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ

Dan hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara baru, karena semua perkara baru adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah kesesatan” (HR. Abu Dawud, no 4609)

Disamping itu bid’ah juga berbahaya. Di antara bahayanya adalah merupakan sebab amal pelakunya tidak diterima dan dimasukkan ke Neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً ليسَ عليه أمرُنا هذا فهو رَدٌّ

Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak. (HR. Muslim, no. 4590)

كُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

Dan semua perkara yang baru adalah bid’ah dan seluruh bid’ah adalah kesesatan dan seluruh kesesatan di Neraka (HR. An-Nasai, no 1578)

Maka, agar selamat dari fitnah ini, di antara kiatnya adalah dengan ; belajar sunnah, berpegang teguh kepadanya dan menyebarkannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

…Sesungguhnya barangsiapa yang hidup setelahku maka dia akan melihat banyak perselisihan, maka wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafaaur rosyidin yang mendapat petunjuk setelahku, berpegang teguhlah dengan sunnah-sunnah tersebut, dan gigitlah ia dengan geraham kalian … (HR. Abu Dawud, no. 4609)

Akhirnya, semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk mengikuti petunjukNya sehingga kita selamat dari semua bentuk fitnah yang ada. Aamiin

(Redaksi)